Minggu, 29 September 2013

PROPOSAL PENELITIAN PEMANFAATAN KELOMPOK


(untuk skema dan denah lain tidak saya tampilkan dengan tujuan menghindari duplikat)

PROPOSAL PENELITIAN
Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan
Kemiskinan Di Kelurahan Babakan Ciamis
Kecamatan Sumur Bandung
Provinsi Jawa Barat
 

DOSEN PEMBIMBING :

Dra. Meliani Dewi, M.Si
Dra.Yuti Sri Ismudiyati.M.Si


MAHANENI
NRP .09. 01. 003


 

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN BANDUNG
PROGRAM PENDIDIKAN PASCASARJANA
SPESIALIS I PEKERJAAN SOSIAL
KONSENTRASI KOMUNITAS
TAHUN 2011



  1. Masalah Latar Belakang
Kemiskinan merupakan kondisi yang tidak menyenangkan yang dialami oleh seseorang yang mengakibatkan seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya yang berupa sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan mengakibatkan seseorang atau kelompok masyarakat tidak mampu mengakses,mengelola dan mengoptimalkan sistem sumber yang ada di sekitar wilayah dimana mereka tinggal,baik sumber internal maupun sumber eksternal.Kemiskinan juga mengakibatkan orang miskin atau sekelompok masyarakat miskin tidak memiliki aset baik berupa aset finasial maupun non finansial.
Dampak dari kemiskinan adalah terjadinya ketidakmertaan distribusi sumber termasuk dalam mendapatkan informasi yang terkait dengan kebijakan-kebijakan program pengentasan kemiskinan sehingga masyarakat miskin tidak mengetahui program tersebut.
Program pengentasan kemiskinan selama ini hanya terpusat pada bantuan yang bersifat kontemporer saja yang justru menimbulkan ketergantungan dan bukan pada proses pemberdayaan yang terpusat pada penggalian, pemanfaatan dan optimalisasi kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat serta pemberian kekuasan kepada masyarakat miskin.
Senada dengan pendapat diatas maka menurut Bank Dunia( 2003) penyebab dari kemiskinan adalah sebagai berikut:
(1) kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal, (2) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana, (3) kebijakan pembagunan yang bias perkotaan dengan bias sektor, (4) adanya perbedaan kesempatan diantara anggota masyaakat dan sistem yang kurang mendukung, (5) adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern), (6) rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat, (7) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang pengelola sumber daya alam dan lingkungan, (8) tidak adanya pemerintahan yang bersih dan baik (good govermence), (9) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan”.

Pendapat diatas dapat diartikan bahwa kemiskinan mengakibatkan seseorang atau sekelompok masyarakat tidak memiliki aset baik yang terkait dengan aset finansial maupun non finansial, tidak memiliki hak politik (mengungkapkan ide,pendapat,saran dan kritik), tidak memiliki status di dalam kehidupan bermasayarakat dan menjadi kelompok marjinal di dalam lingkup structural (tidak mampu mengakses lapangan pekerjaan dikarenakan sumber daya manusia relatif rendah, tidak memiliki ketrampilan, tidak memiliki koneksi, tidak memiliki jaringan kerja dan tidak mendapatkan informasi)
Kemiskinan yang dimaksudkan diatas dapat terjadi di perdesaan dan perkotaan namun demikian dalam penelitian ini yang akan dikaji adalah penelitian yang terjadi di perkotaan.
Menurut Bappenas penyebab kemiskinan diperkotaan disebabkan oleh berbagai faktor antara lain adalah
1)ketidakberdyaan penyebabnya adalah kurangnya lapangan pekerjaan, biaya hidup tinggi, kodrat,pengangguran, harga sembako tinggi dan kesulitan pemenuhan kebutuhan harian;2) Keterasingan penyebabnya pendidikan kurang, tidak memiliki keahlian, dan kesulitan mengakses kridit;3) kemiskinan materi penyebabnya tidak memiliki modal, pendapatan rendah dan anggota keluarga banyak;4) kerentanan penyebabnya terkena PHK, putus sekolah dan bencana alam; 5) sikap penyebabnya malas berusaha, keretakan rumah tangga dan kenakalan remaja”

Mengacu pada pendapat diatas penyebab kemiskinan diperkotaan diakibatkan oleh sejumlah faktor antara lain kesulitan memenuhi kebutuhan pangan,kesulitan membiyai pendidikan,kesulitan mencari nafkah,putus sekolah kesulitan biaya pengobatan,kesulitan modal,hidup susah,ketidaktenangan,kriminalitas meningkat,terlilit hutang dan adanya budaya fatalism ( mudah menyerah pada nasib dan putus asa)
Kemiskinan diperkotaan diatas sangat berkorelasi dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peniliti yakni di Kelurahan Babakan Ciamis yang terletak di jantung kota Bandung.
Kelurahan Babakaan Ciamis terletak di depan kantor Walikota Bandung, struktur sosial masyarakanya sangat majemuk, pendidikan mereka adalah setingkat dengan sekolah menengah atas sampai dengan perguruan tinggi, pekerjaan mereka sebagian besar adalah pedagang informal dengan modal yang relatif masih rendah, kondisi rumah mereka sangat bervariatif dari yang terbuat dari kayu (kumuh) sampai dengan tembok berlantai dua, terdapat balita kurang gizi, sanitasi (lingkungan kumuh di RW 02, RW 03 dan RW 08), terdapat banyak penggguran, para ibu menjadi tulang punggung keluarga dikarenakan suami mereka terkena dampak pemutusan hubungan kerja dan terdapat banyak keluarga miskin.
Kelurahan Babakan Ciamis memiliki 2.021 kepala keluarga dan terdapat keluarga miskin sebanyak 339 kepala keluarga dan tersebar di 9 rukun warga dan 43 rukun tetangga dan dapat dijelaskan dalam tabel berikut :
Kemiskinan yang terjadi di wilayah Kelurahan Babakan Ciamis adalah kemiskinan struktural yang mengakibatkan sulitnya mencari pekerjaan sehingga berdampak pada rendahnya pendapatan bagi keluarga miskin. Kemiskinan struktural ini dapat terlihat dari segi pendidikan yang relatif rendah (sekolah menengah atas), tidak memiliki ketrampilan yang dibutuhkan oleh bursa tenaga kerja, akibat adanya urbanisasi yang dipicu oleh keberadaan industri, usia produktif untuk mencari lowongan pekerjaan penduduk asli di wilayah Kelurahan Babakan Ciamis rata-rata berkisar antara 35 tahun sampai dengan usia 50 tahun sedangkan para pendatang berusia 20 tahun sampai dengan 25 tahun dan adanya budaya kumaha engke yang berakibat pada budaya fatalism dan mudah cepat putus asa.
Di Kelurahan Babakan Ciamis masyarakat setempat memiliki kriteria kemiskinan. Kriteria kemisnan ini antara lain tidak memiliki rumah pribadi (kontrak atai kost), pendidikan hanya setingkat lanjutan atas, tidak memiliki pekerjaan tetap, pendapatan kurang dari Rp.1.000.000,- (satu juta nipiah) per bulan, kebutuhan makan hanya sekali sehari dan memiliki perilaku buruk.
Upaya untuk mengatasi kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis dilakukan dengan berbagai cara antara lain pemberian bantuan BLT, BOS, PNPM, Jamkesmas, Raskin, Bawaku Makmur (pendidikan, bantuan modal dan pelayanan kesehatan) tetapi upaya pengentasan kemiskinan tersebut belum dapat sepenuhnya berjalan sesuai dengan harapan masyarakat setempat hal diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain ketidaktepatan sasaran program, pendataan warga miskin tidak kurang akurat, pengentasan kemiskinan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan yang bersifat sementara, rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengakses sistem informasi dan rendahnya unsur pemberdayaan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut maka pada pratikum yang telah dilakukan oleh peneliti ditempuh dengan cara memberdayakan masyarakat melalui kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat setempat (potensi lokal) dengan cara mendekatkan dengan sumber yang ada dan dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah.
Mengacu pada pratikum yang telah dilakukan oleh peneliti selama empat bulan yakni sejak bulan oktober 2010 sampai dengan bulan pebruari 2011 dinyatakan bahwa Kelurahan Babakan Ciamis memiliki keluarga miskin yang relatif besar sehingga memerlukan penanganan masalah secara bertahap dan berkesinambungan. Penanganan masalah kemiskinan ini ditempuh dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat dan melibatkan kelompok sasaran guna menjawab perinasalahan yang dihadapi oleh keluarga miskin.
Sehubungan dengan hal diatas maka penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti berdasarkan pada kelanjutan dari kegiatan pratikum dan pada kegiatan pratikum terdahulu peneliti telah mengambil lokasi di wilayah Kelurahan Babakan Ciamis Kecamatan Sumur Bandung khususnya kemiskinan di RW 03 dan dapat dijelaskan sebagai berikut:
RW 03 memiliki 329 KK clan 100 KK tergolong miskin dan mereka rata rata memiliki pekerjaan sebagai pedagang informal. Pedagang informal yang dimaksud dalam hal ini adalah mereka berjualan di depan rumah mereka sendiri. Pedagang informal yang terdapat di Rw 03 mayoritas adalah kaum perempuan.
Para pedagang informal yang mayoritas para perempuan ini dalam hal pendapatan masih tergolong relatif rendah dan pendapatan ini hanya dapat dipergunakan untuk kebutuhan pangan saja. Sedangkan untuk kebutuhan lain seperti kebutuhan sandang, papan, pendidikan dan rekreasi belum dapat terpenuhi.
Minimnya pendapatan para pedagang informal disebabkan oleh modal untuk berdagang relatif sangat kecil sehingga volume dagangan dan jenis dagangan sangat terbatas.
Kaum perempuan saat ini menjadi tulang punggung dalam mencari naflcah bagi keluarganya yang disebabkan oleh para suami mereka terkena imbas dampak pemutusan hubungan kerja dan akibat pemutusan hubungan kerja ini para suami mengalami putus asa dalam mencari pekerjalain.
Penyebab dari sulitnya mencari pekerjaan karena pendidikan para suami tergolong relatif rendah dan tidak memiliki ketrampilan yang dibutuhkan oleh bursa tenaga kerja.
Selain itu masyarakat rukun warga 03 memiliki budaya hidup atau prinsip "kumaha engke" yang mengakibatkan malas untuk berusaha yang dalam hal ini terjadi pada para suami yang sudah dilanda frustasi karena selalu gagal mendapatkan pekerjaan dan karena PHK.
Proses pemberdayaan yang telah dilakukan kepada masayarakat adalah pemberdayaan kepada perempuan sebab mayoritas perempuan menjadi tulang punggung bagi keluarga setempat hal ini disebabkan oleh faktor pengangguran yang ada di wilayah Kelurahan Babakan Ciamis karena PHK (pemutusan hubungan kerja) dan faktor budaya yakni budaya malas untuk mencari pekerjaan lain atau pekerjaan sampingan.
Proses pemberdayaan dilakukan dengan memanfaatkan aset-aset yang dimiliki masyarakat masyarakat dan melibatkan masyarakat dalam mengatasi permasalahan- permasalahan yang dihadapi oleh mereka. Adapun aset-aset yang dimiliki masyarakat antara lain adalah :
l. Adanya kesadaran dari masyarakat untuk memerangi kemiskinan di keluarga mereka.
2. Adanya keinginan untuk membuat sebuah wadah yang dapat dipergunakan untuk membicarakan masalah-masalah mereka.
3. Adanya tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung dan memfasilitasi keinginan masyarakat.
4. Adanya keinginan dari masyarakat untuk mengumpulkan modal secara bersama dan dikelola secara bersama-sama.

Pada pratikum yang telah dilakukan oleh peneliti dilakukan dengan asesmen dan dari hasil asesmen diperoleh prioritas masalah tentang kurangnya modal usaha dan selanjutnya dilanjutkan dengan pembentukan kelompok Bhakti Ibu.
Alasan pembentukan kelompok ini didasarkan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat dan merupakan upaya untuk mengatasi kemiskinan di lingkungan warga setempat. Kelompok Bhakti I  terdiri dari para pedagang informal di lingkungan Kelurahan Babakan Ciamis Kecamatan Sumur Bandung.
Sampai dengan bulan Pebruari 2011 kegiatan utama kelompok ini untuk sementara menyelenggarakan kegiatan simpan pinjam dengan jumlah anggota sebanyak 25 orang pada bulan Januari 2011 dengan modal sebanyak Rp.800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) dan dari modal ini telah dapat dirasakan manfaatnya oleh 8 annggota dengan jumlah pinjaman Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) .
  1. Fokus Penelitian
Kegiatan dan Proses pemberdayaan masyarakat yang akan dilakukan melalui Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan Ciamis bertujuan untuk meningkatkan kapasitas para ibu ibu yang tergabung dalam kelompok Bahkti Ibu dalam pengentasan kemiskinan di keluarga dan lingkungan mereka sehingga mereka memiliki kemampuan dan kekuatan dalam meningkatkan kesejahteraan mereka serta bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang memperngaruhi mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui. memahami dan menggali sejauhmana kondisi dan situasi tentang fungsi kelompok Bhakti Ibu antara lain tentang misi kelompok, visi kelompok, norma-norma kelompok, pembagian tugas dalam kelompok, cara para anggota kelompok mengakses informasi dan struktur organisasi.
Untuk menjawab bagaimana kondisi dan situasi diatas maka dilakukan kegiatan pemberdayaan melalui Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis, sehingga mereka memiliki kemampuan dan kekuatan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, kemampuan memanfaatkan kelompok serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dan keputusan keputusan yang memperngaruhi mereka.
Selanjutnya untuk mengetahui lebih dalam tentang dampak pemberdayaan masyarakat terhadap kapasitas warga miskin dalam pendayagunaan kelompok maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah : "Bagaimana Model Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan Di Kelurahan Babakan Ciamis?”. Untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian tersebut diajukan beberapa sub problematik sebagai berikut :
  1. Bagaimana karakteristik Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan Ciamis?
    • Bagaimana tujuan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis?
    • Bagaimana unsur-unsur pengikat yang ada di Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan Kelurahan Babakan Ciamis?
    • Bagaimana struktur Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis ?
    • Bagaimana program Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis?
    • Bagaimana Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis dalam menyusun dan mengimplementasikan aturan-aturan kelompok ?
    • Bagaimana pola komunikasi yang ada di Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan Kelurahan Babakan Ciamis?
    • Bagaimana para anggota Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis dalam mengakses informasi?
    • Bagaimana jaringan kerja (networking) Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis?
  1. Bagaimana rancangan model Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan Ciamis?
  2. Bagaimana implementasi model Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan Ciamis ?
  3. Bagaimana hasil implementasi model Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan Ciamis?
  4. Bagaimana penyempurnaan model akhir Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan Ciamis?
  1. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
  1. Membuat Model Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis.
  2. Meningkatkan Kapasitas Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis.
  3. Mendayagunakan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis
Manfaat penelitian adalah :
  1. Terpenuhinya kebutuhan anggota kelompok Bhakti Ibu dalam modal usaha.
  2. Meningkatnya kemampuan dalam pengelolaan administrasi kelompok Bhakti Ibu
  3. Meningkatnya pengetahuan penggurus dalam pengelolaan organisasi kelompok Bhakti Ibu
  1. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
  1. Ruang Lingkup Penelitian.
Ruang lingkup penelitian ini yang terkait dengan Pemanfaatan Papasitas Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan Ciamis Kecamatan Sumur Bandung antara lain untuk mengetahui tentang kekuatan personal kelompok, menemukan sumber-sumber personal kelompok, menemukan kekuatan gabungan (kolektif), kontrak antar anggota dalam kelompok, cara kelompok memberikan ganjaran pada setiap anggota kelompoknya, posisi setiap anggota kelompok, aktulisasi diri setiap anggota kelompok, ketrampilan yang dimiliki oleh kelompok dan kemampuan setiap anggota kelompok dalam mengakses informasi.
  1. KeterbatasanPenelitian
Pembatasan dalam penelitian ini hanya mengkaji aspek-aspek yang terdapat dalam Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis. Pembatasan ini perlu dilakukan oleh peneliti supaya penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam, selain itu juga mengingat adanya keterbatasan peneliti soal waktu, dana. Penguasan teori serta pengalaman dalam kegiatan penelitian ini.
  1. Kajian Pustaka.
  1. Tinjauan Tentang Kemiskinan
Masalah kemiskinan merupakan isu sentral di tanah air terutama setelah Indonesia dilanda oleh krisis multidensial yang memuncak pada periode 1997-1999 yang dikenal dengan era globalisasi.
Krisis multidemensial yang dimaksud sangat terkait dengan ketidakberdayaan orang miskin dalam lingkaran siklus kemiskinan yang bersifat spiral artinya orang miskin yang disebabkan oleh faktor ekonomi karena orang miskin tersebut tidak mampu mengakses sumber struktural (sumber daya manusia relatif rendah dan tidak memiliki ketrampilan yang dibutuhkan oleh bursa tenaga kerja) akibatnya mereka menganggur dan kebutuhan keluarga tidak terpenuhi (pendapat rendah). Hal ini akan mengakibatkan mereka menderita kemiskinan sosial dikarenakan tidak memiliki status sosial.
Dampak dari kemiskinan multidensial mengakibatkan kelumpuhan ekonomi, sosial dan terjebak dalam distribusi yang tidak adil di bidang struktural namun demikian orang miskin juga memiliki keterbatasan-keterbatan yang mengakibatkan mereka semakin terpuruk dalam menghadapi krisis moneter yang berkepanjangan.
a. Pengertian Kemiskinan
Menurut Heru Nugroho (1995:38) kemiskinan adalah hasil produk dari konstruksi sosial, sehngga yang dilakukan justru menimbulkan dominasi baru atau terjadinya dialektika pembangunan. Sialektika pembangunan yang terjadi antara lain:
  1. Pembangunan yang diharapakan terjadi trikle down effect, justru menimbulkan trikle up effect karena daya sedot akumulasi capital lebih kuat ke pusat dibandingkan dengan pemertaan pembangunan melalui program-program anti kemiskinan;
  1. Pembangunan yang dilakukan hanya membebaskan “orang dari”, belum membebaskan”oang untuk”. Hal ini berarti bahwa pembangunan tersebut baru membebaskan didi dari rasa lapar, dan elum membebaskan diri untuk mengekspresikan kemmapuan diri dan mengoreksi pembangunan itu sendiri;
  2. Para akademisi terjebak dalam penelitian yang teknis sehingga rekomendasi bagi pengentasan kemiskinan hanya mencapai sasaran teknis, yang berupa dimensi kemiskinan yang bias diukur (material well being), dan tidak memperdayakan masyarakat itu sendiri, yang berupa social well being.
Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan tidak berdiri sendiri artinya kemiskinan dapat tercipta akibat adanya pembangunan dan pembangunan selalu membawa sisi yang berlawanan, satu sisi membawa perubahan (positif) satu sisi membawa dampak negatuf (ketergantungan dan ketidakmerataan) dan selama ini program pengentasan kemiskinan belum tepat sasaran dan program kemiskinan justru menimbulkan dampak ketergantunga sebab program tersebut hanya memberikan bantunan yang bersifat kotemporer saja.
Sasaran program ini adalah para sekelompok orang miskin yang notabene tidak memiliki asset, rentan dengan goncangan yang bersifat individual, tidak memiliki kekuasaan atas sumber, tidak mampu mengakses lapangan pekerjaan dan tidak memiliki modal ekonomi baik investasi finansial maupun investasi non finansial.
Senada dengan hal ini maka dapat diselaraskan dengan pendapat dari Sutanyo (2005:4) ciri-ciri kemiskinan sebagai berikut :
  1. Mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi, sendiri: tanah yang cukup, modal ataupun ketampilan.
  2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. syarat berat dan bunga yang amat tinggi.
  3. Waktu untuk mencari makan sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar. Demikian juga dengan anak-anak mereka, tak dapat meyelesaikan sekolah karena harus membantu orang tuanya mencari nafkah tambahan.
  4. Didorong oleh kesulitan hidup di desa, maka banyak di antara mereka mencoba berusaha ke ota (urbanisasi) untuk mengadu nasib.
  5. Banyak di antara mereka yang yang hidup di kota masih muda dan tidak mempunyai ketrampilan atau skill da pendidikan.

Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa orang miskin tidak memiliki faktor produksi dan meskipun mereka memiliki faktor produksi yang dimiliki umumnya sedikit, sehingga untuk memperoleh pendapat menjadi sangat terbatas. Waktu mereka sebagaian besar tersita untuk bekerja sehingga mereka tidak mampu mengenyam pendidikan bahkan waktu untuk keluargapun sangat relatif rendah. Pendapatan yang diperoleh tidak cukup memperoleh tanah gararapan atau pun modal usaha.
Sementara mereka pun tidak memiliki syarat untuk terpenuhunya kredit perbankan, seperti jaminan kredit dan lain-lain, yang mengakibatkan mereka berpaling ke lintah darat yang biasanya untuk pelunasannya meminta syarat-syarat berat dan bunga yang amat tinggi.
Orang miskin banyak mengadu nasib ke kota tanpa bekal ketrampilan dan sumber daya manusia yang relative masih rendah sehingga mereka tidak dapat mengisi lowongan pekerjaan yang dibutuhkan oleh bursa tenaga keraja. Di Negara yang sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa itu. Apabila di Negara maju pertumbuhan industry menyertai urbanisasi dan pertmbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota, proses urbanisasi di Negara sedang berkembang tidak sejajar dengan proses penyerapan tenaga kerja dalam perkembangan industry. Bahkan, sebaliknya, perkembangan tekhnologi di kota-kota Negara berkembang justru menampik penyerapan tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah ke kota terdampak dalam kantong-kantong kemelartan (slumps).
Menurut Kartasasmita (1997 : 234) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan.
Pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa kemiskinan sesungguhnya adalah ekses dari sebuah pembangunan, dimana pembangunan tidak selalu membawa sebuah progresi di bidang kesejahteraan sosial tetapi justru menimbulkan ekses lain (negatif) sebab dengan adanya pembangunan akan menumbuhkan sektor industri dan sektor industri akan menjadi daya tarik bagi para pencari kerja yang berasal dari perdesaan tetapi mereka tidak memiliki ketrampilan dan sumber daya yang dibutuhkan oleh bursa tenaga kerja sehingga mengakibatkan mereka menjadi penggangguran di perkotaan.
Dalam skala besar pengannguran akan membawa dampak keterbelakangan (depresi,putus asa,kriminalitas, eksploitasi dan bekerja tanpa kontrak kerja) sehingga hal ini akan menciptakan ketimpangan sosial yang akan menjadi dasar dari kecemburuan sosial di kalangan masyarakat.
b. Indikator Kemiskinan
Indikator untuk menentukan fakir miskin yang dimaksud menurut Departemen Sosial RI, ( 2005 : 13-14 ) sebagai berikut:
  1. Penghasilan rendah, atau berada dibawah garis sangat miskin yang dapat diukur dari tingkat pengeluaran per orang per bulan berdasarkan standar BPS per wilayah propinsi dan Kabupaten Kota.
  2. Ketergantungan pada batuan pangan untuk penduduk miskin (seperti zakat/beras untuk orang miskin/santunan sosial).
  3. Keterbatasan kepemilikan pakaian untuk setiap anggota keluarga per tahun (hanya mampu memilki 1 stel pakaian lengkap per orang per tahun)
  4. Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit.
  5. Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak-anaknya
  6. Tidak memilki harta (asset) yang dapat dimanfaatkan hasilnya atau dijual untuk membiayai kebutuhan hiodup selama tiga bulan atau dua kali batas garis sangat miskin.
  7. Tinggal dirumah yang tidak layak huni.
  8. Sulit memperoleh air bersih.
Dari indikator kemiskinan diatas dapat disimpulkan bahwa orang miskin memiliki keterbatasan dalam kepemilikan asset dan keterbatasan dalam mengakses system sumber pelayanan social dan hal ini menyebabkan orang miskin tidak mampu mengatasi permasalahan yang mereka hadapi serta orang miskin sangat mengantungkan hidupnya pada bantuan program pengentasan kemiskinan sehingga hal ini membuat mereka semakin terpuruk dengan kondisi yang melilit mereka.
c. Penyebab Kemiskinan
Sutandyo (2005:8) mengatakan faktor yang melatarbelakangi, akar penyebab kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua katagori:
Pertama, kemiskinan alamiah, yakni kemiskinan yang timbul sebagai akibat sumber-sumber daya yang langka jumlahnya dan atau karena tingkat perkembangan teknomogi yang sangat rendah.
Kedua, kemiskinan buatan, yakni kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak mengusai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas anggota masyarakat dari kemiskinan.”

Kemiskinan alamaiah artinya faktor-faktor yang menyebabkan suatu kekayaan masyarakat menjadi miskin adalah secara alami memang ada, dan bukan bahwa akan ada kelompok atau individu di dalam masyarakat tersebut yang lebih miskin dari yang lain. Mungkin saja dalam keadaan kemiskinan alamiah tersebut akan terdapat perbedaan-perbedaan kekayaan, tetapi dampak perbedaan tesebut akan diperlunak atau dieleminasi oleh adanya pranata-pranata tradisional, seperti pola hubungannya jiwa gotong royng, dan sejenisnya yang fungsional untuk meredam kemungkinan timbulnya kecemburuan sosial
Kemiskinan buatan dalam banyak hal terjadi bukan karena seorang individu atau anggota keluarga malas bekerja atau karena mereka terus menerus sakit. Berbeda dengan perpeksif modernisasi ang cenderung memvonis kemiskinan bersumber dari lemahnya etos keja, tidak dimlikinya etika wirausaha atau karena budaya yang tidak terbiasa dengan kerja keras. Kemiskinan buatan diidentikkan dengan pengertian kemiskinan structural dan yang dimaksud dengan kemiskinan structural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-smber pendapatkan yang sebenanta tersedia bagi mereka.
  1. Dampak Kemiskinan di Perkotaan
Menurut Bappenas dampak kemiskinan di perkotaan adalah kesulitan memenuhi kebutuhan makan, kesulitan membiyai pendidikan, kesulitan mencari nafkah, putus sekolah kesulitan biaya pengobatan, kesulitan memenuhi kebutuhan perumahan, keterkucilan, kesulitan modal, pekerja anak, hidup susah, ketidaktenangan, kriminalitas meningkat dan terlilit hutang.
Mengacu pada pendapat diatas bahwa kemiskinan dapat mengakibatkan kompleksivitas permasalahan sosial dan menciptakan patologi sosial dalam bentuk lain sehingga mengakibatkan orang miskin semakin terjebak dalam lingkaran kemiskinan.
  1. Strategi Penanganan Kemiskinan
Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.
Bertolak dari paparan tersebut, Huraira (2008) bahwa dalam menyikapi permasalahan kemiskinan, strategi yang harus dilakukan untuk mengatasinya adalah sebagai berikut :
      1. Karena kemiskinan bersifat multidimensional, program pengentasan kemiskinan seyogyanya juga tidak hanya memprioritaskan aspek ekonomi tetapi memperhatikan dimensi lain.
      2. Untuk meningkatkan kemampuan dan mendorong produktivitas, strategi yang dipilih adalah peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin.
      3. Melibatkan masyarakat miskin dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, bahkan pada proses pengambilan keputusan
      4. Strategi pemberdayaan.

Dalam kaitan ini, Ginandjar Kartasasmita menyatakan, upaya memberdayakan masyarakat setidak-tidaknya harus dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
1) menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang dengan titik tolak setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi (daya) yang bisa dikembangkan,
2) memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat,
3) memberdayakan pula mengandung arti melindungi. Artinya, proses pemberdayaan harus mengantisipasi terjadinya yang lemah menjadi makin lemah.

Pendapat diatas dapat diartikan bahwa stratergi penangan kemiskinan yang paling efektif adalah memberdayakan orang miskin melalui penggalian potensi, mengoptimalkan potensi dan mengembangkan potensi mereka serta mendekatkan mereka dengan system sumber yang ada disekitar wilayah mereka. Hal ini memiliki tujuan agar orang miskin memiliki kekuasaan harga diri mereka dan memiliki kekuatan dan kekuasaan atas sumber-sumber yang ada di wilayah mereka sehingga mereka mampu memecahkan masalah-masalah mereka dan dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupan mereka. Jika orang miskin diberikan kekuasaan atas pengelolaan sumber maka mereka akan dapat meningkatkan ekonomi, social dan mereka akan dapat ikut berperan dalam sistem (struktural
    1. Kemiskinan Dalam Perspektif Pekerjaan Sosial
Secara konseptual pekerjaan sosial memandang bahwa kemiskinan merupakan persoalan-persoalan multidimensional, yang bermatra ekonomi-sosial dan individu-struktural (Suharto, 2005).
Berdasarkan perspektif ini, ada tiga kategori kemiskinan yang menjadi pusat perhatian pekerjaan sosial, yaitu
    1. Kelompok yang paling miskin (destitute) atau yang sering didefinisikan sebagai fakir miskin. Kelompok ini secara absolut memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan (umumnya tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta tidak memiliki akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
    2. Kelompok rentan (vulnerable group). Kelompok ini dapat dikategorikan bebas dari kemiskinan, karena memiliki kehidupan yang relatif lebih baik ketimbang kelompok destitute maupun miskin. Namun sebenarnya kelompok yang sering disebut ”near poor” (agak miskin) ini masih rentan terhadap berbagai perubahan sosial di sekitarnya. Mereka seringkali berpindah dari status ”rentan” menjadi ”miskin” dan bahkan ”destitute” bila terjadi krisis ekonomi dan tidak mendapat pertologan sosial.
    3. Kelompok miskin (poor). Kelompok ini memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan namun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar (misalnya, masih memiliki sumber-sumber finansial, memiliki pendidikan dasar atau tidak buta huruf).

Terkait dengan paparan tersebut, lebih lanjut Suharto (2005), bahwa strategi penanganan kemiskinan pekerjaan sosial terfokus pada peningkatan kemampuan orang miskin dalam menjalankan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan statusnya. Demikian pula intervensi pekerjaan sosial senantiasa melihat sasaran perubahan (orang miskin) tidak terpisah dari lingkungan dan situasi yang dihadapinya (person-in-environment dan person-in-situation). Keberfungsian sosial merupakan konsepsi yang penting bagi pekerjaan sosial karena merupakan pembeda antara profesi pekerjaan sosial dengan profesi lainnya. Oleh karena itu, pendekatan pekerjaan sosial dalam menangani kemiskinan juga pada dasarnya harus diarahkan untuk memingkatkan keberfungsian sosial (social functioning) masyarakat miskin yang dibantu.
Konsep keberfungsian sosial pada intinya menunjuk pada ”kapabilitas” (capabilities) individu, keluarga atau masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkungannya. Konsepsi ini mengedepankan nilai bahwa klien adalah subyek pembangunan; bahwa klien memiliki kapabilitas dan potensi yang dapat dikembangkan dalam proses pertolongan, bahwa klien memiliki dan atau dapat menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumber yang ada di sekitar dirinya.
Dan berkaitan dengan hal tersebut diatas maka kinerja pekerjaan sosial dalam melaksanakan meningkatkan keberfungsian soial dapat dilihat dari beberapa strategi pekerjaan sosial sebagai berikut :
        1. Meningkatkan kemampuan orang dalam menghadapi masalah yang dialaminya.
        2. Menghubungkan orang dengan sisem sumber dan jaringan sosial yang memungkinkan mereka menjangkau atau memperoleh berbagai sumber pelayanan dan kesempatan.
        3. Meningkatkan kinerja lembaga-lembaga sosial sehingga mampu memberikan pelayanan sosial secara efektif, berkualitas dan berperi kemanusian.
        4. Merumskan dan mengembangkan perangkat hukum dan peraturan yang mampu menciptakan sistuasi yang kondusif bagi tercapainya kemerataan ekonomi dan keadilan sosial.

Pekerjaan sosial sebagai profesi utama dalam usaha kesejahteraan sosial memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengatasi masalah kemiskinan. Tugas dan tanggung jawab pekerjaan sosial adalah memperbaiki dan meningkatkan kemampuan masyarakat miskin, agar mereka dapat berfungsi sosial atau dapat menjalankan tugas-tugas kehidupannya dengan baik, yakni tugas dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Selain itu, pekerjaan sosial juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menciptakan situasi-situasi sosial bagi kehidupan mereka.
Menurut Skidmore dalam Soeharto (2005::28) “ fokus utama pekerjaan sosial adalah meningkatkan keberfungsian sosial melalui intervensi yang bertujuan dan bermakna.Keberfungsian sosial merupaka konsepsi penting dalam pekerjaan sosial dan itu yang membedakan dari profesi lain”.
Pekerjaan sosial dalam menjalankan pekerjaan yang bertujuan membantu individu, kelompok dan masyarakat yang mengalami hambatan-hambatan dalam menjalankan tugas-tugas kebihupan atau mengalami hambatan keberfungsian sosial, selain membantu mencarikan alternatif-alternatif pemecahan masalah harus pula memperhatikan interaksi sosial klien yang dapat dipergunakan untuk menyusun strategi pemecahan masalah-masalah sosial klien, memberdayakan/memberi kekuasaan pada klien untuk dapat memilik alternatif-alternatif pemilihan pemecahan masalah-masalah yang mereka hadapi, meningkatkan dan menggali potensi-potensi klien, memperbaiki keberfungsian sosial klien/meminimalisir hambatan-hambatan dengan cara mendekatkan klien dengan sistem-sistem sumber yang dapat dimanfatkan untuk memecahkan masalah, dan mempercepat klien mewujudkan harapan-harapan/tujuan-tujuan yang hendak dicapai.dalamnya significant others”
Prinsip yang diemban oleh profesi pekerjaan sosial yaitu ”To help people to help them selves”,. dalam konteks ini, kemiskinan apabila dikaitkan dengan peranan seorang pekerja sosial diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping, bukan sebagai penyembuh atau pemecah masalah (problem solver) secara langsung. Hal ini dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara kelompok miskin dan pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan serta dalam bekerja pekerja sosial bekerja dengan menggunakan tiga kerangka yakni dengan menggunakan nilai, ilmu, dan ketrampilan.
  1. Tinjuan Tentang Pemanfaatan Kelompok
          1. Pengertian Pemanfaatan Kelompok
Pemanfaatan kelompok dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai supaya untuk menuju sesuatu yang memiliki manfaaan dan terkait dengan hal ini maka yang dimaksudkan dengan pemanfaatan kelompoknya adalah menggunakan segala daya upaya dan menggali semua kekuatan dan mengoptimalkan seluruh kekuatan yang dimiliki oleh suatu kelompok dalam pencapaian tujuan yang meliputi interaksi efektif, komunikasi yang intensif dan keterpaduan dalam pemecahan masalah sehingga tujuan kelompok dapat tercapai sesuai dengan rencana dan dalam waktu yang relatif singkat.
Pendapat diatas dapat diartikan bahwa untuk mencapai tujuan dapat dilakukan dengan memanfaatkan kelompok yang sudah ada yakni melalui komunikasi yang intensif, interaksi yang efektif, persaingan yang sehat, kerjasama dan kekompakan dalam pengambilan keputusan sehingga tujuan kelompok mudahan dicapai dalam waktu yang relatif singkat.
Menurut pendapat dari Huraerah (2006:7) “pemanfaatan kelompok terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan-kekuatan yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok dimana setiap para anggotanya memiliki kekuatan yang berbeda-beda akan tetapi kekuatan-kekuatan yang berbeda ini justru akan membentuk suatu kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan”
Mengacau pendapat diatas maka yang dimaksudkan dengan pemanfaatan kelompok adalah menggali dan mengoptimalkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki dan setiap individu yang bergabung dalam suatu kelompok dan kekuatan setiap individu tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama dalam mencapai tujuan bersama.
          1. Katagori Pemanfaatan Kelompok.
Menurut pendapat dari French dan Reven yang dikutip oleh Carolina Nitiprojo dan Jusman iskandar (1993”22-23) bahwa pemanfaatan kelompok dapat dikatagorikan menjadi tiga unsur menggunakan kekuatan di dalam kelompoknya, basis kekuatan dan pemecahan masalah yang dapat dijelaskan sebagai berikut
        1. Kekuatan kelompok terdiri dari kekuatan personal, menemukan sumber-sumber personal, menemukan kebutuhan gabungan dan melakukan kontrak.
        2. Basis kelompok terlihat dari kemampuan untuk memberikan ganjaran. Posisi di dalam kelompok atau organisasi, sebagai referensi dan memberikan informasi.
        3. Pemecahan masalah, terdiri dari kekuatan seimbang dan kompetensi.

Menemukan sumber-sumber personal yang dimaksudkan disini adalah setiap anggota kelompok wajin memberitahukan kepada anggota yang lain tentang sumber-sumber ini dapat dimanfaatkan secara bersama-sama dengan anggota kelompok yang lain dan dapat berguna untuk mencapai tujuan.
Sedangkan menemukan kebutuhan gabungan yakni secara bersama-sama menggali dan menemukan sumber-sumber potensi yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan dan dalam situasi ini secara bersama-sama kelompok menilai dan mencari informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan kelompok.
Melakukan kontrak yang dimaksudkan adalah setiap anggota kelompok mampu melakukan komunikasi yang baik dengan sesama anggota yang lain dan dapat saling menerima dan memberi dalam bentuk apapun baik berupa dukungan moril dan material.
Memberikan ganjaran adalah kelompok mampu memberikan hukuman dan penghargaan kepada setiap anggota secara adil dan merata sesuai dengan perbuatan dan hasil karya mereka .
Posisi yang dimaksud diatas adalah posisi seseorang atau karena seseorang memiliki tanggung jawab peran tertentu akan dapat merupakan basis dalam dirimya jadi dengan kata lain apabila seseorang memiliki posisi di dalam kelompok maka orang tersebut diartikan memiliki kekuatan.
Sebagai referensi dalam hal ini yang dimaksud adalah apabila anggota kelompok mengidentifikasi (mengaktulisasikan) dirinya atau menghendaki untuk memiliki kekuatan didalam kelompoknya karena mendapatkan lisensi dari ketua kelompoknya atau dari orang yang memiliki pengaruh pada kelompok tersebut.
Informasi yang dimaksudkan adalah bahwa setiap anggota berkewajiban memberikan informasi yang bermanfaat bagi kemajuan kelompoknya dan berhak mendapatkan informasi mengenai kelompoknya.
Pemecahan masalah ditempuh dengan cara bahwa kekuatan yang ada dalam kelompok seimbang dalam hal ini pengambilan keputusan harus secara bersama-sama yang ditetapkan berdasarkan keputusan bersama dan tidak ada ada penekanan dari pihak yang lain.
  1. Tinjauan Tentang Kelompok.
                1. Pengertian Kelompok
Menurut George Hotmas (1993:12) kelompok adalah kumpulan individu yang melakukan kegiatan, interaksi dan memiliki perasaan untuk membentuk suatu keselurahan yang terorganisir dan berhubungan secara timbal balik.
Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang dinamakan kelompok adalah kumpulan individu yang melakukan kegiatan bersama, melakukan hubungan baik yang bersifat formal maupun non formal, memiliki perasaan satu jiwa satu rasa dan semua komponen tersebut dikelola secara bersama-sama dan merupakan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.
Menurut Sherif Musarif (1996:14) yang dimaksud dengan kelompok sosial adalah merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri atas dua kelompok atau individu yang telah mengadakan interaksi sosial dengan intensif, terdapat pembagian tugas, struktur dan norma yang tertentu khas bagi kesatuan sosial tersebut.
Mengacu pada pendapat tersebut bahwa yang dimaksud kelompok sosial adalah berkumpulnya satu atau dua individu atau kelompok yang merupakan satu kesatuan yang mengadakan pertemuan yang rutin, terdapat pembagian tugas yang berfungsi untuk memudahkan penyelesaian tugas dalam bentuk kerjasama, porsi pembagian tugas berdasarkan posisi dalam kelompok yang terkait dengan peran dan status dalam kelompok tersebut, memiliki aturan-aturan yang telah disepakati bersama dan aturan-aturan ini membedakan dengan kelompok yang lain.
Menurut pendapat dari Soejono Soekanto (2006:5) bahwa yang dimaksud kelompok adalah suatu himpunan manusia yang memiliki persayaratan berikut ini : 1) Setiap anggota kelompok memiliki kesadaran bahwa dia bagian dari kelompok bersama; 2)Memiliki struktur sosial sehinnga keberlangsungan kelompok tergantung dari kesungguhan para anggotanya dalam melaksanakan perannya; 3) Memiliki norma-norma yang menyatukan hubungan para anggotanya; 4) Memiliki kepentingan bersama; 5) Adanya interaksi dan komunikasi diantara anggota.
Pendapat tersebut diatas menyiratkan bahwa yang dimaksud dengan kelompok adalah satu perkumpulan yang memiliki tujuan bersama dimana setiap anggotanya memiliki kesadaran atau keinginan menjadi anggota kelompoknya, terdapat atura-aturan yang disepakati bersama dalam bentuk komitmen, keberlangsungan kelompok tergantung pada setiap anggota dalam melaksanakan peran dan status yang dimilikinya dalam kelompok, adanya komunikasi dan hubungan secara kontinyu dan berkesinambungan.
Kelompok dapat juga diidentikkan sebagai sebuah organisasi sebab dalam kelompok terdiri dari beberapa orang yang memiliki solidaritas dan tujuan yang sama. Senada dengan hal ini Suharto (1997:335) berpendapat tentang organisasi lokal sbb:
“ organisasi lokal adalah lembaga kelompok atau organisasi yang ada dan terlibat dengan pembangunan di tingkat lokal (setempat) misalnya di desa/kelurahan atau unit unit kecil seperti kampung atau RW yang dibentuk secara sukarela dan mewakili kepentingan para anggotanya dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya baik dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan”

Pendapat tersebut diatas dapat diartikan bahwa lembaga kelompok yang dimaksud dapat berupa kelompok formal maupun informal (lokal) tergantung dari kebutuhan masyarakat setempat dan dengan bergabung dengan kelompok maka setiap anggota dapat menyampaikan aspirasi dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya seperti kebutuhan sosial ( terlibat dalam setiap kegiatan-kegiatan organisasi yang ada di lingkungan mereka, mengekspresikan diri, berani mengungkapkan pendapat, mendaparkan informasi dan memberi saran), ekonomi (meningkatkan pendapatkan keluarga dan pelatihan ketrampilan), kesehatan (pelayanan kesehatan secara berkala dan rutin) dan sangat mungkin juga mampu mengakses kebutuhan pendidikan
Ciri-Ciri Kelompok
Menurut Montona dan Hunt (1996:7) bahwa ciri-ciri kelompok berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut
    1. memiliki tujuan yang diaplikasikan dalam misi dan visi kelompok;
    2. merupakan kesatuan yang nyata yang membedakan dengan kelompok lain;
    3. memiliki norma,
    4. terjadi pertukaran informasi,
    5. memiliki struktur (terdapat peran dan status) dan
    6. memiliki komunikasi dan interaksi.

Tujuan dalam hal ini adalah terkait dengan misi dan visi dari kelompok tersebut, dalam misi terkandung semangat-semangat kelompok dan dalam visi terkandung rencana jangka panjang. Kelompok merupakan perkumpulan yang nyata dan memiliki ciri tersendiri yang membedakan dengan kelompok lain. Ada atuiran-aturan yang mengikat dan merupakan komitmen bersama dan wajib ditaati oleh setiap anggota kelompok dan pengurusnya. Dalam kelompok juga terdapat pertukaran informasi. Dalam kelompok terdapat peran-peran yang tidak sama dan peran ini sangat terkait dengan status seseorang dalam kelompok tersebut.
Menurut Sherif Musafir yang dikutip oleh Santoso (2008:7) mengatakan bahwa ciri-ciri kelompok berikut
  1. Adanya keinginan yang sama yang mengakibatkan interaksi sosial;
  2. Adanya kemampuan (kekuatan) yang berbeda diantara anggota kelompok;
  3. Adanya pembagian tugas yang berdasarkan dari peranan dan kedudukan
  4. Adanya aturan-aturan yang disepakati bersama

Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam kelompok terdapat interaksi (hubungan) baik secara formal maupun non formal dan hubungan berlandaskan pada keinginan yang sama, adanya kekuatan yang berbeda-beda yang dimiliki oleh setiap anggota kelompok akan tetapi keinginan yang berbeda ini jika digabungkan akan menjadi kekuatan kelompok mereka yang membedakan dengan kelompok lain. Terdapat pembagian tugas berupa pendelegasian tugas yang kapasitasnya disesuaikan dengan peran dan kedudukan status seseorang di dalam kelompoknya. Terdapat norma-norma tertentu yang merupakan komitmen bersama dan wajib ditaati oleh setiap anggota dan pengurusnya.
Menurut George Hotmas (2000:8) ciri-ciri kelompok adalah sebagai berikut
  1. merupakan kesatuan yang nyata dan membedakan dengan kelompom lain;
  2. memiliki struktur;
  3. memiliki faktor pengikat;
  4. memiliki norma dan
  5. adanya interaksi dan komunikasi

Mengacu pada pendapat diatas yang merupakan bagian dari ciri kelompok adalah sebuah kelompok merupakan suatu kesatuan (perkumpulan) yang nyata dan perkumpulan ini memiliki ciri tersendiri yang membedakan dengan kelompok lainnya, dalam kelompok ini memiliki struktur yang terkait dengan peran setiap anggota kelompok dan status yang membedakan kedudukan setiap anggota kelompok, kelompok ini juga memiliki faktor pengikat berupa keinginan yang yang sama, merasa senasib sepenanggungan, memiliki kepentingan yang akan direflesikan dengan secara bersama-sama mencapai tujuan. Kelompok juga memiliki aturan-aturan tersendiri yang disusun secara bersama-sama dan merupakan komitmen bagi setiapo anggota kelompok dan para pengurusnya. Dan semua kegiatan-kegiatan kelompok ini berlandaskan pada hubungan baik secara formal dan formal secara berkesinambungan yang didukung oleh komunikasi yang teratur dan terus menerus baik secara berkala maupun secara terus menerus.
Menurut Thonies ( 2001: 7) ciri-ciri asosiasi adalah sebagai berikut1) direncanakan; 2) terorganisir; 3) ada interaksi terus menerus; 3) ada kesadaran kelompok;4) kehadiran yang konstan
Pendapat diatas memiliki makna bahwa ada juga ciri-ciri asosiasi yang dapat pula diterjemahkan sebagai ciri kelompok yakni direncanakan, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah semua kegiatan-kegiatan yang ada harus direncakan secara kolektif, berkesinambungan dan berjangka panjang, terdapat hubungan yang mengikatkan setiap anggota kelompok secara terus menerus baik dalam bentuk pertemuan formal maupun non formal, adanya kesadaran dari setiap anggota kelompok yang terkait dengan kebelangsungan keberadaan kelompok dalam jangka di masa datang dan setaip anggota aktifhadir dalam pertemuan-pertemuan maupun dalam setiap kegiatan-kegiatan kelompok.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas tentang ciri-ciri kelompok dapat disimpulkan sebagai berikut
              1. Memiliki tujuan kelompok
              2. Adanya unsur-unsur pengikat
              3. Adanya struktur kelompok yang didalamnya memuat tugas-tugas kelompok
              4. Memiliki program kelompok
              5. Memiliki aturan-aturan kelompok
              6. Pola interaksi
              7. Akses Informasi
              8. Networking (jaringan kerja)
Ciri-ciri kelompok diatas yang membedakan kelompok satu dengan kelompok yang lain sebab setiap kelompok memiliki ciri-ciri tersendiri yang tidak dimiliki oleh kelompok lain.
                1. Tugas dan Fungsi Kelompok
Pendapat dari Prima Suci (2009) tentang fungsi kelompok sebagai berikut
“fungsi kelompok antara lain adalah: 1) Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup karena, bagaimanapun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain; 2) Memudahkan segala pekerjaan, karena banyak pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan tanpa bantuan orang lain; 3) Mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban pekerjaan yang terlalu besar sehingga selesai lebih cepat, efektif dan efesian karena pekerjaan besar dibagi-bagi sesuai bagian kelompoknya masing-masing/sesuai keahlian; 4) Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat, karena setiap individu bisa memberikan masukan dan berinteraksi dan memiliki peran yang sama dalam masyarakat.”

Mengacu pada pendapat diatas bahwa seseorang bergabung dalam kelompok karena memiliki tujuan yang sama dengan kelompoknya yang dipilih oleh orang tersebut dan alasan untuk bergabung dalam kelompok antara lain untuk dapat mengungkapkan serta menyumbangkan aspirasinya.
Kelompok dianggap mampu untuk membantu memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi oleh orang tersebut. Dan dengan bergabung dalam kelompok maka seseorang mendapatkan alternatif-alternatif dalam proses pemecahan masalah yang sedang mereka hadapi dan masalah dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat dengan solusi terbaik.
Kelompok dapat pula berfungsi menciptakan distribusi keadilan bagi setiap anggotanya dalam penyampaikan pendapat saran, kritik baik secara tertulis maupun secara lisan dan hal ini dapat disampaikan melalui pertemuan formal dan non formal.
Iklim demokratis yang tercipta secara baik dalam kelompok akan meningkatkan peran setiap anggota kelompok dalam setiap kegiatan-kegiatan di lingkungan dimana mereka berdomisili dan hal ini membuat setiap anggota masayarakat mampu ikut berperan serta (berpartisipasi) di lingkungan internal dan eksternal mereka sekaligus mereka akan mampu mengakses sistem sumber yang ada di lingkungan mereka sehinga proses memecahan masalah akan terselesaikan dalam waktu yang relatif singkat dan langkah-langkah yang disusun oleh mereka lebih sistimatis dan terencana dengan baik.
                1. Dinamika Kelompok
Menurut Slamet Santoso (2004:7) bahwa yang dimaksud dengan dinamika kelompok adalah sbb:
“berbagai pihak menyadari pentingnya mempelajari dinamika kelompok karena beberapa alasan : 1) individu tidak mungkin hidup sendiri di dalam masyarakat; 2) individu tidak dapat berkarya sendiri dalam memenuhi kebutuhannya; 3) dalam masyarakat yang besar perlu adanya pembagian kerja agar pekerjaan dapat terlaksana dengan baik. Hal ini dapat terlaksana apabila dikerjakan dalam kelompok keci; 4) masyarakat yang demokratis dapat berjalan baik apabila lembaga social dapat bekerja dengan efektif; 5) semakin banyak diakui manfaat dan penyelidikan yang ditujukan kepada kelompok-kelompok”

Pendapat diatas dapat diartikan bahwa setiap orang tidak mungkin hidup sendiri sebab sebagai makluk sosial seseorang membutuhkan orang lain dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh mereka dan kelompok merupakan wadah dalam pembagian kerja, proses pemenuhan kebutuhan hidup, dengan terlibat dan menjadi anggota dalam kelompok seseorang dapat menyalurkan ide dan aspirasi mereka.
Keterlibatan seseorang ini dapat meningkatkan kualitas hidup mereka karena kebutuhan sosial meraka telah terpenuhi sebab mereka telah terlibat dalam setiap kegiatan-kegiatan dalam kelompoknya, Jika kebutuhan sosial mereka terpenuhi maka hal ini dapat menciptakan jaringan kerja (hubungan) yang dapat dimanfaatkan untuk mencari bantuan dalam proses pemecahan masalah mereka. Dengan demikian hal ini akan mendorong lembaga sosial yang ada disekitar mereka lebih aspiratif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat setempat.
  1. Metode Penelitian
        1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan pada latar alamiah. Fenomena sosial dalam pandangan kualitatif dipandang sebagai sesuatu yang tidak berdiri sendiri, bersifat dinamis dan penuh makna (Sugiyono: 2005).
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan (action research). Penelitian tindakan merupakan bentuk penelitian permasalahan tertentu dan membantu praktisi dalam memperbaiki tugas-tugasnya (Alston: 1998; Neuman : 2000). Selain itu dalam upaya untuk lebih memahami tentang Penelitian tindakan Eliot dalam Zuriah (2003: 54) mengemukakan bahwa :
Penelitian tindakan merupakan kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas kegiatan yang ada didalamnya, seluruh prosesnya meliputi : telaah, asesmen, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan dampak, menjalin hubungan yang diperlukan antara evaluasi dan perkembangan profesional.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, penelitian tindakan merupakan penelitian yang menekankan pada pengujicobaan suatu ide kedalam sebuah praktek dalam skala mikro, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan untuk memperbaiki situasi sosial. Penelitian tindakan merupakan penelitian yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi dan kehidupan para partisipan. Asumsinya, bahwa penelitian ini mengembangkan pengetahuan dari pengalaman, dan bahwa setiap orang dapat memperbaiki kondisinya dengan cara menyadari dan mencoba untuk melakukan sesuatu terhadap kondisinya itu (Neuman : 2000).
Masih menurut Neuman (2000), ada beberapa tipe penelitian tindakan, yaitu penelitian biasa atau pengetahuan popular, penelitian yang terfokus pada kekuatan dengan tujuan pemberdayaan, penelitian yang bertujuan untuk membangun kesadaran atau meningkatkan kesadaran dan penelitian yang terikat secara langsung dengan aksi politik.
Secara konseptual dijelaskan bahwa peneltian ini meneliti suatu fenomena sosial yaitu berkaitan dengan pendayagunaan kelompok Bhakti Ibu dalam pengentasan kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis Kecamatan Sumur Bandung yang merupakan refleksi dari tahap pratikum yang telah dilakukan sebelumnya. Peneliti melakukan penelitian tindakan terhadap permasalahan tersebut dimana memberikan tindakan/kegiatan dengan harapan kegiatan tersebut mampu memperbaiki atau mengubah permasalahan yang ada agar memperoleh dampak nyata dari pelaksanaan tindakan/kekiatan yang dimaksud.
Pelaksanaan penelitian tindakan dilakukan dengan mengikuti tahapan dimulai dari tahap refleksi awal sampai dengan refleksi akhir. Setiap tahapan dilakukan secara berututan dan merupakan sebuah siklus spiral, dimana tahapan refleksi akhir dari siklus yang pertama dapat merupakan tahapan refleksi awal dan siklus berikutnya.
        1. Langkah-Langkah Penelitian
Berdasarkan langkah-langkah tersebut, disesuaikan dengan keadaan dilapangan maka langkah-langkah penelitian tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
          1. Refleksi Awal
Kegiatan refleksi awal dimulai dengan cara melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program sebelumnya yaitu pada saat pratikum. Kegiatan evaluasi dilakukan dengan cara memahami kondisi permasalahan setelah dilakukan intervensi pada saat pratikum, yaitu kondisi kelompok yang belum dapat berkembang dan belum dapat menjawab permasalahan tentang modal usaha mereka, hal tersebut berkaitan dengan kurangnya kemampuan kelompok bhakti ibu untuk memanfaatkan kelompoknya dalam pengentasan kemiskinan. Aspek-aspek yang akan diteliti adalah 1) tujuan kelompok;2)unsur-unsur pengikat; 3)Struktur; 4)program; 5)aturan-aturan; 6)pola komunikasi;7)akses informasi; 8)networking (jaringan kerja)
Kegiatan refleksi awal dilakukan dengan menggunakan teknik penggalian informasi melalui observasi, wawancara, diskusi kelompok dan studi dokumentasi.
          1. Perencanaan
Setelah mengetahui dan mendapatkan hasil refleksi awal, maka langkah selanjutnya melakukan perencanaan pelaksanaan program yang merupakan upaya untuk mengembangkankan suatu model pemanfaatan kelompok bhakti ibu dalam pengentasan kemiskinan.
Perencanaan dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu penentuan tujuan, penentuan sasaran, penentuan indikator keberhasilan dan penentuan langkah-langkah kegiatan dari model yang akan dilakukan.
Kegiatan perencanaan ini dilakukan dengan menggunakan strategi dan teknik ToP (Teknik of Patisipatory)
          1. Implementasi Program
Implementasi program merupakan tahap aksi pemanfaatan kelompok yang sesuai dengan tahap perencanaan program.
Pada tahap ini peniliti akan memainkan peran sesuai dengan situasi.
          1. Refleksi Akhir
Setelah melakukan proses implementasi maka langkah selanjutnya melakukan proses evaluasi akhir. Kegiatan evaluasi dilakukan terhadap proses dan hasil kegiatan. Pada kegiatan evaluasi proses ditujukan untuk mengetahui ketercapaian aspek-aspek kegiatan pada saat pelaksanaan kegiatan. Sedangkan hasil evaluasi proses ditujukan untuk mengetahui ketercapaian tujuan program sesuai dengan indikator keberhasilan program yang telah disusun sebelumnya, yaitu terkait aspek inputs (masukan), proses kegiatan (throughputs), aspek keluaran (outputs) dan aspek hasil (outcomes). Indikator ini diaplikasikan sesuai dengan alur penelitian kualitatif.
Kegiatan evaluasi akhir merupakan penyempurnaan model pemanfaatan kelompok Bhakti Ibu dan dilaksanakan melalui teknik observasi, wawancara dan diskusi kelompok terfokus dengan pihak-pihak yang terkait dalam implementasi kegiatan dan akan dipaparkan dalam bentuk data-data kualitatif dan sesuai dengan alur penelitian tindakan.

Untuk memperjelas langkah-langkah penelitian tindakan diatas maka langkah-langkah tersebut disajikan dalam bentuk skema operasional penelitian tindakan sebagai berikut
  1. Penjelasan Istilah
Judul Penelitian ini adalah Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Kelompo Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan Di Kelurahan Babakan Ciamis Kecamatan Sumur Bandung,
Istilah-istilah dalam judul penelitian diatas dapat dijelaskan berdasarkan pengertian peneliti adalah sebagai berikut :
  1. Kemiskinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi yang tidak menyenangkan yang dialami oleh kelompok masyarakat. Dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah kemiskinan kondisi yang dirasakan oleh para ibu pedagang informal yang tergabung dalam Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan Cimais karena ketidak mampuan mereka memenuhi kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kurangnya modal usaha.
  2. Pemanfaatan Kelompok yang dimaksud dalam peneltian ini terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan-kekuatan yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok dimana setiap para anggotanya memiliki kekuatan yang berbeda-beda akan tetapi kekuatan-kekuatan yang berbeda ini justru akan membentuk suatu kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan.
  3. Kelompok adalah berkumpulanya dua orang atau lebih untuk melakukan kegiatan bersama secara kolektif dan mereka memiliki kepentingan dan tujuan yang sama.
  1. Latar Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di RW 03 Kelurahan Babakan Ciamis Kecamatan Sumur Bandung. Adapun sasaran penelitian adalah Kelompok Bahkti Ibu baik penggurus dan anggotanya yang terlibat dalam program yang telah dilaksanakan selama peneliti melakukan praktikum untuk menemukan perbaikan kegiatan Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan.
  1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan primer. Jenis data sekunder adalah data yang diperoleh dan dianalisis dari study dokumnetasi dan data primer adalah data yang diperoleh dari informan secara langsung melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus dan pertemuan-pertemuan informal.
Sumber data sekunder diperoleh dari dokumentasi yang ada di Kelurahan Babakan Ciamis, Kepala Kelurahan,Aparat Kelurahan dan tokoh masyarakat. Data primer diperoleh dari penggurus kelompok Bhakti Ibu, anggota kelompok Bhakti Ibu, PKK, Ketua RT, Ketua RW dan pihak-pihak yang terkait dengan pemanfaatan kelompok Bhakti Ibu. Sumber data diatas berdasarkan purposive artinya bahwa sumber data memiliki tujuan untuk mengetahui permasalahan yang sedang dirasakan oleh masyarakat RW 03 oleh karena itu informan yang dipilih berdasarkan kriteria bahwa informan tersebut mengetahui permasalahan yang sedang diteliti dan terlibat aktif dalam kegiatan.
  1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan oieh peneiiti dalam penelitian ini adalah :
              1. Teknik wawancara mendalam (indepth interview)
Wawancara merupakan serangkaian interaksi verbal dalam mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan yang telah disusun secara sistematis dalam pedoman wawancara. Pedoman ini berguna sebagai alat kontrol agar pertanyaan yang diajukan sesuai dengan topik permasalahan. Wawancara mendalam merupakan proses pengumpulan data yang khusus dalam penelitian kualitatif yang dirancang untuk memperoleh gambaran dengan memfokuskan pada pertanyaan penelitian yang spesifik. Melalui teknik ini diharapkan peneliti dapat memperoleh informasi yang mendalam tentang permasalahan anggota kelompok Bhakti Ibu dalam pemanfaatan kelompok dan bagaimana hasil yang telah mereka rasakan setelah program yang mereka rencanakan dilaksanakan di lingkungan mereka. Peneliti juga ingin memperoleh gambaran mengenai hambatan-hambatan yang mereka rasakan selama mengikuti kegiatan program. Wawancara ini ditujukan untuk memperoleh gambaran tentang Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis.
              1. Community Involvement (CI)
Metode ini merupakan modifikasi yang dikembangkan dari metode partisipation observe dan oral history. CI dilakukan pada tahap awal kontak dengan masyarakat dengan tujuan untuk membangun kepercayaan dan membangun kerjasama dengan masyarakat.
Pelaksanaannya dilakukan melalui keikutsertaan peneliti mengikuti dinamika kegiatan masyarakat seperti terlibat langsung kagiatan pengajian, kerja bhakti, pembuatan aneka makanan kecil, pertemuan-pertemuan formal dan informal, arisan ibu-ibu dan dalam kegiatan proses penggalian masalah dengan menggunakan tekni MPA yang melibatkan seluruh komponen masyarakat dan serta proses pemecahannya melalui Program Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu (dilakukan bersama dengan masyarakat melalui kegiatan implementasi teknik ToP). dan tinggal bersama masyarakat.
Kebersamaan dengan masyarakat dilakukan dengan tinggal diwilayah mereka, selama tinggal dengan masyarakat waktu dipergunakan untuk antara lain mengumpulkan data dasar berkaitan dengan pemetaan (mapping profile) dan penggambaran tentang sumber yang dapat dipergunakan untuk pemanfaatan kelompok Bhakti Ibu (dengan menggunakan diagram venn) dan untuk mengetahui sejauh mana akses mereka terhadap sumber-sumber tersebut khususnya sumber yang dapat dimanfaatkan untuk pemecahan masalah mereka dan pengembangan jaringan.
              1. Teknik Studi dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mempelajari bahan bahan tertulis yang terdapat pada instansi-instansi terkait, serta literatur lain yang berhubungan dengan topik penelitian. Sebagai pelengkap teknik wawancara dan observasi, teknik ini ditujukan untuk melihat laporan-laporan kegiatan kelompok Bhakti Ibu sehingga peneliti dapat memperoleh gambaran kemajuan yang telah tercapai.
              1. Teknik Observasi
Mengamati apa yang dikerjakan oleh kelompok Bhakti Ibu dalam program, mendengarkan apa yng mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka. Pengamatan dilakukan secara partisipatif, dimana peneliti selain berperan sebagai pengamat juga berperan sebagai pendamping. Data yang dikumpulkan melalui observasi partisipatif adalah tentang gambaran awal kemampuan anggota kelompok Bhakti Ibu dalam pemanfaatan kelompok dan implementasi awal kegiatan yang diterapkan pada warga RW 03 Kelurahan Babakan Ciamis Kecamatan Sumur Bandung.
              1. Diskusi Kelompok Terfokus (FGD)
Untuk menemukenali masalah yang ada dimasyarakat, selain dengan teknik wawancara, praktikan menggunakan teknik diskusi kelompok terfokus, dimana yang menjadi fokus masalahnya telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian masalah yang diperoleh sesuai kebutuhan tersebut didiskusikan untuk ditindaklanjuti dengan perencaan dan intervensi bersama masayarakat.
Melalui kegiatan FGD ini peneliti ingin memperoleh pandangan- pandangan dari anggota dan pengurus kelompok Bhakti Ibu sehingga akan diperoleh informasi dan hambatan-hambatan dan jalan keluar yang disepakati bersama dalam menanggulangi hambatan-hambatan tersebut. Melalui proses diskusi akan diperoleh pertukaran informasi diantara para peserta sehingga informasi dapat saling melengkapi sehingga mampu memberikan penilaian yang rasional dan realistis dalam melihat persoalan.
  1. Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk menjamin keabsahan data yang diperoieh peneliti, maka dilakukan uji terhadap keabsahannya. Mengacu pada Sugiyono (2008: 270) teknik pemeriksaan keabsahan data yang akan digunakan meliputi:
  1. Uji Kredibility
Dalam uji kredibilitas dalam penelitian ini akan dilakukan dengan:
  1. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Menurut Sugiyono (2005:124) bahwa meningkatkan pengamatan bertujuan untuk menemukan ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal tersebut secara lengkap. Lexy J Moleong (2000:199) menyatakan bahwa ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-siri unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Penelitian secara terfokus dan tekun memungkinkan terungkapnya jawaban fokus penelitian, dengan kedalaman informasi yang bisa dipertanggungjawabkan.
  1. Triangulasi
Menurut Sugiyono (2005:125) triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, dengan berbagai cara dan dengan berbagai waktu. Pengecekan dengan triangulasi sumber data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperolah melalui beberapa sumber dan dalam penelitian ini pengecekan akan dilakukan kepada anggota dan pengurus kelompok Bhakti Ibu. Pengecekan dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (misal :wawancara, observasi dan dokumentasi). Pengecekan dengan triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan data yang diperoleh dalam waktu yang berbeda (misal: pagi, siang dan malam).
  1. Menggunakan Bahan Referensi
Menurut Sugiyono (2005:128) bahan referensi adalah adanya data pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan, misalnya hasil wawancara dan foto-foto.
  1. Uji Tranferability
Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat di terapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diarnbil. Peneliti dituntut dapat memberikan gambaran tentang laporan penelitian dengan uraian yang jelas, rinci, sistematis dan dipercaya, sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca. Tujuannya supaya pembaca dapat dengan jelas menangkap apa yang disajikan oleh peneliti dan ada kemungkinan orang lain menerapkan hasil penelitian ini dengan karakteristik masyarakat yang sama.
  1. Uji Dependability
Uji ini dilakukan dengan audit terhadap keseluruhan proses penelitian Dalam penelitian ini dependability dilakukan oleh auditor independen, yaitu Dosen pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.
  1. Uji Konfirmability
Uji ini hampir sama dengan uji dependability yaitu pengakuan terhadap hasil penelitian oleh orang banyak. Uji ini dapat dilakukan bersamaan dengan uji dependability dalam proses audit yang dilakukan oleh Dosen Pembimbing.
  1. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif, menurut Bogdan & Biklen dalam Moleong (2005: 248): Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah -milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Analisis kualitatif merupakan suatu proses yang harusdikemukakan secara rinci dan memerlukan penjelasan tehadap komponen-komponen yang ditemukan.
  1. Reduksi data (data reduction)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat, dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.
  1. Penyajian data (data display)
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan dan hubungan antar kategori. Miles & Huberman (1984) menyatakan " the most frequent from the display data for quantitative research data in the past has been narrative text". Yang paling penting digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
  1. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti mejadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.
  1. Langkah-langkah penelitian.

No
Kegiataan
Tahun 2012
Jan
Peb
Maret
April
Mei
Juni
1
Pengajuan Proposal






2
Seminar Proposal






3
Perijinan






4
Melakukan Penelitian






5
Membuat Laporan






6
Mengikuti Ujian KIKA








DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU:

Adimihardja, Kusnaka dan Harry Hikmat, 2004, Participatory Research Appraisal, “ dalam Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat”, Humaniora Utama Perss, Bandung
Ahmadi, Abu, 1991 Edisi Revisi, Ilmu Sosial Dasar “ Untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi Mata Kuliah Dasar Umum”, Rieneka Cipta, Semarang.
Chambers, Robert, Alih Bahasa M Dawam Rahardjo, Pembangunan Desa”Mulai dari Belakang”, LP3ES.
Dwi Heru Sukoco.1991.Profesi Pekerjaan Sosia dan Proses Pertolonagnyal.Bandung Kompma STKS
DEPSOS dan KOPMA STKS Bandung, 2003, Hasil Penelitian Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial , KOPMA STKS Bandung.
Huraerah, Abu, 2008, Cetakan pertama, Pengorganisasian Pengembangan Masyarakat “ Model dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan, Humaniora, Bandung.
Irwanto, 1998, Focus Discusiion (FGD), Pusat Kajian Pembangunan Masyarkat, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta
Ife,2003, Pengembangan Masyarakat dalam” Menciptakan Alternatif-alternatif Masyarakat-Visi, Analisis dan Praktik, Longman, Autralia Pty Ltd 1995.
ICMI Pusat, ICMI ORWIL DIY dan PPSK Jogjakarta, 1995, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Aditya Media, Jojakata
Johson, Doyle Paul, 19988 jilid I, disadur oleh Robert Lawang, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, P.Gramedia, Jakarta.
Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial, Vol5 No.1, Juni 2006, Kemiskinan Dalam Perspektif Pekerjaan Sosial, Instalansi Penerbitan STKS Perss, Bandung
Jurusan PSM STKS Bandung, 2008, Teknologi Pengembangan Masyarakat “ Manual Praktek 2” KOPMA STKS, Bandung
Netting, 2001, Alih Bahasa oleh Nelson Aritonang dan Hery Koswara, Social Work Makro Pratice, Logman
Rudhitho, Bambang, 2003, Akses Peran Serta Masyarakat “ Lebih Jauh Memahami Community Development” IKAPI, Jakarta.
Sutandyo, 2005, Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial” Ketika Pembangunan Tak Berpihak Kepada Rakyat Miskin, Airlangga University Press, Surabaya.
Soekanto, Soerjono, 1990 Edisi Baru Keempat, Sosiologi Suatu Pengantar, Fajar Interpratama Offset, Jakarta.
Suharto, Edi. September 2005 (cetakan pertama). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Bandung: Refika Aditama.
,,,,,....,Edi, 2009, Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia “ Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan, Alfabeta, Bandung
Sutarso, 1992, Praktek Pekerjaan Sosial, KOPMA STKS, Bandung.

CATATAN: menulis di blog berbeda dengan di microsoft jadi mohon maaf blum sempat mengedit sehingga tulisan belum rapi tetapi esensi dari proposal ini tetap utuh.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar