Sabtu, 28 September 2013

KOHESIVITAS KELOMPOK (TERJEMAHAN)


KOHESIVITAS  KELOMPOK 

Ilustrasi ....Kohesivitas memiliki arti kekompakan atau jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai keterpaduan/ keeratan namun demikian kata kekompakan lebih familiar di telinga kita....apalagi jika dihubungkan dengan kelompok maka kata kekompakan lebih terasa membumi... Ini adalah hasil terjemahan dari buku aslinya...saya sengaja menuangkan dalam blog agar memiliki manfaat bagi banyak pihak.......mohon kritikan dan  saran...terima kasih.

Keterpaduan/kekompakkan/kee-eratan
BAB INI AKAN MENDISKUSIKAN:
 1. Bagaimana keterpaduan merupakan sebuah hasil dari semua kekuatan yang menarik orang-orang ke kelompok.

 2. Bagaimana sebagian dari kekuatan ini, mencakup rasa menyukai, identifikasi dengan kelompok, dan kebutuhan psikologis, mempengaruhi keterpaduan yang didasarkan pada pemeliharaan.

 3. Bagaimana kekuatan lain, seperti kelompok dan atraksi/ketertarikan dan tujuan-tujuan pribadi terhadap aktivitas-aktivitas kelompok, mempengaruhi keterpaduan yang berbasis tugas.

 4. Bagaimana keterpaduan mempengaruhi variabel-variabel kelompok berbeda, seperti proses kelompok dan produktivitas.

 5. Apa yang kelompok  dapat lakukan untuk meningkatkan keterpaduan.

PENGENALAN

 " Keterpaduan" adalah suatu istilah yang menggambarkan salah satu dari variabel pemeliharaan kelompok-kelompok. Apa yang harus dikatakan jika sebuah kelompok bisa dikatakan sebagai kelompok yang kompak/terpadu? Seperti kebanyakan konsep, keterpaduan mudah untuk dikenali tetapi sukar untuk dijelaskan. Akan tetapi, orang-Orang yang dengan tidak sengaja memahami istilah tersebut, ia sukar untuk menjelaskannya dengan tepat ke semua orang.

Kelompok kompak mempunyai beberapa kualitas positif yang kita semua dapat kenali dan setujui. Sebagai contoh, kelompok kompak mempunyai suatu persepsi umum “we-ness." Terdapat suatu rasa persahabatan dan kesetiaan antar anggota kelompok. Kelompok juga mempunyai moril tinggi. Akan tetapi, merupakan suatu hal yang meragukan untuk menggunakan kualitas-kualitas ini untuk menejelaskan konsep konsep keterpaduan. Sebagai contoh, "moril" adalah suatu istilah yang dengan kata itu sendiri susah untuk dijelaskan. Dan juga, serangkaian daftar kualitas-kualitas tidak akan berguna sebagai sebuah definisi.

Kemudian, bagaimana kita dapat menggambarkan/menjelaskan keterpaduan? Para ilmuwan telah mengemukakan beberapa definisi untuk istilah ini. Akan tetapi, dalam buku ini, kita hanya akan mengadopsi salah satu dari usulan ini.

Definisi keterpaduan yang akan kita gunakan berasal dari "dinamika kelompok" sekolah para peneliti. Sekolah ini berkembang diera tahun 1950an dan merupakan suatu turunan dari pekerjaan seorang psikolog besar Kurt Lewin. Kita telah menguraikan sebagian dari pekerjaannya dalam Bab 2, dan kita akan berlanjut mengacu kepadanya dalam keseluruhan isi buku. Lewin mengemukakan suatu definisi keterpaduan yang memusatkan perhatian kita pada individu di dalam kelompok tersebut. Ia percaya bahwa istilah tersebut tergantung pada bagaimana anggota individu merasakan hubungannya dengan suatu kelompok tertentu.

Teori Lapangan

Hipotesis Lewin tentang kelompok merupakan bagian dari suatu proposal yang lebih umum yang ia sebut "teori lapangan." Teori lapangan menguji hubungan antara tujuan seseorang dan perilakunya dalam mengejar tujuan tersebut. Sebagai contoh, Ed ingin lulus dari perguruan tinggi dengan tanda jasa/hormat. Bagaimana cara ia berusaha ke arah tujuan tersebut dan kenapa ia bertindak seperti yang ia lakukan dalam rangka menjangkau hal tersebut?

Lewin mengemukakan suatu model dalam rangka mewakili hubungan antara tujuan dan perilaku ini. Model tersebut meliputi semua faktor yang mempengaruhi seseorang pada waktu yang ditentukan. Faktor ini terutama semata-mata psikologis, seperti kesan dan tujuan seseorang pada situasi yang dialami tersebut sekarang. Sebagai contoh, sebuah faktor bagi Ed bisa jadi bahwa kadang-kadang lebih menyenangkan untuk bermain bolabasket ketimbang belajar. Ed harus berhadapan dengan suatu kekuatan yang berlawanan yang ia pertimbangkan kesenangan sesaat dan sesuatu yang ia percaya merupakan suatu tujuan jangka panjang yang baik. Sebagai tambahan, Model Lewin's meliputi faktor-faktor biologis dan fisik yang secara signifikan mempengaruhi status psikologis seseorang. Sebagai contoh, Ed mungkin merasa sangat sakit suatu hari sehingga ia tidak bisa belajar sebanyak seperti yang ia fikir.

Lewin menyebut totalitas dari faktor-faktor ini ruang hidup seseorang. Gambar 3.1 menghadirkan suatu ruang hidup yang mungkin.

Faktor-faktor terdapat pada di pusat “daerah" di dalam ruang hidup seseorang. Faktor-faktor tersebut meliputi tujuan-tujuan yang mungkin dari orang tersebut, seperti halnya pengaruh-pengaruh lain. Area di dalam diagram menggambarkan daerah ini. Penempatan yang relatif di area tersebut menghadirkan hubungan yang ada antara orang (yang diberi label "P" pada model) dan berbagai faktor dalam hidupnya (yang diberi label "G"). Daerah dapat mempunyai kualitas “valensi” tambahan. Hal Ini adalah karakteristik yang menjijikkan atau menarik. Karakteristik tersebut mempunyai "kekuatan." Di dalam diagram panah melukiskan kekuatan tersebut di tempat kerja. Mereka mempengaruhi pergerakan orang tersebutt di sekitar ruang hidupnya.

Suatu daerah yang mempunyai valensi positif mempunyai label "+" pada model tersebut. Hal tersebut "menghasilkan" kekuatan yang mempengaruhi orang tersebut ke arah pusatnya. Sebagai perbandingan, daerah bervalensi negatif menciptakan kekuatan yang menghalangi kemajuan orang tersebut ke arah pusatnya. Hal tersebut mempunyai label "-" padanya. Sebagai contoh, diagram tersebut dapat menggambarkan suatu hari ketika Ed menemukan bahwa permainan bolabasket lebih atraktif baginya ketimbang ide belajar untuk suatu ujian. Ia mungkin telah berpikir bahwa ia sudah tahu materi ujian tersebut. Apapun juga perihalnya, pilihan ke studi menjadi "G-" dalam model tersebut. Ed ingin menghindari melakukan itu. "G+" yang mewakili permainan bolabasket. Seperti dapat anda lihat dengan jelas, semua panah menunjuk ke arah "G+"; Kecenderungan Ed adalah untuk main bolabasket pada hari tersebut. (Model Lewin diringkas dengan baik oleh Levinger, 1957.)

Teori Lapangan dan Keterpaduan

Seorang ahli teori lapangan percaya bahwa sebuah "kelompok" mempunyai suatu tempat khusus di dalam model ruang hidup. Hal tersebut terdapat pada pusat dari daerah kepunyaannya  sendiri pada setiap ruang hidup anggota kelompok. Sebagai contoh, suatu kelompok yang disebut "Kelompok Studi" mungkin terdiri dari Ed, Joan, Mike, dan Kim. Semua empat orang tersebut mempunyai situasi ruang hidup yang unik. Untuk masing-masing mereka, "Kelompok Studi" tersebut mempunyai suatu tempat spesifik di pusat area dalam ruang hidupnya. Area tersebut mempunyai suatu valensi yang tergantung pada tujuan anggota tersebut dan persepsi anggota mengenai ya atau tidaknya kelompok dapat memenuhi tujuan tersebut.

Jika seorang anggota kelompok merasa bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi tujuannya, kelompok tersebut menjadi atraktif. Hal tersebut mempunyai suatu valensi positif. Dapat terdapt berbagai tingkatan dari atraksi ini. Akan tetapi, kepada tingkatan bahwa kelompok tersebut mempunyai valensi positif sama sekali, kekuatan dalam ruang hidup anggota akan mengarahkan anggota tersebut ke arah daerah kelompok. Kekuatan ini meningkatkan atraksi anggota ke arah kelompok tersebut. Sebagai contoh, Ed mungkin ingin belajar matematika dalam lingkungan suatu kelompok. Lebih lanjut, Ed ingin berbicara dengan Kim, sebab ia tertarik kepadanya. Ia juga ingin berusaha lebih memahami para siswa yang bersikap serius tentang studi mereka. Ia melihat "Kelompok Studi" sebagai sesuatu yang dapat memenuhi tujuan tersebut. Dari semua berbagai tujuannya, dikombinasikan dengan persepsinya bahwa kelompok dapat memenuhinya dalam beberapa cara, bertindak sebagai kekuatan yang meningkatkan ketertarikan Ed terhadap "Kelompok Studi."

Keseluruhan keterpaduan suatu kelompok adalah jumlah dari kekuatan yang positif ini pada setiap ruang hidup anggota. Keterpaduan adalah "resultan dari semua kekuatan yang bertindak pada semua anggota untuk tetap tinggal di kelompok" (Cartwright, 1968, p. 91). Ini adalah definisi yang kita akan gunakan dalam buku ini.

Sebagai contoh, jika Joan dan Mike mempunyai tujuan yang sama dengan Ed, mereka juga mungkin mempunyai kekuatan yang kuat yang bekerja pada mereka yang menarik mereka kepada "Kelompok Studi." Dalam hal tersebut akan menjadi suatu kelompok yang sangat kompak. Akan tetapi, mungkin saja bahwa Kim tidak terlalu tertarik belajar dalam sebuah kelompok sebab dia sudah mengetahui matematika dengan baik sekali. Dia akan lebih suka untuk belajar sendiri. Atau barangkali dia telah mempunyai sekelompok teman yang sangat dia senangi. Dia tidak ingin mencari suatu kelompok orang-orang yang serupa, seperti yang dilakukan Ed. Dalam hal ini "Kelompok Studi" tidak akan sekompak seperti yang akan terjadi jika semua anggota mempunyai kekuatan yang kuat yang bekerja pada mereka untuk tetap tinggal dikelompok.
Kembali ke Bab 1 kita buat pembedaan antar enam perspektif yang ahli teori ambil bagi kelompok. Kita sebut salah satu dari hal ini pendekatan yang " motivasional". Para ahli teori sudut pandang motivasional melihat perilaku kelompok sebagai sebuah hasil dari faktor yang mendorong perilaku individu, seperti kebutuhan atau tujuan. Ide kekuatan Lewin's menggerakkan orang-orang di sekitar ruang hidup mereka adalah suatu contoh pendekatan yang motivasional.

Komitmen Anggota

Adalah penting bahwa kita tidak menjadi dibingungkan tentang perbedaan antara jumlah keseluruhan keterpaduan suatu kelompok dan masing-masing atraksi/ketertarikan anggota kepada kelompok tersebut. Betapapun, tidaklah masuk akal untuk memperbincangkan tentang keterpaduan individu. Untuk membuat pembedaan ini jelas, kita akan membedakan antara keterpaduan kelompok dan komitmen anggota kepada kelompok tersebut. Moreland dan Levine (1982) telah membahas gagasan komitmen anggota terhadap kelompok dengan sangat dalam. Dalam pandangan mereka, seorang anggota merasa terikat dengan kelompok tersebut pada tingkatan dimana anggota tersebut sedang menjadi apa yang mereka inginkan di kelompok tersebut kurang lebih dibanding yang akan mereka dapatkan dari  kelompok lainnya. Jika Mike merasa bahwa ia sedang menjadi lebih dari "Kelompok Studi" dibanding dari kelompok yang dapat diperbandingkan lainnya, ia akan tetap mendai seorang anggota. Jika Kim merasa bahwa dia bisa mendapatkan lebih dari kelompok lain, dia akan pergi.

Moreland dan Levine menguraikan bagaimana orang-orang mempertimbangkan yang sekarang, yang lampau, dan masa depan ketika memutuskan jika mereka tetap ingin menjadi seorang anggota dari suatu kelompok. Dengan kata lain, seseorang menimbang apakah salah satu anggota mendapatkan lebih dari kelompok tersebut dibanding dari  kelompok lainnya, jika seseorang memperoleh lebih dari kelompok tersebut dibanding dengan kelompok lain di masa lalu, dan jika seseorang berharap untuk mendapatkan lebih dari kelompok tersebut dibanding dari  kelompok lainnya  di masa yang akan datang ketika mereka membuat keputusan. Para ahli teori merasa bahwa secara umum, pengalaman yang sekarang merupakan hal yang paling utama dalam menentukan komitmen seseorang terhadap suatu kelompok, sebab apa yang sedang terjadi di saat ini secara normal adalah yang paling mencolok dalam pikiran masyarakat. Dengan cara yang sama, pengalaman masa lalu pada umumnya lebih penting dibanding harapan masa depan hanya karena hal tersebut adalah pengalaman riil yang orang-orang telah alami.

Akan tetapi ada pengecualian terhadap keadaan umum ini. Ketika seseorang baru saja bergabung dengan suatu kelompok, tidak ada pengalaman masa lalu, sehingga orang tersebut harus memutuskan berdasarkan pada harapan dan pengalaman kini mengenai masa depan tersebut. Yang sejalan, jika seseorang adalah siap untuk meninggalkan suatu kelompok, tidak ada masa depan, sehingga keputusan didasarkan pada pengalaman kini dan pengalaman masa lalu saja.

Walaupun Moreland Dan Levine tidak mempertimbangkan hal ini, hal tersebut diikuti dari analisa mereka bahwa tiap-tiap anggota membuat pertimbangan yang sama dan ini, sebagai hasilnya, masing-masing anggota mempunyai suatu tingkatan komitmen tertentu kesanggupan terhadap kelompok tersebut. Dengan begitu keterpaduan kelompok tergantung pada bagaimana masing-masing anggota berkomitmen kepada kelompok secara keseluruhan.

KETERPADUAN SEBAGAI SUATU VARIABEL KELUARAN

Keterpaduan adalah suatu variabel yang menarik untuk dipelajari sebab hal tersebut mempunyai suatu peran rangkap di dalam proses kelompok. Yang dengan jelas, hal tersebut berdiri sebagai salah satu variabel keluaran yang utama dalam proses kelompok. Suatu kelompok dapat menjadi kompak atau tidak kompak dari waktu ke waktu. Akan tetapi, sebagai tambahan, keterpaduan bertindak sebagai suatu variabel masukan yang mempengaruhi aktivitas kelompok kemudiannya. Anggota suatu kelompok kompak bertindak dengan cara yang berbeda bersama-sama dibanding anggota suatu organisasi yang tidak kompak. Karenanya, keterpaduan mempunyai suatu peran rangkap sebagai suatu variabel masukan dan suatu variabel keluaran.

Yang pertama kita akan mendiskusikan peran keterpaduan sebagai suatu variabel keluaran. Dalam melakukan hal ini, kita akan membuat suatu pembedaan antara dua aspek keterpaduan yang berbeda. Pembedaan telah dibuat oleh Tziner (1982) dan konsisten dengan tugas versus pembedaan pemeliharaan yang kita gunakan dalam buku ini. Satu aspek keterpaduan didasarkan pada anggota kelompok yang menyukai satu sama lain dan keinginan mereka untuk berada di kelompok tersebut. Kita akan sebut aspek ini keterpaduan "berdasarkan pemeliharaan". Sebagai contoh, beberapa orang dapat membentuk suatu kelompok sebab mereka tertarik satu sama lain. Satu alasan Joan ingin berada di dalam "Kelompok Studi" adalah sebab dia menyukai anggota lain. Satu alasan mungkin Mike ingin berada di dalam "Kelompok Studi" adalah sebab ia hanya menikmati pengalaman bersama-sama dengan orang lain.

Aspek keterpaduan lainnya didasarkan pada tingkat yang mana kelompok tersebut membantu anggotanya menjangkau tujuan penting atau mengambil bagian dalam aktivitas-aktivitas yang diinginkan. Kita akan sebut aspek ini keterpaduan "berorientasi tugas". Kadang-Kadang banyak anggota kelompok berbagi tujuan yang sama. Sebagai contoh, Ed, Joan, dan Mike menemukan pemikiran bahwa belajar dalam suatu kelompok menarik, sebab mereka berpikir hal tersebut akan membantu mereka memahami matematika dengan lebih baik. Kelompok tersebut memuaskan keinginan mereka untuk pemahaman ini. Sebagai tambahan, seorang anggota mungkin bergabung dengan sebab kelompok tersebut merupakan sebuah sarana untuk memuaskan "tujuan pribadi." Dengan kata lain, orang mencoba untuk menggunakan kelompok tersebut untuk mencukupi tujuan-tujuan yang tidak dibagi anggota lain. Sebagai contoh, Ed ingin bertemu Kim sebab ia menemukan dia menarik. Hal tersebut bukanlah suatu tujuan kelompok, tetapi Ed berpikir bahwa dengan bergabung dengan kelompok tersebut akan memuaskan keinginan ini.

Dalam Bab 1 kita membuat klaim bahwa keterpaduan adalah suatu variabel pemeliharaan. Pembaca mestinya tidak bingung dengan apa yang sedang kita  katakan  sekarang. Kita sedang mengakatakan bahwa ada dua aspek keterpaduan. Satu aspek adalah disebabkan oleh faktor berorientasi tugas dan aspek adalah disebabkan oleh faktor berbasis pemeliharaan. Hal ini tidak merubah fakta bahwa keterpaduan itu sendiri adalah suatu variabel pemeliharaan.

Keterpaduan Berbasis Pemeliharaan

Seperti yang telah kita catat, suatu keterpaduan kelompok diukur oleh jumlah total kekuatan yang menarik anggotanya kepada hal tersebut. Banyak sarjana sudah mempertimbangkan jumlah rasa menyukai di antara anggota sebagai yang paling penting terhadap kekuatan ini. Jika anggota tidak menikmati bersama dengan satu sama lain, mungkin akan sulit bagi mereka untuk tertarik kepada kelompok tersebut. Sesungguhnya, menurut Lott dan Lott (1965), seseorang tidak akan terlalu banyak kehilangan penjelasan "keterpaduan" secara sederhana sebagai tingkat dimana masing-masing anggota kelompok menyukai anggota satu sama lain. Para peneliti sudah biasanya bertindak seperti jika mereka setuju dengan mengakui hal ini. Di dalam suatu mayoritas kasus besar, para ilmuwan sudah benar-benar menggunakan "rasa menyukai" antar anggota sebagai ukuran dasar keterpaduan kelompok. Mereka dengan cara yang sama telah menggunakan rasa menyukai sebagai metoda utama yang menggerakkan keterpaduan. Karenanya, dalam praktek, kebanyakan ilmuwan bertindak seperti jika keterpaduan dan rasa menyukai adalah sama dalam suatu kelompok. Walaupun kita tidak memufakati klaim ini, kita mengenali letak pentingnya rasa menyukai dalam menentukan keterpaduan kelompok. Karena alasan ini, diskusi kita mengenai rasa menyukai akan menjadi luas.

Rasa menyukai

Banyak peneliti yang telah menguji proses-proses yang dapat mengarahkan seseorang untuk menemukan orang lain yang menyenangkan. Salah satu dari para peneliti ini, Newcomb (1960), menciptakan suatu metoda untuk mengelompokkanpertimbangan yang dapat mendorong kearah rasa menyukai seseorang atau membenci orang lain. Di dalam sistem ia, ada tiga "alasan" umum bahwa Orang A dapat menyukai atau tidak menyukai Orang B.

Penghormatan/kekaguman. Pertama, Orang A mungkin merasakan kualitas-kualitas tertentu di Orang B yang disukai orang A. Orang A juga dapat melihat berbagai hal yang ia atau dia tidak sukai. Kualitas ini mempengaruhi apakah A menyukai B. Hal tersebut adalah "alasan" spesifik untuk rasa menyukai, dan Newcomb mengelompokkannya bersama-sama. Ia memberi label kategori ini tingkat penghormatan/kekaguman yang ada antara dua orang.

Timbal balik. Ke dua, Orang A mungkin menyukai Orang B karena A percaya, pada kebalikannya, bahwa B seperti A. Efek lingkar ini dapat juga bekerja untuk membuat orang-orang tidak menyukai satu sama lain. Newcomb menyebut alasan ini timbal balik.

Kesamaan. Ketiga, Orang A mungkin menyukai atau tidak menyukai Orang B menurut kepada bagaimana Orang A memikirkan bagaimana Orang B merasakan topik yang sedang dalam pembicaraan tersebut. Jika A berpikir mereka setuju, A mungkin seperti B. Sebagai perbandingan, jika Orang A berpikir mereka tidak sependapat, A dapat tidak menyukai B. Hal ini merupakan suatu pertanyaan kesamaan perasaan mengenai X.

Sebelum kita mulai menguji alasan untuk rasa menyukai ini, kita harus dengan singkat menjelaskan ide akan kontak. Seperti kita ketahui, Orang A tidak bisa begitu saja menyukai Orang B kecuali pada pertamanya mereka bertemu satu sama lain.
Kontak

Orang-orang menyukai hanya orang-orang yang mempunyai kesempatan untuk bertemu. Klaim ini dengan tidak sengaja sangat jelas dan nyata. Meskipun demikian, kita mestinya tidak mengabaikan arti pentingnya. Telah banyak studi yang menguji pentingnya kontak sebab hal ini berhubungan dengan rasa menyukai, dan mereka pasti mempunyai beberapa hasil yang menarik.

Satu hal kita yang kita ketahui bahwa adalah bahwa rintangan orang-orang akan berhubungan dengan satu sama lain adalah suatu fungsi tingkat di mana mereka ditempatkan dekat satu sama lain. Kedekatan fisik ini adalah penting. Banyak studi yang telah menunjukkan persahabatan di sekolah atau tempat kerja lebih mungkin terbentuk antara orang-orang yang duduk berdekat dengan yang lain, sebagai kebalikan dari mereka yang duduk jauh sekali dari satu sama lain. Hal ini juga benar antar orang-orang yang tinggal berdekatan satu sama lain.

Penemuan ini jelas sekali relevan dengan rasa menyukai dalam kelompok kecil. Orang-Orang dalam kelompok tidak diragukan lagi berhubungan dengan satu sama lain. Oleh karena itu terdapat potensi disitu bagi anggota kelompok untuk menyukai satu sama lain, meningkatkan rintangan suatu kelompok kompak.

Pertemuan-pertemuan Awal dan Kemampuan Untuk Menyukai. Bagaimanapun, kontak dengan anggota lain di dalam suatu pengambilan keputusan kelompok adalah sering tanpa disengaja. Dapat mungkin terlihat bahwa kontak yang meningkat, ketika hal tersebut tanpa disengaja, akan juga meningkatkan rintangan dimana orang-orang akan tidak menyukai satu sama lain. Seseorang dapat berhipotesis bahwa anggota kelompok akan marah dipaksa bersama-sama. Akan tetapi, para ilmuwan telah menemukan bahwa rasa tidak menyukai secara relatif jarang ada antara kenalan baru. Tentu saja, nampaknya bahwa orang-orang berharap menyukai orang lain yang mereka temui. Tampaknya terdapat suatu penyimpangan pada orang-orang ke arah rasa menyukai satu sama lain sampai mereka menemukan suatu alasan baik untuk tidak melakukannya. Seseorang dapat berkata bahwa orang-orang menemukan satu sama lain " menyenangkan" sampai terbukti dengan cara lainnya.

Suatu studi yang dilakukan oleh Darley dan Berscheid (1967) menguji pemikiran ini. Studi mereka memimpin beberapa wanita untuk mengantisipasi bahwa mereka akan ambil bagian dalam suatu diskusi berpasangan. Topik tersebut aalah perilaku ketika berkencan. Para peneliti kemudian menunjukkan kepada wanita-wanita tersebut informasi tentang mitra "khayalan" mereka. Mereka juga menunjukkan data mengenai seorang peserta khayalan tambahan di dalam eksperimen tersebut. Dua bentuk informasi ini  adalah serupa. Studi tersebut kemudian meminta wanita-wanita tersebut untuk mengevaluasi peserta khayalan tersebut. Wanita-Wanita tersebut menyatakan lebih menyukai , seperti halnya suatu keinginan yang lebih besar akan bekerja bersama dengan "mitra" masa depan mereka dibanding dengan "wanita" khayalan lain”, di samping fakta bahwa data mengenai kedua wanita khayalan tersebut tadinya serupa.

Nampaknya bahwa antisipasi akan menemui seseorang mengarah kepada harapan rasa menyukai orang tersebut. Hal ini bekerja sedikitnya sampai informasi lebih lanjut  mengenai orang tersebut menjadi jelas. Studi menyiratkan bahwa, ketika seseorang menugaskan kita kepada suatu kelompok, kita biasanya datang ke pertemuan yang pertama dengan berharap menyukai anggota lain .

Penghormatan

Seperti yang kita katakan sebelumnya, alasan mengapa Orang A dapat menyukai Orang B adalah bahwa Orang A merasakan suatu kualitas tertentu dalam Orang B yang disukai Orang A. Secara sejalan, Orang A mungkin tidak menyukai Orang B sebab A melihat kualitas pada B yang tidak disukai A. Kita sebut persepsi yang kita punyai mengenai kualitas orang lain kesan kepribadian kita akan orang tersebut.

Kesan kepribadian mungkin faktor yang paling besar dalam rasa menyukai berjangka panjang. Kesan ini adalah gambaran mental yang kita punyai akan orang-orang. Gambaran mental ini terdiri dari uraian macam orang-orang apa mereka , seperti apa mereka, hal apa yang mereka lakukan, dan seterusnya. Kelihatannya, kepercayaan kita tentang karakteristik permanen orang-orang—orang-orang macam apa mereka—mempunyai dampak besar pada hal apakah kita menyukai mereka.


Penting untuk menyadari bahwa ciri adalah abstrak. Hal tersebut menyamaratakan terminologi untuk satu bentuk perilaku, tetapi hal tersebut bukanlah perilaku diri mereka. Sebagai contoh, kamu tidak bisa lihat suatu sikap "ceroboh." Apa yang kamu dapat lihat adalah suatu tindakan yang dapat kamu klasifikasikan sebagai "ceroboh." Pengklasifikasian adalah suatu keputusan penyingkatan. Hal tersebut tidak menyatu di dalam perilaku (Reeder & Brewer, 1979). Lagi pula, melakukan sesuatu yang “ceroboh" dalam kebanyakan kejadian mungkin "cerdas" dalam beberapa keadaan. Sebagai contoh, menjatuhkan sebuah gelas tampaknya merupakan suatu perilaku ceroboh, tetapi hal ini merupakan suatu tindakan cerdas jika gelas tersebut cukup panas untuk membakar tangan kamu dengan sangat buruk.

Kita menggunakan perilaku yang kita lihat orang-orang lakukan untuk membentuk membentuk kesan kita terhadap mereka. Pada suatu pesta, seseorang mungkin melakukan suatu rangkaian perilaku yang kita pertimbangkan sebagai ceroboh. Sebagai contoh, orang yang menjatuhkan sebuah gelas, menumpahkan jagung brondong, dan menginjak kaki mitranya.

Kita mungkin mengetahui perilaku ini dibanding orang lain sebab hal tersebut terutama sekali mencolok. Dengan perilaku "mencolok", kita maksudkan tindakan yang terutama sekali menarik perhatian. Banyak riset yang telah menunjukkan bahwa formasi kesan dimulai ketika seseorang melakukan perilaku mencolok yang kita ketahui dan mulai untuk memikirkannya.

Setelah mengetahui perilaku ini, kemudian kita menilai apakah melakukan perilaku semacam itu  adalah suatu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kepribadian orang . Sebagai gantinya kita bisa memutuskan bahwa perilaku tersebut adalah suatu kehilangan sesaat disebabkan oleh keadaan. Sebagai contoh, ketika kita melihat orang tersebut menjatuhkan gelas tersebut dan meluberkan jagung brondong , kita mungkin berpikir bahwa orang tersebut memang secara alami ceroboh. Sebagai perbandingan, kita mungkin percaya bahwa orang tersebut bisa saja mabuk atau gelisah. Dengan kata lain, kita harus memutuskan apakah karakter orang atau keadaan adalah bertanggung jawab atas kecerobohan tersebut.

Para ahli teori sudah menaruh banyak pemikiran dalam menentukan kondisi-kondisi pengamat yang mana yang melihat karakter seseorang sebagai yang bertanggung jawab atas tindakannya. Jones dan Davis (1965) menguji apa yang terjadi  ketika para pengamat melihat perilaku tersebut hanya sekali. Dalam hal ini, onlookers memberi tanggung jawab atas tindakan tersebut pada tingkat dimana perilaku tersebut tak diduga, tidak biasa, atau tidak bisa dijelaskan oleh keadaan. Sebagai contoh, suatu hari orang-orang melihat Ted mengeluhkan tentang antrian di toko buku. Jika Ted terlambat untuk suatu janji temu atau jika antrian tersebut nampak tidak biasa sepanjang itu dengan semua orang di dalamnya, para pengamat dapat berkata bahwa bahwa keadaan tersebut bertanggung jawab atas Ted yang menjadi tidak sabar. Jika antriannya pendek dan bisa diharapkan, Keluhan Ted adalah tidak biasa. Dalam hal tersebut, onlookers dapat berkata bahwa Ted mempunyai ciri kepribadian menjadi orang tidak sabar.

Kelley (1967) menggambarkan contoh perilaku yang terjadi dalam situasi yang berbeda. Para pengamat mempunyai lebih dari satu contoh yang mereka bisa gunakan untuk membentuk suatu pertimbangan. Dalam suatu keadaan seperti ini, para pengamat menempatkan tanggung jawab untuk perilaku kepada tingkat bahwa tindakan tersebut adalah serupa disemua situasi, konsisten dengan orang yang berbeda, dan berbeda dari norma. Sebagai contoh, onlookers melihat Ted dalam banyak situasi, dan ia secara konsisten mengeluhkan tentang harus menunggu. Ia mengeluh kepada banyak orang dan dalam situasi yang tidak sesuai. Orang lain mengeluh jauh lebih sedikit tentang penantian tersebut dibanding Ted. Rangkaian perilaku ini dapat mengarahkan para pengamat untuk mempertimbangkan karakter Ted untuk itu sebagai seseorang yang tidak sabar.

Saat kita menilai bahwa karakter orang adalah bertanggung jawab atas perilaku, kita menujukan ciri relevan itu kepada orang tersebut. Sebagai contoh, kita menujukan ciri ketidaksabaran ke Ted. Dengan demikian, kita menyebut pekerjaan Jones, Kelley, dan rekanan mereka sebagai teori atribusi.

Mari kita kembali ke contoh orang yang ceroboh di pesta tersebut. Jika keadaan berlaku, kita bisa memutuskan bahwa orang tersebut mempunyai ciri karakter ceroboh. Setelah membuat atribusi ini, kita sementara menempatkan ciri lain pada  orang ini  kepada tingkat dimana kecerobohan menyiratkan ciri yang baru tersebut. Sebagai contoh, kita bisa percaya bahwa kecerobohan dihubungkan dengan ketololan. Dalam hal tersebut, kita juga akan mengharapkan untuk melihat tindakan "dungu" dari orang ini.

Para peneliti menyebut kecenderungan ini "efek halo" ketika hal tersebut diterapkan  kepada atribut "baik" dan "efek tanduk" ketika hal tersebut melibatkan ciri karakter "tidak baik". Sebagai contoh, dalam satu studi, para peneliti menunjukkan foto peserta dan kemudian meminta mereka untuk membuat penilaian tentang orang yang difoto tersebut. Para peserta melihat orang-orang yang lebih menarik sebagai yang lebih cerdas dan lebih menggairahkan untuk bersama dibanding orang-orang yang lebih sedikit menarik. Karakteristik yang "baik" " menarik" mengarah kepada karakteristik "baik" yang lain dari orang tersebut. Efek halo tidaklah sangat kuat, akan tetapi, jika kamu kemudian mengenali perilaku "cerdas", sebagai contoh, dari orang yang kamu nilai sebagai orang yang "ceroboh," kamu dapat merubah kesanmu terhadap orang tersebut. Akan tetapi, orang yang kamu pikir ceroboh harus bertindak dengan jelas dengan cara yang "cerdas," sebab sukar untuk mengubah kesan awal.

Secara berangsur-angsur kita membentuk suatu kesan yang unik akan seseorang dengan berlalunya waktu. Kesan ini datang dari  pengamatan orang terhadap kita sendiri dan  dari penafsiran kita dari apa yang kita dengar disekitar dia atau orang lain mengenai dirinya (Hewes et al., 1985). seperti yang telah kita tunjukkan, berbagai faktor dan situasi masuk ke dalam arena ketika proses "formasi kesan" ini berlangsung.

Apa sebabnya kita menggunakan ciri sebagai deskriptor bagi orang-orang? Kenapa kita menyebut orang-orang "tumpul" atau "giat"? Kita nampak ingin menjelaskan karakter seseorang. Mengapa? Tampak terdapat dua alasan.

Pertama, kita merasakan suatu kebutuhan untuk mampu menjelaskan dan meramalkan perilaku orang lain. Ciri membantu kita menjelaskan dan meramalkan. Hal tersebut dapat memberi kita suatu penjelasan memuaskan yang tidak sengaja mengenai perilaku. Sebagai contoh, Jacob menjatuhkan sebuah gelas sebab ia adalah "ceroboh." Kita tidak harus memikirkan suatu penjelasan lebih lanjut. Sebagai tambahan, ciri adalah suatu alat yang dapat kita gunakan untuk meramalkan perilaku selanjutnya. Sebab Jacob adalah ceroboh, kita lebih baik tidak mengundang dia ke toko Cina/keramik.

Ke dua, kita menggunakan ciri sebab hal tersebut bertindak sebagai suatu basis untuk mengevaluasi seseorang. Hal ini krusial rumit terhadap ketertarikan kita dalam rasa menyukai dan penghormatan/kekaguman. Sebagai contoh, kita dapat berpikir dengan sangat buruk suatu kecerobohan. Kita percaya bahwa Jacob adalah orang yang ceroboh. Hal tersebut mengikuti bahwa kita mempunyai suatu alasan untuk berpikir dengan sangat buruk tentang Jacob. Tentu saja, kita menempatkan atribut yang banyak juga untuk seseorang. Cara kita mengevaluasi suatu ciri dapat berkontradiksi dengan evaluasi kita terhadap ciri lain. Sebagai contoh, kita mungkin juga berpikir bahwa Jacob adalah "lucu." Kita mengevaluasi ciri itu sebagai suatu atribut yang baik. Sebab kita suka orang-orang "lucu", kita dapat menganggap Jacob baik sebab ia adalah lucu. Pertanyaan adalah, Ciri yang mana  yang akan lebih kita hargai? Apakah kita akan berakhir dengan menyukai Jacob atau membenci dia?

Para peneliti sudah mencoba untuk meramalkan keseluruhan  “rasa menyukai"  kita mengenai seseorang yang mempunyai beberapa ciri yang kita evaluasi dengan cara yang berbeda. Cukup banyak pekerjaan yang telah mengembangkan rumusan-rumusan secara aljabar untuk menjawab pertanyaan tersebut. Model terbaik yang dikenal menjaga apakah kita seperti seseorang tergantung pada rata-rata evaluasi ciri individu tersebut. Masing-Masing evaluasi dihargai menurut pentingnya ciri (Anderson, 1974). Model ini berguna cukup baik, tetapi beberapa kasus mengkelitkannya. Kadang-Kadang kombinasi ciri mengarah kepada situasi yang unik yang tidak terjadi ketika masing-masing atribut terjadi secara terpisah.

Sebagai contoh, jika seseorang memberitahu kamu bahwa Jill adalah " bodoh" dan " wanita berambut pirang," dua ciri tersebut bersama-sama dapat menciptakan suatu gambaran yang agak negatif dalam pikiranmu. Tanpa bertemu Jill, kamu mungkin memikirkannya "bertingkah" atau "tidak bertanggungjawab." akan tetapi, jika orang hanya mengatakan bahwa Jill adalah "wanita berambut pirang," kamu mungkin berpikir Jill adalah "ramah" dan "menyenangkan" sebab dia adalah wanita berambut pirang. Dengan cara yang sama, kombinasi "tak jujur" dan "dermawan" adalah kejadian lain di mana suatu kombinasi unik merubah berbagai hal. Ciri ini dapat mengarah kepada suatu gambaran karakter tipe Robin Hood dengan suatu keseluruhan evaluasi yang positif.

Kesan dan evaluasi kepribadian orang-orang adalah sangat penting dalam suatu kelompok kecil. Mereka mempengaruhi cara di mana anggota kelompok saling berhubungan. Kesan tertentu mempunyai arti yang pantas dipertimbangkan dalam lingkungan kelompok kecil. Salah satu jenis adalah atribusi kecerdasan/inteligen dan kemampuan/wewenang. Suls dan Miller (1978) menyelenggarakan suatu studi mengenai hal ini. Mereka mengharuskan peserta mereka melakukan suatu ujian yang menguji "kemampuan" mereka pada psikologi sosial. Mereka kemudian menilai mereka sebagai "sangat baik," "baik," "rata-rata," or "kurang" pada ketrampilan psikologi sosial. Para peneliti meminta para peserta tersebut untuk memilih jenis orang yang mereka akan ingin bentuk kelompok studi. Tidak anehnya, 93.1 dan 89.4 persen peserta dalam dua masing-masing studi ingin mitra yang telah dinilai  "sangat baik" atau "baik."

seperti yang dapat kita lihat, studi ini menunjukkan bahwa kesan kepribadian memainkan suatu peran utama pada apakah kita menghormati/mengagumi seseorang. Faktor ini dapat membantu menentukan apakah "penghormatan/kekaguman" akan mempengaruhi rasa menyukai antara anggota kelompok kecil.

Timbal balik

seperti yang telah kita diskusikan, salah satu dari faktor yang paling utama di dalam tingkat dimana Cisco , sebagai contohnya , menyukai Kristin, adalah tingkat dimana Kristin menyukai Cisco. Para peneliti menyebut proses ini sebagai "timbal balik." Ada banyak alasan yang memungkinkan dimana Cisco akan cenderung memberi timbal balik terhadap rasa menyukai Kristin. Persetujuan yang Cisco dapatkan dari Kristin, sebagai faktor dasar, akan menyebabkan Cisco mengembalikan rasa menyukai Kristin's. Sebagai tambahan, Cisco dapat menanti-nanti akan kooperasi dan dukungan dari Kristin. Hal ini menambah timbal balik Cisco.

Kita dapat melihat bagaimana hal ini bisa bekerja dalam suatu kelompok kecil. Sebagai contoh, pemimpin kelompok boleh memberi pujian atau kritikan kepada seorang anggota kelompok. Hal ini mungkin memberi anggota tersebut suatu kesan dari tingkat yang mana pemimpin menyukai atau tidak menyukai anggota tersebut. Pada gilirannya, kesan akan mempengaruhi anggota tersebut untuk saling memberi dengan cara yang serupa. Tentu saja, banyak studi yang telah menggunakan kritik dan pujian dalam rangka mendukung kecenderungan tingkat rasa menyukai untuk dibalas. Sesungguhnya, salah satu studi menunjukkan pujian dan kritik secara langsung dihubungkan dengan keterpaduan kelompok. Dittes (1959) meminta kelompok para peserta untuk mendiskusikan suatu masalah mengenai kenakalan remaja, dan menyela diskusi tersebut pada tiga kesempatan untuk mengijinkan para anggota untuk menilai seberapa diinginkan mereka menemukan satu sama lain sebagai anggota kelompok. Setelah diskusi tersebut, masing-masing peserta telah ditunjukkan apa yang dikatakan anggota lain  mengenai dirinya. Sebenarnya, peserta telah ditunjukkan penilaian pa lsu yang menyiratkan mereka baik itu diterima atau ditolak oleh anggota lain. Setelah suatu diskusi kelompok kedua, para anggota telah ditanya seberapa banyak mereka ingin tetap berada dalam kelompok tersebut. Para peserta yang mengira mereka telah diterima jadi lebih tertarik kepada kelompok dibanding para peserta yang mengira mereka telah ditolak.

Akan tetapi, kita tidak akan menyelidiki ke dalam penemuan yang spesifik ini secara detil. Sebagai gantinya, kita akan menguraikan dua kejadian di mana efek timbal balik tidak terjadi.

Ketidakkongruennan. Pengecualian ketidak-kongruenan terjadi ketika Orang A percaya bahwa pujian atau menyalahkan Orang B adalah plin-plan dengan persetujuan Orang A. Sebagai contoh, Cisco mungkin berpikir dengan kurang baik tentang dirinya sendiri. Bagaimanapun, ia percaya bahwa Kristin seperti dia. Dalam situasi seperti ini, Cisco dapat percaya bahwa alasan Kristin adalah salah sebab ia percaya bahwa dia salah untuk suka kepada dia. Ia kemudian akan tidak menyukainya seperti halnya pendapatnya.

Deutsch Dan Solomon (1959) melakukan suatu eksperimen yang menyoroti ketidak-kongruenan masalah tersebut. Mereka mengharuskan peserta mereka melakukan sesuatu sebagai "anggota" dari dua "regu." Mereka kemudian memberi evaluasi palsu kepada peserta mereka mengenai performa mereka, menilai mereka baik itu baik maupun  tidak baik. Masing-masing peserta yang berikutnya menulis sebuah catatan kepada kepada salah satu dari "kawan seregunya." Para peneliti mengumpulkan catatan yang asli tetapi memberi catatan palsu kepada peserta tersebut. Catatan palsu orang ini menunjukkan bahwa "kawan seregu" ingin maupun  tidak ingin peserta tersebut pada "regu" mereka di masa datang. Para peserta yang berikutnya membuat evaluasi tertulis dari "kawan seregu" yang mereka kira telah menulis catatan kepada mereka.

Hasil studi menunjukkan bahwa peserta memikirkan sebagian besar nilai prestasi mereka sendiri ketika mereka membaca catatan palsu mereka. Masing-Masing peserta mengingat "nilai" dalam eksperimen tersebut. Peserta yang percaya bahwa mereka telah melakukan dengan baik paling menyukai "kawan seregu" mereka jika penulis catatan tersebut ingin peserta tersebut untuk tetap dalam "regu" tersebut. Sebagai perbandingan, ini para pelaku yang "baik" ini tidak terlalu menyukai "kawan seregu" jika ia atau dia ingin peserta tersebut keluar dari "regu."

Proses ini tidak berlangsung jika peserta percaya bahwa mereka tidak melakukan dengan baik . Para pelaku yang "tidak baik" ini melaporkan bahwa rasa menyukai mereka untuk "kawan seregu" adalah intermediate/sedang. Hal tersebtu tidak dibuat buat oleh  evaluasi "kawan seregu" mereka. Bukan rasa menyukai maupun membenci yang telah diberi timbal balik. Hal tersebut nampak bahwa ketika seseorang mengetahui bahwa ia atau dia telah melakukan suatu tugas dengan sangat buruk, proses timbal baliknya adalah tidak dibuat buat. Kecenderungan untuk memberi kembali persetujuan lisan mungkin offset oleh pengetahuan bahwa yang menyutujui adalah salah.

Akan tetapi, penafsiran dari studi ini mengarah kepada beberapa permasalahan. Berscheid dan Walster (1978) mengemukakan beberapa di antaranya. Jika Orang B memuji Orang A suatu setelah suatu performa yang buruk, Orang A dapat mengira bahwa Orang B adalah dungu maupun  tidak tulus. Perasaan ini akan mempengaruhi proses timbal balik tersebut dalam suatu cara yang berbeda dari pengecualian ketidak-kongruenan. Kemungkinan Orang B tidak tulus mengarahkan kita kepada pengecualian yang kedua mengenai timbal balik.

Ingratiation/menyenangkan. Pengecualian ingrasiasi terjadi ketika Orang A mempercayai bahwa pujian Orang B adalah berkaitan dengan beberapa alasan tersembunyi untuk memperoleh kebaikan Orang A. Sebagai contoh, Cisco percaya bahwa Kristin sedang memuji dia agar mendapatkan penghargaan dikemudiannya dari dia. Pengecualian ingrasiasi adalah hampir bisa dipastikan terjadi jika Cisco mempunyai alasan untuk percaya bahwa kata-kata Kristin adalah palsu. Hal ini adalah hampir bisa dipastikan terjadi ketika Cisco yakin mengenai tingkat di mana  ia mendapat  karakteristik yang didasarkan pada pujian Kristin.

Sebagai contoh, adalah sia-sia untuk memuji orang-orang atas wajah mereka jika mereka mengetahui bahwa mereka adalah ganteng. Mereka telah mendengarnya sebelumnya dan mungkin tidak ingin mendengarnya lagi. Hal tersebut sama sia-sianya untuk memuji orang-orang atas wajah mereka jika mereka mengetahui dengan pasti bahwa mereka tidaklah ganteng. Mereka akan mengetahui bahwa pujian tersebut adalah suatu kepalsuan.

Mungkin terdapat saat ketika seseorang dapat berhasil menggunakan pujian palsu untuk menyenangkan. Waktu yang paling berhasil adalah ketika seseorang yang dipuji tidak mengetahui dengan baik kualitas mereka. Sebagai contoh, barangkali seseorang tidak mengetahui apakah ia atau dia sungguh ganteng (Jones, 1964). Dalam hal semacam ini, ingrasiasi dapat menciptakan rasa menyukai. Orang tidak merasa bahwa pujian tersebut adalah palsu. Ia atau dia tidak mencurigai alasan tersembunyi apapun dan rasa menyukai dapat terjadi melalui timbal balik.

kesamaan

Newcomb memasukkan "kesamaan" di dalam sistem ilmu bentuk tubuhnya. Ia mempercayainya sebagai suatu penyebab atas rasa menyukai. Pemikiran tersebut mengacu pada kesenangan yang seseorang rasakan ketika saling berinteraksi dengan seseorang yang mempunyai pendapat dan kepercayaan serupa seperti dirinya. Persetujuan atitudinal, bersama dengan timbal balik rasa menyukai, sangat penting sekali dalam mendirikan persahabatan kasual. Sedemikian, hal tersebut sangat penting dalam lingkungan kelompok-kelompok kecil. Kelompok kecil sering melibatkan hubungan kasual.

Newcomb (1960, 1961) mengeksplorasi permasalahan ini dalam suatu studi klasik tentang proses kenalan. Untuk studi tersebut, Newcomb memperoleh penggunaan suatu rumah asrama dekat Kampus Universitas Michigan. Pada dua kesempatan ia mengundang 17 siswa pindahan pria untuk tinggal disana untuk satu semester gratis. Sebagai gantinya, Newcomb memerlukan mereka untuk mengambil bagian dalam empat sampai lima jam riset dalam satu minggu. Ia melakukan berbagai studi dengan kelompok tersebut. Sebagian dari eksperimen tersebut menyelidiki pola persahabatan yang terbentuk dan alasan atas persahabatan tersebut.

Awal semester, jarak fungsional dan timbal balik rasa menyukai adalah faktor penentu yang utama dalam rasa menyukai. Hal ini telah diharapkan. Para siswa telah tertarik ke para siswa yang dekat dengan mereka dan siapa yang nampak menyukai mereka sebagai balasannya. Akan tetapi, kesamaan sikap menjadi suatu faktor kritis ketika semester maju. Ketika para siswa mengenal satu sama lain dengan lebih baik, mereka mempelajari bagaimana mereka semua benar-benar merasakan. Pendapat-pendapat  mulai muncul. Ketika hal ini terjadi, para siswa mulai menyukai orang lain yang membagi bersama sikap mereka. Mereka juga berkurang rasa menyukainya bagi mereka yang tidak sepakat dengan mereka mengenai topik.

Hubungan antara tingkat yang mana orang-orang percaya mereka setuju satu sama lain dan tingkat yang mana  mereka menyukai moda yang lain adalah sangat kuat. Byrne (1971) dan teman sekerjanya menyelenggarakan satu rangkaian studi yang mengungkapkan dapat jadi seberapa kuat hubungan. Riset Byrne berfokus pada suatu dasar prosedur eksperimental. Untuk studi tersebut, peserta menilai sikap mereka ke arah masing-masing persoalan-persoalan 26 politis, sosial, dan religius. Beberapa minggu kemudian, para pelaku eksperimen memberi para peserta tersebut satu bentuk penilaian untuk persoalan yang sama ini. Mereka memberitahu mereka bahwa penilaian tersebut adalah mereka orang asing yang telah mereka temui. Peneliti kemudian bertanya.

Para peserta menilai rasa menyukai mereka untuk orang yang tak dikenal dan kesediaan mereka untuk bekerja bersama dia pada suatu proyek. Peserta juga menilai orang asing tersebut pada karakteristik lain, seperti kecerdasan/inteligen dan karakter.

Yang peserta tidak ketahui adalah bahwa tidak ada "orang asing" yang nyata.  Malahan, para peneliti telah memberi mereka suatu daftar yang berdasarkan pada pendapat peserta itu sendiri. Para pelaku eksperimen menuliskan pendapat yang menyetujui atau menentang dengan sikap peserta dalam suatu cara yang telah  ditentukan. Daftar tersebut berkisar dari total persetujuan, melalui proporsi persetujuan, hingga total ketidaksetujuan. Studi menemukan bahwatingkat rasa menyukai orang yang tak dikenal benar-benar dihubungkan dengan proporsi pernyataan-pernyataan dimana para peserta dan "orang asing" setuju. Sebagai tambahan, persetujuan yang lebih besar mengarah kepada suatu efek halo. Para peserta juga menilai seorang orang asing yang "setuju" sebagai seseorang yang lebih cerdas, terberitahu dengan baik, moral, dan menyesuaikan dengan baik dibanding orang  yang “tidak setuju".

Dalam studi berikutnya, Byrne menemukan hubungan ini memegang orang-orang dari semua golongan usia dan kelompok-kelompok ekonomi-sosial. Hal tersebut juga benar untuk orang-orang dari  negara-negara berbeda dan  bahkan orang yang mengidap skisofrenia yang dirawat dirumah sakit. Dalam semua hal, persetujuan yang dirasakan mengarah kepada suatu rasa menyukai "orang asing." Akan tetapi, seperti dengan hubungan manapun, ada pengecualian.
 Satu pengecualian adalah bahwa, jika topik persetujuan atau perselisihan paham tidaklah penting, hal tersebut tidak mempunyai efek dalam rasa menyukai. Hal ini sangat benar jika orang-orang yang saling berinteraksi berbicara tentang topik lain  yang mereka anggap penting. Sebagai contoh, Cisco dan Kristin mungkin tidak sama mengenai warna favorit mereka, tetapi mereka setuju tentang orang yang harus mereka pilih untuk menjadi presiden. Topik mengenai warna favorit mereka tidaklah penting, dan hal tersebut tidak menggambarkan apakah mereka menyukai satu sama lain. Akan tetapi topik mengenai calon presiden adalah penting bagi mereka, dan karena mereka setuju tentang hal tersebut, mereka mungkin akan saling menyukai satu sama lain.

Pengecualian yang lain yang Byrne temukan adalah bahwa persetujuan dengan seseorang dengan kualitas yang tidak diinginkan tidak mempunyai efek dalam eksperimen. Sebagai contoh, kamu mungkin setuju dengan seorang pencandu obat yang mengatakan bahwa perlucutan senjata nuklir adalah suatu hal yang baik. Akan tetapi, jika kamu tidak suka gaya hidup seseorang yang bergantung pada obat, kamu mungkin tidak akan menjadi teman dengan pencandu obat walaupun kamu menyetujui pendapatnya.

Kesamaan di dalam pendapat telah secara langsung berhubungan dengan keterpaduan kelompok. Festinger (1954) melaporkan suatu studi yang ia lakukan dengan Gerard, Hymovitch, Kelley, dan Raven di mana kelompok-kelompok mempelajari suatu perselisihan perburuhan dan kemudian mengevaluasi keputusan perserikatan tersebut dalam perselisihan itu. Setelah itu, masing-masing anggota telah ditanya seberapa banyak mereka pikir anggota kelompok lain setuju dengan mereka tentang perselisihan tersebut dan seberapa besar mereka tertarik kepada kelompok tersebut. Para anggota yang mengira mereka setuju dengan anggota lain  menjadi lebih tertarik kepada kelompok dibanding para anggota yang berpikir mereka tidak setuju.

Kesimpulan. Rasa menyukai adalah unsur yang paling utama di dalam keterpaduan kelompok yang berbasiskan pemeliharaan. Hal ini merupakan suatu kekuatan yang kuat yang mempengaruhi apakah orang-orang ingin bersama dengan satu sama lain. Sedemikian, hal tersebut mempunyai suatu dampak pada atas apakah suatu kelompok maju merapat secara terpadu. Riset topik rasa menyukai telah mengungkapkan berbagai faktor yang mempengaruhi proses bagaimana dan mengapa seseorang menemukan orang lain menyenangkan. Semua faktor ini  masuk ke dalam arena suatu lingkungan kelompok. Akan tetapi, ada kekuatan lain yang mempengaruhi keterpaduan yang berbasis pemeliharaan.

Identifikasi dengan Kelompok

Kadang-Kadang, keanggotaan kita dalam suatu kelompok menjadi suatu bagian yang sangat penting dari identitas pribadi kita. Sebagai contoh, Karintha adalah seorang anggota sebuah regu bolabasket yang disebut {Ikan hiu}. Ketika dia memikirkan dirinya, salah satu dari pemikiran awal yang muncul kedalam pikiran Karintha adalah "Aku adalah seekor Ikan hiu." Di dalam situasi ini, kita dapat mengatakan bahwa Karintha mengidentifikasi ikan hiu tersebut. Menurut Hogg (1992), ketika kita mengidentifikasi dengan suatu kelompok yang kita lihat dengan baik atas anggota kelompok lain, bahkan mereka yang kita temukan tidak terlalu menyenangkan. Hal ini adalah sangat benar ketika keadaan membuat kita memikirkan keanggotaan kelompok kita. Nadine juga seorang anggota Ikan hiu tersebut. Karintha tidak menemukan Nadine menyenangkan. Akan tetapi, jika Karintha mendengar orang luar yang mengkritik performa Nadine sebagai Ikan hiu, Karintha mungkin cenderung melompat ke pertahanan Nadine. Menurut Hogg, walaupun Karintha tidak menyukai Nadine, Karintha mengidentifikasi Nadine sebab mereka adalah anggota regu yang sama. Hogg menyebut perasaan Karintha terhaap Nadine sebagai atraksi sosial untuk membedakannya dari rasa menyukai reguler.

Hogg mengklaim bahwa ketika kita mengidentifikasi diri kita dengan suatu kelompok, kita membentuk dalam kepala-kepala kita suatu prototipe dari anggota kelompok yang "ideal" tersebut. Sebagai contoh, Karintha mungkin melihat anggota Ikan hiu yang "ideal" sebagai trampil, pekerja keras, dan mendukung. Hogg percaya bahwa kita secara sosial menjadi atraktif bagi anggota lain suatu kelompok yang kita identifikasikan diri kita dengan kepada tingkat bahwa kita percaya anggota lain ini mendekati ciri anggota yang "ideal." Ingat kembali diskusi kesan kepribadian  kita. Kita dapat membayangkan jika kesan Karintha tentang Nadine adalah sebagai trampil, pekerja keras, dan anggota regu yang mendukung, Karintha akan secara sosial menjadi tertarik kepada Nadine. Sebagai perbandingan, jika Karintha melihat Cecilee, anggota Ikan hiu lainnya, jauh dari yang ideal tersebut, Karintha tidak akan secara sosial tertarik kepada Cecilee dan akan lebih sedikit mungkin untuk mempertahankan Cecilee dari kritik luar seperti Karintha mempertahankan Nadine.

Hogg dan rekanan (Hogg & Hardie, 1991; Hogg, Cooper-Shaw,& Holzworth, 1993) telah melakukan beberapa studi untuk mencoba untuk membedakan atraksi sosial dari rasa menyukai yang normal. Mereka sudah menggunakan kedua kelompok yang sudah ada (suatu regu olahraga, suatu organisasi di bidang pendidikan) dan kelompok eksperimental dalam studi ini. Di dalam studi ini, mereka telah meminta anggota kelompok untuk membuat daftar ke tiga anggota kelompok yang mereka anggap adalah terdekat dengan prototipe kelompok, ke tiga anggota yang mereka sangat sukai, dan ke tiga anggota yang mereka paling inginkan untuk berada dalam kelompok mereka. Seperti yang Hogg harapkan, mereka biasanya menemukan bahwa ada lebih tumpang-tindih antara anggota yang terlihat sebagai "prototypical" dan anggota yang mereka inginkan berada dalam kelompok mereka dibanding antara anggota yang terlihat seperti prototypical dan anggota yang mereka sukai. Efek ini adalah yang paling kuat bagi para anggota yang sangat mengenali kelompok tersebut.

Hogg merasakan bahwa rasa menyukai dan atraksi sosial mempunyai efek terpisah pada keterpaduan kelompok. Hal tersebut adalah mungkin bahwa masing-masingnya adalah suatu faktor yang lebih penting dibanding hal lain  yang menentukan keterpaduan kelompok dalam keadaan yang berbeda. Hal tersebut akan mengikuti dari klaim Hogg's bahwa ketika anggota kelompok mengidentifikasi dengan benar-benar kelompok mereka, keterpaduan akan lebih tergantung pada seberapa banyak atraksi sosial yang dipunyai anggota kelompok bagi satu sama lain dibanding pada seberapa banyak mereka menyukai satu sama lain. Sebagai perbandingan, ketika anggota kelompok tidak mengidentifikasi dengan kelompok mereka, keterpaduan akan tergantung lebih pada rasa menyukai yang bertimbal balik. Riset untuk mengevaluasi pemikiran ini perlu dilakukan sebelum kita mempunyai kepercayaan pada hal tersebut.


Kebutuhan Psikologis

Selalu terdapat spekulasi yang mungkin orang-orang tertarik kepada suatu kelompok agar mencukupi beberapa kebutuhan psikologis yang mendalam. Ketika kita membahas Bab 1, Mcclelland (1961) memberi hipotesis bahwa sebagian orang mempunyai kebutuhan tinggi tertentu  untuk keanggotaan dengan orang lain. Hal tersebut mengikuti bahwa orang-orang yang tinggi akan kebutuhan ini akan mungkin ingin menjadi seorang anggota dari suatu kelompok. Dengan begitu, tingkat dimana para anggota kelompok mempunyai suatu kebutuhan untuk keanggotaan akan menjadi sebuah faktor dalam jumlah keterpaduan yang berbasiskan pemeliharaan dalam kelompok mereka.

Dengan cara yang sama, Mcclelland juga percaya bahwa sebagian orang mempunyai kebutuhan tinggi tertentu akan kekuatan. Seseorang dapat membayangkan seseorang yang mempunyai suatu keinginan kuat untuk mendominasi orang lain dapat bergabung dengan suatu kelompok dalam rangka mengambil suatu peran kepemimpinan. Menjadi pemimpin akan mencukupi kebutuhannya akan rasa kendali. Kelompok tersebut akan terus menjadi menarik hanya sepanjang orang dapat dengan sukses mendominasi anggota lain .

Keinginan anggota suatu kelompok untuk mencukupi kebutuhan psikologis semacam ini dapat secara tidak langsung mempengaruhi keterpaduan melalui efek langsungnya pada proses kelompok. Bayangkan suatu kelompok berisi seorang anggota yang mempunyai suatu keinginan yang sangat kuat untuk mendominasi. Bayangkan komunikasinya akan seperti apa. Seperti yang dapat anda bayangkan, komunikasi ini mungkin akan mempunyai suatu efek besar pada atraksi anggota lain  kepada kelompok tersebut. Persisnya akan  menjadi seperti apa komunikasi ini? Akankah  anggota kelompok yang menginginkan kewenangan mencoba untuk membuat anggota kelompok lainnya merasa tidak berharga? Atau ia akan merasa aman sebagai pemimpin dan mencoba untuk membuat kelompok tersebut atraktif terhadap para anggota lain ?

Kebutuhan Komunikasi dan Status. Suatu studi yang dilakukan oleh Kelley (1951) mengemukakan beberapa jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini. Ia berteori bahwa orang-orang menginginkan mempunyai status yang tinggi di dalam kelompok mereka. Idenya adalah bahwa kebanyakan orang-orang mempunyai kebutuhan psikologis untuk mempunyai status. Kelley menghipotesiskan lebih lanjut  bahwa. keinginan ini mempengaruhi jenis komunikasi yang dipertukarkan para anggota kelompok. Ia membagi kelompok beranggotakan delapan orang ke dalam dua sub kelompok beranggotakan empat orang. Para peneliti kemudian memberitahu kepada sub-sub kelompok tersebut bahwa salah satu dari mereka akan menerima serangkaian pola segiempat panjang. Ia memberi mereka instruksi dimana mereka akan menulis pesan kepada kelompok yang kedua yang akan membantu kelompok yang kedua  mereproduksi pola tersebut. Para peneliti juga berkata bahwa para anggota kelompok dapat menulis catatan kepada satu sama lain di dalam sub-sub kelompok mereka. Pesan tersbut tidak harus terbatas pada informasi teknis. Anggota dari tiap subkelompok kemudian memasuki ruangan-ruangan yang berbeda. Peneliti berkata ia akan memberi mereka tugas dan mengambil pesan mereka kembali kepada mereka.

Para peserta berpikir bahwa eksperimen tersebut akan seperti yang telah uraikan peneliti kepada mereka. Dalam keadaan yang sebenarnya, ia tidak pernah mengirim pesan yang riil tersebut. Malahan, pelaku eksperimen mengumpulkan semua catatan peserta dan memberikan orang-orang yang palsu yang telah ia tulis sendiri. Lebih lanjut, ia menmpatkan keduanya tugas memproduksi kembali pola-pola. Tidak terdapat "pengiriman" ke sub-kelompok. Yang paling utama, Kelley memberitahu kepada para peserta tentang status dan ketetapan pekerjaan mereka. Ia menugaskan masing-masing peserta suatu pekerjaan, sebagai penerjemah pesan atau suatu produsen pola-pola. Ia memberitahu kepada mereka bahwa yang sebelumnya adalah suatu pekerjaan berstatus tinggi dan yang berikutnya adalah suatu tugas berstatus rendah. Ia juga memberitahu kepadamasing-masing anggota  apakah pekerjaan merupakan subyek terhadap perubahan (bergerak) atau permanen (tidak berrgerak).

Kelley kemudian menganalisa pesan yang dikirimkan peserta kepada satu sama lain. Catatan yang dikirimkan kepada "pengiriman" sub-kelompok yang khayalan mengungkapkan perbedaan di antara anggota kelompok tersebut. Para peneliti menentukan bahwa para peserta yang berstatus tinggi/tidak bergerak dan berstatus rendah/bergerak mengirim lebih banyak pesan yang "membentuk keterpaduan" dibanding anggota lainnya. Catatan mereka berisi lagu pembukaan terhadap persahabatan, dorongan, dan pujian dan pernyataan-pernyataan lain yang semacamnya. Kelley menafsirkan hasil di bawah asumsi ini bahwa para peserta ingin mempunyai status yang tinggi jika mereka merasa bahwa mereka bisa mencapai hal tersebut. Peserta berstatus tinggi/tak bergerak mengetahui bahwa mereka akan mempertahankan status mereka, dan dengan demikian merasa nyaman dalam mengirimkan pesan yang membentuk keterpaduankepada sub-kelompok lain. Para peserta yang berstatus rendah/bergerak mungkin berpikir bahwa mengirimkan pesan ini dapat membantu mereka memperoleh status yang tinggi. Sebagai perbandingan, Kelley percaya bahwa para peserta berstatus tinggi/tak bergerak mungkin merasa bahwa status mereka terancam dan dengan demikian menahan diri dari memberi harapan kepada anggota lain. Akhirnya, para peserta yang berstatus rendah/bergerak telah berhenti kepada nasib mereka dan tidak melihat titik apapun di dalam mengirimkan pesan yang membentuk keterpaduan. Belakangan dua anggota kelompok ini mengirim pesan jauh lebih sedikit yang telah dirancang untuk membangun keterpaduan.

Yang menarik, di dalam sub-sub kelompok pola-pola ini berubah. Di dalam kelompok mereka sendiri, anggota yang bergerak mengirim lebih banyak pesan yang " membentuk keterpaduan" dibanding anggota tak bergerak lakukan. Hal ini adalah benar apapun juga status mereka . Sungguh sial, adalah mustahil untuk menentukan efek catatan anggota pada satu sama lain. Sebab tidak ada yang anggota pernah menerima catatan yang nyata, studi tidak bisa menguji apakah catatan tersebut mempengaruhi atraksi penerima tersebut kepada sub-kelompok. Bagaimanapun, studi mengungkapkan bahwa anggota kelompok berkomunikasi dengan cara yang berbeda, berdasar pada kemampuan dan status mereka untuk merubah status itu. Hal ini adalah jenis  komunikasi yang berbeda  yang bisa mempengaruhi keterpaduan kelompok.

Kebutuhan Evaluasi. Ada juga beberapa bukti bahwa orang-orang ingin bersama dengan orang lain agar belajar lebih banyak tentang diri mereka sendiri. Teori perbandingan sosial Festinger (1954) mengemukakan bahwa orang-orang mempunyai suatu keinginan untuk mengevaluasi kemampuan diri mereka sendiri. Kita akan menjelaskan teori ini secara lebih lengkap dalam Bab 6, "Penyesuaian dan defian," tetapi Gagasan Festinger mempunyai aplikasi untuk bagian ini juga.

Singer dan Shockley (1965) melakukan suatu eksperimen untuk menguji ide Festinger's. Mereka meminta 38 peserta untuk melengkapi  suatu tugas palsu. Para peserta kemudian menerima suatu nomor yang mewakili “skor” mereka pada tugas tersebut. Para peneliti memberi 24 dari mereka suatu penafsiran arti dari “skor” tersebut. Diluar dari 24 ini, hanya 2 yang dipilih untuk menunggu dengan para peserta lain selagi para peneliti mempersiapkan bagian kedua dari eksperimen tersebut. Sebagai perbandingan, 6 dari 14 yang tidak menerima suatu penafsiran akan skor mereka ingin menunggu dengan peserta lain. Mereka kemudian bisa saling berbicara antar diri mereka sendiri. Nampak bahwa orang-orang yang tidak mengetahui seberapa baik mereka telah melakukan hal tersebut merasakan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain yang telah melakukan tugas tersebut.

Kesimpulan. Seperti yang telah kita diskusikan, keanggotaan kelompok dalam dirinya dapat menjadi bagi beberapa manusia sebab keanggotaan dapat mencukupi berbagai kebutuhan psikologis. Khususnya, kebutuhan untuk keanggotaan, kekuatan dan status, dan pengetahuan tentang diri mereka dapat menarik orang-orang ke dalam kelompok. Oleh karena itu, kebutuhan-kebutuhan semacam ini dapat menjadi sebuah faktor dalam keterpaduan yang berbasisikan pemeliharaan.

Keterpaduan berbasis Tugas

Seperti yang telah kita sebutkan sebelumnya, keterpaduan berbasis tugas dapat menjadi hasil keinginan para anggota kelompok untuk meraih kelompok lain maupun  tujuan pribadi atau ketertarikan para anggota terhadap aktivitas-aktivitas kelompok. Studi-studi telah dilakukan agar memahami dampak faktor-faktor ini.

Tujuan-tujuan Kelompok

Suatu kelompok mungkin menarik seseorang jika kelompok tersebut mempunyai suatu tujuan yang menarik. Suatu studi klasik dilaporkan Sherif dan Sherif (1953) telah menunjukkan kecenderungan ini di tempat kerja. Studi tersebut mengambil tempat pada suatu perkemahan musim panas untuk anak-anak lelaki berusia 12 tahun. Para pelaku eksperimen pertama-tama mendirikan permusuhan didalam kelompok antara para lelaki. Para peneliti kemudian berusaha keras untuk mengevaluasi berbagai metoda untuk mengurangi permusuhan ini.

Studi tersebut membagi lelaki ke dalam dua kelompok, yang disebut "Bull Dog" dan "Red Devil" Masing-Masing kelompok tinggaldi suatu bagian  kemah yang berbeda  dan melakukan aktivitas yang diperlukannya, seperti mempersiapkan makanan, secara terpisah. Untuk menciptakan permusuhan intergroup, peneliti mengatur permainan, kontes, dan suatu keadaan sedemikian rupa sehingga satu kelompok bertentangan dengan aktivitas kelompok lain. Metoda ini berhasil membangkitkan banyak kebencian. Penyebutan nama dan perkelahian terjadi tiba-tiba.

Para pelaku eksperimen selanjutnya mencoba untuk mengurangi permusuhan ini dengan pertama-tama hanya mengatur kontak diantara kelompok-kelompok tersebut. Hal ini tidak mempunyai efek atas permusuhan. Mereka kemudian mengatur tugas yang memerlukan kooperasi antar kelompok. Para peneliti yang dengan diam-diam memecahkan keseluruhan sistem penyediaan air kemah dan kemudian mengatur kelompok untuk memperbaikinya bersama-sama. Mereka juga mengharuskan keseluruhan kemah untuk mengumpulkan uang untuk pergi ke bioskop. Sebagai tambahan, para pelaku eksperimen memilih suatu regu baseball kemah untuk bermain dengan regu dari kemah lain. Tugas kerjasama ini akhirnya mengarah pada beberapa pengurangan dalam permusuhan. Lebih lanjut, ada beberapa identifikasi dengan kemah secara keseluruhan.

Studi ini memperlihatkan bahwa, bahkan di dalam atmospir permusuhan ini, tujuan-tujuan kelompok mempunyai kuasa untuk mempengaruhi keterpaduan. Peserta kemah mempunyai keinginan untuk meraih tujuan-tujuan perkemahan. Pertama-tama hal ini mengarah kepada atraksi ke kelompok mereka sendiri dan, berikutnya, kepada beberapa atraksi terhadap kelompok yang lebih besar dari keseluruhan kemah.

Tujuan-tujuan Pribadi

Seorang anggota dapat juga tertarik ke suatu kelompok karena hal tersebut menyediakan tujuan untuk memnuhi tujuan-tujuan yang tidak bertalian dengan tujuan kelompok manapun yang dinyatakan. Sebagai contoh, Fred mungkin memutuskan bahwa ia ingin menjadi presiden kelas perguruan tingginya. Ia telah mendengar bahwa lima dari enam presiden kelas yang terakhir adalah anggota suatu kelompok persaudaraan tertentu. Anggota kelompok persaudaraan adalah populer dan mendapatkan banyak ekspose di kampus. Fred menemukan ide keanggotaan di dalam kelompok persaudaraan sangat menarik sebab keanggotaan akan membantu dia memenangkan pemilihan untuk presiden kelas tersebut.

Deutsch (1959) melakukan suatu eksperimen yang berdasarkan pada ide ini. Ia memberi alasan bahwa kesempatan untuk menerima suatu hadiah pribadi ketika kelompok tersebut sukses akan meningkatkan ketertarikan seseorang kepada suatu kelompok. Lebih lanjut  lagi ia mempercayai bahwa semakin besar harapan untuk berhasil, semakin besar atraksi yang akan ada. Deutsch bekerja dengan kadet Angkatan Udara dalam studinya. Kadet menerima penghargaan uang pribadi atau suatu istirahat tiga hari jika kelompok mereka melakukan tugas tersebut dengan sukses.

Para peneliti percaya bahwa tiga faktor yang mempengaruhi peluang suatu persepsi dari kelompoknya yang berhasil pada suatu tugas. Hal tersebut adalah:

1.      kemungkinan bahwa kelompok tersebut berkesempatan memenangkan hadiah,

 2. motivasi para anggota kelompok lain  untuk berhasil, dan

 3. kemampuan kelompok untuk melaksanakan tugas tersebut.

Studi Deutsch's menggunakan tiga  faktor ini  untuk menciptakan berbagai situasi pengujian.

Deutsch membentuk kelompok beranggotakan tiga orang. Eksperimen tersebut terdiri dari urutan-urutan berikut:
 1. Peneliti memberitahu kepada para kadet tersebut bahwa mereka mempunyai persentase suatu 90- atau suatu 10-persen kesempatan memenangkan hadiah tersebut. Dengan demikian pelaku eksperimen memanipulasi faktor yang berkenaan dengan kemungkinan mendapatkan kemenangan
.
 2. Peserta menulis catatan ringkas untuk satu sama lain mengenai perasaan mereka mengenai bekerja dalam kelompok tersebut. Sang pelaku eksperimen mengumpulkan catatan-catatan ini.

 3. para kadet melakukan suatu ujian "kecerdasan/inteligen kelompok" palsu. Hal seharusnya meramalkan kemampuan mereka untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka.

 4. Peneliti memberi catatan palsu kepada para kadet tersebut, menurut dugaan ditulis oleh anggota lain. Hal ini menyatakan baik  keinginan maupun  keengganan untuk bekerja dalam kelompok tersebut. Sang pelaku eksperimen dengan begitu menggerakkan faktor tersebut mengenai persepsi dari motivasi anggota yang lain.

 5. Peserta menerima hasil ujian kecerdasan/inteligen kelompok palsu tersebut. Peneliti dengan demikian memanipulasi faktor tersebut untuk kemampuan kelompok dirasakan.

 6. Peserta melakukan lima tugas dari berbagai jenis tugas.

 7. Kadet menilai perasaan mereka mengenai kelompok dan pencapaian mereka.

Hasil dari studi tersebut mendukung ide Deutsch's. Para peserta telah tertarik kepada kelompok jika mereka pikir kelompok tersebut bisa membantu mereka memenangkan tujuan pribadi mereka. Kemampuan dan motivasi kelompok yang dirasa tinggi, dan dalam beberapa hal merasakan kemungkinan kemenangan, peserta yang diarahkan ingin tinggal di dalam kelompok mereka lebih sering daripada tidak. Sebagai tambahan, anggota ini merasakan lebih banyak semangat regu, merasa lebih diwajibkan kepada kelompok, percaya kelompok tersebut membantu pencapaian mereka, dan memberi suatu penilaian yang lebih tinggi terhadap pencapaian kelompok dibanding subyek yang merasa bahwa mereka berada dalam kelompok yang kurang mampu.

Ada suatu kesimpulan di dalam ide di mana suatu kelompok lebih menarik jika kelompok tersebut membantu seseorang menemukan suatu tujuan pribadi. Kesimpulannya adalah bahwa suatu kelompok akan lebih kompak jika tujuan pribadi anggotanya bersamaan dengan waktu. Deutsch (1949, 1973) melakukan suatu studi yang lebih awal yang menyoroti cara proses tersebut bekerja ini. Ia menugaskan kelompok para siswanya berbagai tugas. Berikutnya, ia memberitahu kepada kelompok tersebut bahwa pekerjaan mereka akan dinilai dengan cara kerja sama atau dengan cara bersaing. Di dalam kelompok kerjasama, masing-masing anggota kelompok akan menerima nilai yang sama, berdasarkan pada keseluruhan pencapaian kelompok tersebut. Untuk kelompok yang kompetitif, Deutsch berkata ia akan membandingkan pencapaian individu dari tiap anggota dan menilainya terhadap satu sama lain.
Jika dibandingkan dengan kelompok yang kompetitif, kelompok yang kerjasama menunjukkan lebih banyak keakraban dan bantuan yang bermanfaat dalam diskusi kelompok. Mereka juga lebih dicukupi dengan kelompok secara keseluruhan dan dengan kontribusi masing-masing anggota kepada organisasi tersebut. Sebagai tambahan, anggota kelompok kerjasama merasakan suatu keinginan yang lebih besar untuk memenangkan rasa hormat satu sama lain, seperti halnya perasaan suatu kewajiban yang lebih banyak untuk membantu satu sama lain.

Mungkin tidak terlalu mengejutkan untuk menemukan bahwa para anggota tersebut tertarik ke kelompok yang membantu mereka mencapai tujuan mereka. Penemuan suatu studi oleh Shaw dan Gilchrist (1955) mungkin lebih mengejutkan. Mereka menunjukkan bahwa ada batasan terhadap efek ini. Di dalam studi, satu pasang konfederat, yang  sedang bekerja sama dengan para pelaku eksperimen, dan satu pasang peserta bekerja pada satu rangkaian dari empat tugas. Hal ini telah dipasang sedemikian rupa sehingga sekutu akan secara terus menerus "berhasil." Dalam perbandingan, peserta akan selalu "gagal." Setelah masing-masing tugas, para peneliti bertanya kepada para peserta dengan siapa mereka ingin melaksanakan tugas yang berikutnya. Setelah tugas yang pertama, 36 dari 48 peserta ingin bekerja dengan salah satu dari sekutu "sukses". Akan tetapi, jumlah ini menurun sampai 25 setelah tugas yang kedua , dan sampai 21 pada dua tugas terakhir. Ada sedikitnya dua penafsiran yang mungkin dari penemuan ini. Satu penafsiran dapat menjadi apakah orang-orang yang secara konstan gagal boleh datang untuk lebih memilih bekerjasama dengan kegagalan-kegagalan konsisten lainnya. Penjelasan lain bisa jadi orang-orang tersebut mungkin tetap ingin berhasil tetapi lebih memilih untuk bekerjasama dengan orang-orang yang sudah biasa.

Atraksi terhadap Aktivitas-aktivitas kelompok

Orang-orang juga bergabung dengan kelompok jika kelompok tersebut melakukan hal-hal kecil yang calon anggota suka lakukan. Keterpaduan meningkat ketika orang-orang menikmati hal-hal yang dilakukan dalam kelompok. Thibaut (1950) melakukan suatu eksperimen untuk menguji jika suatu aktivitas kelompok dengan sendirinya dapat mempengaruhi keterpaduan.

Studi Thibaut's kelompok anak-anak lelaki yang ada sebelumnya dari  perkemahan musim panas dan  penempatan pemondokkan ke dalam dua regu. Regu-regu tersebut memainkan serangkaian permainan dari empat permainan. Permainan tersebut memerlukan kedua regu untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang berbeda. Dalam semua empat kasus, peneliti memberi regu yang sama permainan yang lebih menyenangkan dari dua tugas. Sebagai contoh, dalam satu permainan regu yang "diistimewakan" harus melempar sebuah kantong kacang kesebuah target. Sebagai perbandingan, regu yang "serba kekurangan" harus lebih dulu menghambat target tersebut dan mendapatkan kembali kantong kacang tersebut. Para anak laki-laki telah berada di dalam kelompok, sehingga eksperimen tersebut menguji efek aktivitas itu sendiri atas keterpaduan.

Thibaut bertanya kepada anak lelaki anggota mana dari keseluruhan kelompok yang mereka lebih pilih untuk main. Ia bertanya kepada mereka dua kali, sebelum dan setelah permainan tersebut. Jika mereka memilih lebih banyak anggota dari regu mereka sendiri setelah bermain dibanding sebelumnya, seeorang dapat menyimpulkan bahwa keterpaduan regu telah meningkat. Hasil menunjukkan bahwa regu "yang diistimewakan" meningkat keterpaduannya dengan jelas dan nyata    sebuah regu yang "serba kekurangan" juga menjadi lebih kompak, tetapi kepada perluasan yang lebih sedikit. Aktivitas kelompok telah mempengaruhi keterpaduan.

Ke arah Suatu Teori Keterpaduan Umum sebagai Keluaran

Dengan meletakkan semuanya bersama-sama, kita mempunyai suatu awal pada suatu teori umum dari faktor-fakktor yang mempengaruhi jumlah keterpaduan tersebut dalam suatu kelompok. Faktor seperti rasa menyukai untuk lain anggota, identifikasi dengan kelompok, dan kepuasan kebutuhan psikologis bertindak sebagai variabel masukan yang mempengaruhi komitmen anggota dan keterpaduan yang berbasis pemeliharan seperti variabel keluaran. Dengan cara yang sama, kesempatan untuk menjangkau kelompok dan tujuan pribadi dan mengambil bagian dalam aktivitas-aktivitas menarik bertindak sebagai variabel masukan yang mempengaruhi komitmen anggota dan keterpaduan berbasis tugas seperti variabel keluaran.

Masalahnya adalah bahwa sangat sedikit riset dan penteorian yang telah dilakukan tentang peran proses sebagaivperantara antara faktor masukan dan keluaran. Jelas sekali harus ada jenis komunikasi tertentu yang mengarah kepada sejumlah keterpaduan yyang lebih sedikit atau lebih besar. Ada beberapa penemuan yang mengemukakan bahwa jenis ini dapat jadi seperti itu. Dalam Bab 2 kita membahas riset yang dilakukan Bales dan rekanannya dengan menggunakan kelompok yang mendiskusikan permasalahan "hubungan antar manusia". Bales (1953) membandingkan yang paling banyak dan yang paling sedikit mencukupi diantara enambelas kelompok ini, dan menemukan bahwa yang paling dicukupi dari kelompok tersebut lebih setuju dengan satu sama lain, lebih sedikit menentang dengan satu sama lain, dan menunjukkan lebih sedikit ketegangan dan pertentangan dibanding yang paling sedikit dicukupi dari kelompok tersebut. Banyak hal-hal yang harus dilakukan mengenai persoalan ini sebelum kita dapat membuat setiap klaim pasti tentang peran komunikasi sebagai faktor dalam keterpaduan kelompok. Sampai kemudian, kita tidak bisa mengemukakan suatu teori input yang memproses output akuntansi bagi keterpaduan sebagai suatu variabel keluaran.

Meskipun begitu, kita memang mempunyai beberapa ide umum tentang bagaimana suatu kelompok dapat menghasilkan keterpaduan sebagai suatu variabel keluaran. Sebagai tambahan, keterpaduan dapat juga mempengaruhi kelompok tersebut sebagai suatu variabel masukan. Kita akan mendiskusikan proses ini berikutnya.

KETERPADUAN SEBAGAI SUATU VARIABEL MASUKAN

Sampai sekarang kita sudah membayangkan keterpaduan sebagai sebuah hasil dari beberapa faktor. Seperti halnya adalah suatu variabel keluaran. Terdapat alasan baik untuk hal ini. Ketika suatu kelompok yang pertama mulai, ada kecil atau tidak ada keterpaduan. Akan tetapi, sekali suatu kelompok telah bersama-sama untuk sekali waktu, level tertentu keterpaduan dibentuk. Tingkat keterpaduan kemudian akan menjadi suatu faktor di dalam diskusi kelompok yang berikut.nya Karenanya, hal tersebut akan menjadi suatu variabel masukan. Layaknya suatu variabel, akan jadi ditengahi melalui/sampai diskusi kelompok. Ketika ini berlangsung, hal tersebut dapat mempengaruhi semua variabel keluaran yang sudah kita membahas dalam buku ini. Keterpaduan dapat secara genap tidak langsung mempengaruhi dirinya sendiri.

Kita sudah membedakan keterpaduan berbasis tugas dan berbasis pemeliharaan. Seperti akan kita lihat, ketika bertindak sebagai variabel masukan, dua  aspek keterpaduan ini  mempunyai efek berbeda pada  proses kelompok dan keluaran.

Keterpaduan, Komunikasi, dan Pengaruh Sosial

 Lott dan Studi Lott'S

Wajar anggota kelompok yang adalah kompak mungkin cenderung untuk berbicara dengan satu sama lain lebih dari anggota kelompok yang tidak kompak. Hal tersebut jjuga karena keterpaduan kelompok akan mempengaruhi proses "pengaruh sosial." Kita akan menguraikan "pengaruh sosial" Lebih lanjut di bab 7. Untuk sekarang, kita dapat hanya mengatakan bahwa "pengaruh sosial" mengacu pada tatacara di mana anggota kelompok mempengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku satu sama lain. Keterpaduan perlu mempengaruhi usaha pada pengaruh sosial selama diskusi kelompok, dan usaha ini perlu] mengubah sikap anggota kelompok setelah diskusi selesai.

Lott Dan Lott (1961) menghadirkan bukti yang nampak konsisten dengan klaim ini. Mereka bertanya 15 kampus berkelanjutan dari 6 sampai 10 anggota kelompok untuk mendiskusikan ya atau tidaknya para siswa adalah yang senang/puas, malas, dan self-centered. Mereka mengukur berapa banyak komunikasi terjadi. Mereka juga meminta pendapat anggota kelompok tentang ini sebelum dan setelah diskusi, untuk melihat jika diskusi mengarahkan para anggota untuk mengubah pendapat ini. Yang terakhirnya, mereka bertanya kepada anggota kelompok berapa banyak mereka menyukai satu sama lain dalam rangka mengukur keterpaduan kelompok. Mereka menemukan bahwa rasa menyukai yang tinggi di antara para anggota mengarah kepada sejumlah perbincangan yang lebih besar mengenai persoalan tersebut dalam pembahasan. Pada gilirannya, terdapat suatu pengaruh kelompok signifikan pada pendapat anggota mengenai persoalan tersebut. Pendapat anggota menjadi semakin dekat satu sama lain setelah diskusi dalam kelompok dengan rasa menyukai yang tinggi.

Sayangnya, Lott dan Studi Lott's meremehkan kompleksitas hubungan antara keterpaduan, komunikasi, dan pengaruh sosial. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya dalam bab ini, Lott dan Lott dalam artikel lain mengklaim bahwa rasa menyukai antar anggota merupakan suatu ukuran keterpaduan kelompok yang cukup. Sayangnya, klaim ini melewatkan pembedaan antara pemeliharaan dan keterpaduan yang berbasis tugas.

Studi Back

Suatu studi klasik oleh Back (1951) menggambarkan pentingnya pembedaan ini. Back ingin melihat jika berbagai faktor yang menyebabkan keterpaduan akan mempengaruhi pengaruh sosial dengan cara yang berbeda. Ia menggunakan tiga manipulasi berbeda untuk mempengaruhi keterpaduan di dalam diadnya, atau kelompok beranggota dua orang. Dalam manipulasi "rasa menyukai", ia memberitahu para peserta bahwa mereka akan dengan pasti akrab bergaul dengan mitra pasangan mereka, yang mana mereka mungkin akan akur, atau bahwa mereka mungkin saling mengganggu satu sama lain. Manipulasi yang pertama ini dengan jelas merupakan suatu usaha untuk mendorong tinggi versus rendah versus tidak adanya keterpaduan berbasis pemeliharaan. Di dalam manipulasi "tugas", ia memberitahu kepada para peserta bahwa individu yang melakukan tugas dengan baik akan menerima lima dolar untuk pencapaian mereka atau hanya mendukung mereka untuk melakukan tugas dengan baik. Manipulasi yang kedua ini dengan jelas merupakan suatu usaha untuk mendorong tinggi versus pemeliharaan berorientasi tugas yang rendah. Dalam  manipulasi "gengsi", ia memberitahu kepada para peserta tersebut, bahwa berdasarkan pada classwork mereka, mereka harus merupakan yang terbaik dari semua kelompok atau sekedar kelompok yang melakukan tugas dengan baik. Tidak jelas apakah ini adalah suatu tugas atau manipulasi berbasis pemeliharaan.

Di dalam studi yang nyata, Back memberi para pesertanya serangkaian dari tiga foto. kemudian Ia memberitahu kepada mereka untuk menulis suatu draft persiapan dari suatu cerita yang menjelaskan dan menghubungkan foto-foto tersebut. Setelah menyelesaikn cerita tersebut, subyek mengembalikan foto tersebut dan kemudian bertemu dalam kelompok dua orang, atau pasangan. Peneliti memberi tahu para peserta bahwa mereka telah menulis cerita mengenai gambar yang sama dan bahwa mereka akan menukar informasi sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat melakukan suatu pekerjaan yang lebih baik pada pekerjaan yang berikutnya yang menjelaskan foto tersebut. Dalam keadaan yang sebenarnya, masing-masing anggota suatu pasangan yang yang telah melihat gambar yang sedikit berbeda. Ini arti bahwa beberapa perselisihan paham antara para anggota pasangan mungkin terjadi.

Back menganalisa masing-masing interaksi pasangan untuk melihat berapa banyak anggota yang berkomunikasi dan bagaimana mereka mencoba untuk mempengaruhi satu sama lain. Ia kemudian membandingkan masing-masing cerita akhir dan cerita persiapan para peserta untuk melihat apakah para pasangan telah benar-benar mempengaruhi satu sama lain. Penemuan tergantung pada jenis manipulasi keterpaduan. Mari kita memperhatikan hasil ini untuk variabel yang berbeda pada gilirannya.

Jumlah komunikasi. Back mengukur jumlah komunikasi menurut berapa banyak detik yang dihabiskan para pasangan untuk berbicara. Hasil dapat ditemukan di Tabel 3.1.

Tabel 3.1
Jenis Manipulasi
Keterpaduan
menyukai
Tugas
gengsi
Tinggi
449
321.5
362.5
Rendah
412.5
415.5
307
Nihil
330



Tidaklah mengejutkan, kohesi yang semakin berbasis pemeliharaan di dalam kelompok, semakin banyak para anggota kelompok yang berbicara dengan satu sama lain. Bahkan pasangan menceritakan bahwa mereka "mungkin" akan menyukai satu sama lain yang berbicara untuk sejumlah waktu yang secara relatif lama. Hal ini adalah konsisten dengan penemuan studi Lott dan Lott'S (1961). Akan tetapi, pasangan pemeliharaan tugas yang rendah berbicara lebih tinggi. Peserta ini nampak memandang satu sama lain semata-mata hanya sebagai perkakas untuk menuju keberhasilan pencapaian tugas yang baik, dan pasangan pemeliharaan tugas yang tinggi mereka nampak merasa tidak perlu berbicara banyak dalam melaksanakan tugas tersebut dengan baik. Kelompok "gengsi" yang tinggi dan rendah tampak bertindak seperti kelompok "rasa menyukai" mengenai hal ini, walaupun mereka berbicara lebih sedikit secara keseluruhan.

Pengaruh Sosial. Keseluruhan, pasangan yang sangat kompak dari semua tiga jenis kelompok terlibat dalam pengaruh yang lebih dicoba dibanding pasangan keterpaduan rendah. Usaha pada pengaruh melibatkan menyatakan posisi mereka sendiri, membantah, dan memberi alasan untuk meyakinkan satu sama lain. Dengan cara yang sama, pasangan berkohesif tinggi mempunyai reaksi lisan yang lebih terhadap usaha pengaruh ini dibanding yang dilakukan pasangan lain. Mitra yang kompak akan setuju atau tidak setuju dengan satu sama lain, dan menolak cerita dari satu sama lain. Pengaruh yang dicoba dan reaksi lisan terhadap usaha ini merupakan yang paling tinggi untuk kelompok manipulasi "tugas", menyediakan lebih banyak bukti dimana anggota dari pasangan ini menggunakan satu sama lain sebagai alat untuk menuju keberhasilan pencapaian tugas baik. Terakhir, terdapat lebih banyak pengaruh yang nyata dari cerita satu sama lain dalam pasangan kompak yang tinggi dibanding yang rendah untuk manipulasi "rasa menyukai" dan " tugas", walaupun keterpaduan tidak mempunyai efek atas pengaruh nyata dalam pasangan "gengsi".

Implikasi. Studi Back mengarah kepada beberapa implikasi lebih lanjut yang menarik yang menyertakan efek keterpaduan pada interaksi. Sepertinya cukup beralasan untuk memperkirakan bahwa semakin kompak suatu kelompok, semakin "ramah" percakapannya nantinya. Seseorang juga bisa mengharapkan bahwa kelompok seperti itu akan mempunyai keterpaduan yang lebih besar di masa yang akan datang. Prediksi ini berisi beberapa kebenaran. Akan tetapi, hasil Back dengan jelas menunjukkan bahwa mereka terlalu sederhana. Pertama, temuan yang diharapkan ini tidak terjadi pada kelompok "tugas". Ke dua, kelompok kompak yang tinggi lebih argumentatif dibanding kelompok kompak yang sedikit. Diskusi mereka nampak untuk menimbulkan banyak konflik.

Mengapa hal ini terjadi? Mungkin saja kelompok yang sangat kompak tersebut tidak takut untuk berargumen. Mereka mengetahui bahwa mereka betul-betul "yang direkatkan jadi satu," dan bahwa beberapa konflik tidak akan mencabik mereka terpisah. Sebagai perbandingan, suatu kelompok yang tidak kompak mungkin takut bahwa suatu perkelahian akan merobek mereka terpisah, dan dengan demikian menjadi ragu-ragu untuk berargumen.

Sesungguhnya, oleh karena perasaan mereka "yang direkatkan jadi satu," suatu kelompok kompak harus lebih mungkin untuk terlibat dalam setiap jenis komunikasi yang tidak menyenangkan. Suatu studi oleh Pepitone dan Reichling (1955) berkaitan dengan titik ini. Anggota pasangan adalah yang diberitahu bahwa mereka akan atau tidak akan suka satu sama lain. Kemudian, seseorang diperkenalkan saat "sang pelaku eksperimen" menghina kedua peserta. Sementara sesudah itu melakukan suatu tugas, pasangan yang terdiri atas anggota yang telah diberitahu bahwa mereka ingin satu sama lain menghabiskan lebih banyak waktu menyatakan permusuhan mengenai sang eksperimenter dan tugas mereka untuk satu sama lain dibanding pasangan yang terdiri atas anggota yang telah diberitahu mereka tidak akan saling menyukai satu sama lain.

Apa yang harus kita harapkan adalah untuk komunikasi diantara anggota kelompok kompak untuk sebagai alternatif lebih berargumentatif dan ramah dan tak ramah dibanding yang berada pada kelompok yang tidak kompak. Sesungguhnya, dalam Bab 8, "Proses Kelompok," kita akan menguraikan pekerjaan oleh Robert F. Bales yang menyediakan suatu penjelasan mengapa hal ini harus terjadi.

Keterpaduan Dan Kepuasan

Exline (1957) melakukan sebuah studi menarik mengenai peran keterpaduan sebagai suatu variabel masukan. Eksperimennya adalah meragukan, tetapi hal tersebut memberi lebih menerangi pertanyaan tentang bagaimana keterpaduan mempengaruhi suatu kelompok. Exline memanipulasi keterpaduan berbasis pemeliharaan dengan memberitahu para pesertanya bahwa, kepribadian orang yang didasarkan pada kepalsuan mengukur subyek yang telah mengisi sebelumnya, mereka akan "menyenangkan" atau tidak menyenangkan. Yang berikutnya Exline telah mengharuskan para pesertanya mengambil bagian dalam suatu latihan "permainan peran". Hal ini adalah suatu situasi dramatis yang diimproisasi di mana masing-masing peserta mempunyai suatu peran rahasia untuk dimainkan. Jika dibandingkan dengan semakin sedikit kelompok menyenangkan, kelompok yang semakin menyenangkan mempunyai anggota yang menyatakan bahwa mereka mempunyai lebih banyak rasa menyukai terhadap satu sama lain. Mereka juga mempunyai suatu keinginan yang lebih besar untuk bekerja sama. Sebagai tambahan, mereka menjadi lebih dicukupi dengan pencapaian mereka dan lebih mampu untuk memperkirakan peran satu sama lain yang ditugaskan dalam latihan tersebut. Penemuan nampak mengungkapkan bahwa keterpaduan mempunyai suatu efek positif atas kepuasan anggota kelompok.

Akan tetapi, terdapatpermasalahan dengan  studi ini, Exline tidak meneliti latihan kelompok tersebut. Oleh karena itu, kita tidak bisa mendapatkan satu gambaran jelas tentang koneksi yang mungkin ada di antara masukan keterpaduan dan keluaran kepuasan. Pada satu sisi, bisa jadi bahwa kelompok yang semakin menyenangkan benar-benar melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam melakukan latihan dibanding kelompok yang semakin sedikit " menyenangkan". Pada sisi lain, mungkin saja bahwa kelompok yang semakin menyenangkan tidak benar-benar melaksanakan lebih baik. Barangkali mereka menjadi lebih dicukupi hanya oleh karena keterpaduan mereka. Hasil Exline menyatakan bahwa ada suatu koneksi antara keterpaduan dan kepuasan. Akan tetapi, studinya adalah suatu contoh kerancuan yang hadir ketika para peneliti mengabaikan proses kelompok. Kita harus lebih mengetahui sebelum kita dapat membuat pernyatan-pernyataan terbatas.

Keterpaduan Dan Produktivitas Tugas

Perhatian kita yang berikutnya mengenai keterpaduan sebagai suatu variabel masukan yang melibatkan hubungan antara hal tersebut dan produktivitas tugas. Selama bertahun-tahun, hubungan ini telah dianggap sebagai sesuatu yang kompleks dan sedikit banyaknya belum jelas. Lusinan studi telah dilakukan sejak awal era tahun 1950an, dengan penemuan yang berlawanan. Kadang-kadang kelompok kompak menjadi lebih produktif dibanding kelompok yang tidak kompak, kadang-kadang mereka lebih sedikit produktif, dan kadang-kadang keterpaduan tidak tampak mempengaruhi produktivitas sama sekali.

Baru-baru ini, telah menjadi sesuatu yang penting bahwa mempertimbangkan pembedaan antara keterpaduan tugas- dan berbasis pemeliharaan menjelaskan banyak kebingungan ini. Suatu studi oleh Zaccaro dan Lowe (1988) mencerminkan pemahaman baru ini. Peneliti membentuk kelompok beranggotakan empat orang untuk melaksanakan suatu tugas produktivitas. Sebelum tugas tersebut, para eksperimenter melakukan manipulasi untuk mempengaruhi keterpaduan berbasis tugas dan berbasis pemeliharaan yang tinggi ataupun rendah. Pertama, separuh kelompok melakukan suatu latihan yang dirancang untuk menghasilkan keterpaduan berbasis pemeliharaan. Kelompok tersebut untuk sementara dipecah ke dalam pasangan yang bercakap-cakap satu sama lain, dan kemudian semua empat anggota kelompok mengambil giliran memperkenalkan mitra pasangan mereka kepada kedua anggota lainnya. Separuh kelompok lain tidak melakukan latihan ini, mengarah kepada keterpaduan berbasis pemeliharaan yang lebih rendah. Ke dua, separuh dari kelompok keterpaduan berbasis pemeliharaan  yang tinggi dan separuh yang rendah telah diberitahu mengenai pentingnya pencapaian yang baik pada tugas mereka yang akan datang dan menawarkan kredit tambahan jika mereka adalah kelompok yang melakukan paling baik. Manipulasi ini telah dirancang untuk meningkatkan keterpaduan berbasis tugas. Kelompok lain  tidak diberitahu apapun, menghasilkan pemeliharaan berbasisi tugas yang lebih rendah. Sebagai konsekwensi dari manipulasi ini, kelompok tersebut baik  tinggi maupun  rendah pada keterpaduan berbasisi tugas dan baik  tinggi maupun  rendah pada keterpaduan berbasisi pemeliharan. Yang terakhir, kelompok yang melakukan tugas produktivitas tersebut, yang melibatkan melipat banyak lembar kertas ke dalam bentuk tenda sebanyak mungkin yang mereka bisa lakukan dalamlima belas menit. Selama perfortma tersebut, para peneliti mengukur berapa banyak komunikasi yang terjadi. Para peneliti juga menanyai para peserta tersebut seberapa sungguh-sungguhkah mereka dalam melakukan tugas mereka dengan baik.

Hasil menunjukkan bahwa kelompok yang tinggi pada keterpaduan berbasis tugas menjadi lebih merasa terikat dengan pencapaian tugas dan lebih produktif dibanding kelompok yang rendah pada keterpaduan berbasisi tugas. Sebagai perbandingan, kelompok yang tinggi dan rendah pada keterpaduan berbasis pemeliharaan adalah produktivitas sama. Yang secara menarik, kelompok yang tinggi dlam keterpaduan berbasis pemeliharaan juga merasa sangat terikat dengan tugas tersebut. Akan tetapi, secara konsisten dengan Lott dan Lott (1961) dan Back (1951), mereka juga sangat banyak bicara, dan kelompok yang semakin banyak bicara adalah lebih sedikit produktif. Hal ini adalah hanya satu saja dari beberapa studi yang sudah menemukan bahwa berbicara melukai performa dalam tugas produktivitas. Dengan begitu, bicara yang lebih tinggi membatalkan efek dari motivasi tinggi dalam kelompok keterpaduan yang berbasis pemeliharaan yang tinggi.

Suatu tinjauan ulang literatur oleh Mullen & Copper (1994) menunjukkan bahwa, secara umum, kelompok kompak menjadi lebih produktif dibanding kelompok tidak kompak, terutama ketika ukuran kelompok secara relatif kecil. Akan tetapi, hubungan ini lebih kuat bagi keterpaduan berorientasi tugas dibanding untuk keterpaduan berbasis pemeliharaan. Jelas sekali, saat kelompok adalah kompak karena para anggota mereka memperhatikan tugasnya, pada umumnya mereka akan menjadi lebih produktif dibanding kelompok yang tidak kompak sebab anggota mereka tidak memperhatikan tugas mereka. Hubungan ini tidak dianggap benar ketika keterpaduan kelompok ditentukan oleh rasa menyukai atau rasa membenci. Akan tetapi, kelompok yang kompak karena rasa menyukai mungkin masih memperhatikan tugas mereka. Akankah hal ini membuat mereka produktif?

Suatu studi oleh Schachter, Ellertson, Mcbride, dan Gregory (1951) yang ditujukan bagi persoalan ini.

Mereka melakukan suatu studi yang serupa dengan studi oleh Kelley yang telah kita uraikan sebelumnya. Akan tetapi, dalam eksperimen Schachter et al., peran keterpaduan berubah dari suatu keluaran kepadasuatu variabel masukan. Dalam studi tersebut, para peneliti meminta kelompok beranggota tiga wanita untuk mengerjakan pembuatan papan catur. Studi tersebut membagi tugas itu ke dalam tiga bagian. Tugas tersebut melibatkan memotong karton, memberi pemberat, dan mengecat pola papan tersebut. Para eksperimenter berkata mereka akan menugaskan masing-masing peserta dalam kelompok salah satu dari tugas ini. Para eksperimenter berkata bahwa para peserta akan bekerja dalam ruangan yang terpisah, dan mereka bisa menukar catatan via para pesuruh. Peneliti juga memberitahu kepada para peserta tersebut bahwa mereka dengan pasti mungkin akan menyukai atau bahwa mereka tidak akan menyukai "teman sekerja" mereka. Ini adalah suatu manipulasi keterpaduan yang sukses, berdasar pada penilaian berikutnya atas rasa menyukai.

Dalam keadaan yang sebenarnya, semua peserta melakukan pekerjaan yang sama tersebut. Masing-masing berakhir memotong karton. Pelaku eksperimenter juga menginterupsi catatan mereka dan menggantikan nya dengan suatu rangkaian pesan yang distandardisasi yang mereka beri kepada para peserta tiap empat menit.

Empat catatan yang pertama serupa untuk semua peserta. Akan tetapi, mulai pada 16 menit studi tersebut, catatan tersebut mulai meminta para wanita tersebut mempercepat atau memperlambat pemotongan karton tersebut. Catatan ini bertindak sebagai suatu manipulasi untuk melihat bagaimana kelompok bisa mempengaruhi masing-masing anggota. Peneliti mengukur produktivitas dengan menghitung banyaknya papan catur yang melalui segmen delapn menit. Hasil studi ditunjukkan Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Segmen (dalam menit)
Induksi
Kohesif
8-16
16-24
24-32
Lebih cepat
Tinggi
5.31
8.23
11.23
Lebih cepat
Rendah
6.16
9.08
11.25
Lebih lambat
Tinggi
6.31
5.31
4.15
Lebih lambat
Rendah
6.42
5.84
6.00


Tampak bahwa para anggota itu dalam kelompok keterpaduan berbasis pemeliharaan yang tinggi adalah peka untuk mempengaruhi anggota kelompok lain. Sebagai konsekwensinya, mereka mengarahkan ke arah tujuan nyata kelompok. Mereka mempercepat ataupun memperlambat ketika anggota lain  memintanya. Dengan kata lain, orang-orang di dalam kelompok kompak cenderung mengikuti tindakan kelompok sekalipun tindakan tersebut melukai hasil keluaran tugas tersebut. lebih penting sepakat dengan kelompok tersebut dibanding untuk bekerja secara produktif jika kelompok tersebut memberi pesan untuk melambat. Sebagai perbandingan, anggota kelompok berbasis pemeliharaan yang rendah mengikuti usul tersebut untuk mempercepat, tetapi mereka tidak memperlambat ketika anggota lain memintanya. Mereka tidak selalu melakukan apa yang diinginkan dari keseluruhan keinginan kelompok.
Implikasi dari penemuan ini adalah bahwa kelompok yang tinggi pada keterpaduan berbasisi pemeliharaan adalah peka untuk mempengaruhi kelompok mereka. Jika kelompok mereka memperhatikan pencapaian tugas, mereka akan jadi produktif, dan jika kelompok mereka tidak memperhatikan tugas tersebut, mereka tidak akan produktif. Sebagai perbandingan, kelompok yang rendah pada keterpaduan berbasisi pemeliharaan adalah lebih sedikit peka untuk mempengaruhi kelompok mereka, sedemikian rupa sehingga apakah kelompok yang memperhatikan pencapaian tugas akan hanya mempunyai sedikit efek.

Keterpaduan, Ketelitian Keputusan dan Kwalitas

 Hubungan keterpaduan dengan ketelitian keputusan dan mutu tidaklah seluruhnya jelas. Setelah meninjau ulang riset yang lampau, Mullen, Anthony, Salas, dan Driskell (1994) menyimpulkan bahwa keterpaduan berbasis tugas mengarah kepada keputusan yang lebih baik, sedangkan keterpaduan berbasis pemeliharaan mengarah kepada keputusan yang lebih buruk. Jika benar, penemuan ini akan bersifat serupa untuk  keterpaduan dan produktivitas. Seperti pada hal tersebut, suatu kelompok yang kompak sebab anggotanya memperhatikan tugas tersebut akan bekerja lebih keras dan dengan begitu memperbaiki keputusan dibanding suatu kelompok yang anggotanya tidak memperhatikan tugas tersebut. Sebagai perbandingan, kelompok yang kompak sebab anggota mereka menyukai satu sama lain dapat menempatkan lebih banyak penekanan pada keakuran dengan satu sama lain dibanding membuat suatu keputusan baik, dan sebagai hasilnya memperburuk keputusan dibanding kelompok yang anggotanya tidak menyukai satu sama lain. Sesungguhnya, terdapat alasan untuk percaya bahwa, di bawah beberapa kondisi, menjadi akur merupakan sesuatu yang sedemikian penting bagi kelompok-kelompok yang sangat kompak dimana anggota mereka menjadi ragu-ragu untuk secara bebas menukar pemikiran. Dalam keadaan ini, kelompok dapat membuat keputusan yang sangat buruk. Kondisi ini dikenal sebagai groupthink. Kita akan mendiskusikan groupthink secara detil dalam Bab 12, "Teori Keputusan."

Masalah dengan kesimpulan umum ini adalah bahwa Mullen et al. tidak membedakan antara tugas ketelitian dan kwalitas didalam peninjauan ulang mereka. Tidak jelas bahwa kesimpulan mereka adalah benar untuk kedua jenis tugas. Sebagai contoh, Zaccaro dan Mccoy (1988) melakukan suatu studi di mana mereka memanipulasi keterpaduan tugas- dan berbasiskan pemeliharaan dengan cara yang sama seperti yang telah didiskusikan Zaccaro dan Lowe (1988). Setelah itu, kelompok melakukan suatu tugas ketelitian permainan bertahan seperti yang akan kita bahas pada Bab 2. Ketelitian adalah paling tinggi untuk kelompok yang tinggi pada keterpaduan pemeliharaan- dan berbasis tugas dibanding kelompok yang rendah dalam kedua jenis keterpaduan. Penemuan ini menyatakan bahwa ketelitian tugas mungkin lebih baik dilakukan oleh kelompok yang anggotanya saling menyukai satu sama lain dan memperhatikan tugas mereka. Jika demikian, maka penyamarataan Mullen et al.'s adalah salah.

Ke arah Suatu Teori Keterpaduan Umum sebagai Masukan

Kita berada dalam keadaan yang jauh lebih baik untuk mengemukakan suatu teori keterpaduan umum sebagai suatu variabel masukan dibanding kita untuk keterpaduan sebagai suatu variabel keluaran, sebab kita mengetahui lebih banyak tentang peran komunikasi seperti proses dalam hal ini. Saat keterpaduan berkaitan dengan faktor-faktor tugas, anggota dari kelompok yang sangat kompak menjadi lebih didedikasikan  kepada tugas mereka dibanding anggota kelompok yang lebih sedikit kompak. Komunikasi sebagian besar berorientasi tugas dan, sebagai konsekwensinya, pencapaian tugas menjadi lebih baik bagi kelompok yang sangat kompak. Sebagai perbandingan, saat keterpaduan berkaitan dengan faktor pemeliharaan, anggota dari kelompok yang sangat kompak dapat mungkin atau tidak mungkin didedikasikan kepada tugas mereka. Jika mereka didedikasikan kepada tugas mereka, mereka akan bertindak seperti kelompok keterpaduan tugas yang tinggi dan melakukan hal tersebut dengan baik. Jika mereka tidaklah dididdikasikan kepada tugas mereka, komunikasi mereka akan sebagian besar berorientasi pemeliharaan, dan mereka akan melaksanakan dengan kurang baik pada tugas mereka dibanding kelompok yang tidak kompak.

Kita lihat bahwa, sebagai suatu variabel masukan, keterpaduan berpengaruh atas proses pengaruh sosial dan pada pencapaian tugas. Seperti, hal tersebut dapat merupakan suatu alat yang kuat. Keterpaduan yang ditingkatkan dapat mengarah kepada kelompok yang lebih sukses. Dapatkah kita mempengaruhi apakah suatu kelompok kompak? Dalam bagian yang berikutnya kita menyediakan beberapa rekomendasi.

MELETAKKAN TEORI KE DALAM PRAKTEK

Ada keuntungan yang terbatas untuk suatu kelompok yang mempunyai anggota yang tertarik kepada hal tersebut. Keterpaduan dapat meningkatkan fungsi kelompok tersebut. Anggota dari kelompok yang sangat kompak cenderung percaya dan mempunyai kepercayaan pada satu sama lain. Hal ini mengarah kepada suatu atmospir yang mengijinkan ungkapan sudut pandang yang berlawanan. Ungkapan bebas semacam ini diperlukan bagi kelompok untuk membuat keputusan terbaiknya. Keterpaduan juga menyediakan potensi suatu kelompok untuk bekerja pada tingkatannya yang paling produktif dan paling cepat. Yang terakhir, kelompok kompak mempunyai para anggota yang menikmati kebersamaan. Interaksi di dalam suatu kelompok ramah menciptakan perasaan yang baik. Keseluruhan pengalaman kelompok kompak membawa kepuasan. Hal ini adalah tujuan berharga di dalam diri mereka dan mengenai diri mereka. Kita mestinya tidak melupakannya bahkan di saat menekan kebutuhan tugas.

Akan tetapi, terdapat suatu sisi buruk terhadap keterpaduan. Keterpaduan yang semata-mata merupakan suatu hasil rasa menyukai para anggota kelompok yang dapat mengarah kepada pencapaian kelompok lemah. Jika kelompok tersebut menjadi lebih terkait dengan memelihara hubungan baik atau bersenang senang dengan satu sama lain, tugas pekerjaan akan terbengkalai. Oleh karena itu, apapun faktor yang mengarah kepada keterpaduan, kelompok tersebut harus termotivasi untuk melaksanakan tugasnya. Jika ya, kelompok tersebut akan bekerja dengan baik bersama-sama.

Seperti yang dapat anda lihat, kelompok yang kompak mempunyai banyak sekali kwalitas. Sayangnya, seseorang tidak bisa memaksa suatu kelompok untuk kompak. Sebagai contoh, para anggota boleh terus terang jika tidak menyukai satu sama lain, atau para anggotanya tidak memperhatikan tugasnya. Ada sedikit yang bisa dilakukan mengenai hal ini.

Akan tetapi, dalam banyak hal, suatu kelompok dapat melaksanakan tindakan spesifik dalam rangka meningkatkan keterpaduannya sendiri. Rekomendasi berikut mungkin sangat menolong:

1. Kelompok dapat meningkatkan jumlah komunikasi antar anggotanya. Akan tetapi, kesuksesan dari strategi ini, tergantung pada isi dari komunikasi tersebut. Strategi akan berbalik menyerang jika pembicaraan yang ekstra berisi kebanyakan perselisihan paham atau ungkapan tidak menyukai. Akan tetapi, ingatlah bahwa saat suatu kelompok mencapai keterpaduan, ada suatu bahaya dari terlalu banyaknya konsentrasi pada persetujuan dan perasaan baik antar anggota. Kelompok harus mencapai suatu timbangan sesuai.

 2. Kelompok dapat mengangkat daya pikat interaksi kelompok. Sebagai contoh, mendorong beberapa humor saat membuat keputusan kelompok. Hal ini akan membantu menetralkan tekanan dan ketertarikan yang disebabkan oleh perhatian kepada tugas tersebut. Sedikit kesenangan di permulaan, dan terutama sekali pada bagian akhir, dari suatu pertemuan adalah baik. Sebagai tambahan, suruh para anggota melakukan tugas yang tidak terlalu menarik bersama-sama, seperti diusulkan Bab 2, bahkan atas biaya produktivitas.

 3. Kelompok dapat mempertinggi nilai yang dirasa menjadi anggota kelompok dalam tiga cara:

a. Kelompok dapat menekankan kepentingan tujuan-tujuannya. Memperjelas bahwa tujuan kelompok adalah penting terhadp anggota individu yang dapat meningkatkan kesanggupan anggota tersebut terhadap kelompok dan meningkatkan usaha mereka.

 b.Kelompok dapat menekankan saling ketergantungan antar anggota saat mereka melaksanakan tugas. Beri masing-masing anggota peran kepemimpinan untuk dilakukan (lihat Bab 11, "Pendekatan-pendekatan berdasarkan komunikasi terhadap Kepemimpinan"). Puji dan salahkan kelompok tersebut secara keseluruhan untuk pencapaian yang baik dan tidak baik. Jangan memusatkan pada anggota individu
.
 c. Kelompok dapat menekankan identitasnya. Pastikan semua orang menyadari sejarah kelompok. Perbicangkan tentang pengalaman umum yang anggota telah bagi bersama. Bertemu di waktu dan tempat yang sama. Beri kelompok tersebut sebuah nama. Lakukan aktivitas sosial bersama-sama. Jika kamu tidak keberatan menjadi sedikit, undang kompetisi dengan kelompok lain. Kamu dapat juga memperkuat  penghalang, seperti upacara inisiasi, dimana orang-orang harus menyeberang agar menjadi anggota kelompok.

Rekomendasi-rekomendasi ini dapat membantu suatu kelompok menjadi lebih kompak. Anggota suatu kelompok yang sangat kompak lebih dapat beradaptasi untuk bekerja sama dengan satu sama lain dan untuk bersaing dengan kelompok lain. Kemampuan untuk bersaing ini adalah suatu aspek keterpaduan yang penting. Di dalam bab yang berikutnya kita akan mengalihkan perhatian kita dari dinamika di dalam suatu kelompok kepada dinamika konflik antar kelompok.

RINGKASAN

Di dalam bab ini, kita menyetujui ahli teori yang telah menggambarkan keterpaduan sebagai hasil dari semua kekuatan yang menarik anggota kepada kelompok mereka. Layaknya suatu hasil, hal tersebut adalah suatu variabel keluaran. Kelompok menjadi lebih kompak ketika anggota mereka merasa terikat dengan kelompok tersebut. Ada dua jenis kekuatan umum yang mengarah kepada komitmen anggota dan keterpaduan kelompok. Hal ini adalah faktor berbasis pemeliharaan dan faktor berbasis tugas. Oleh karena pembedaan ini, kita dapat memperbicangkan tentang keterpaduan pemeliharaan- dan keterpaduan berbasis tugas secara terpisah.

Faktor yang paling utama dalam keterpaduan berbasis pemeliharaan adalah jumlah rasa menyukai antar anggota kelompok. Agar rasa menyukai terjadi, orang-orang harus bertemu satu sama lain. Setelah kontak awal ini, orang-orang dapat menyukai satu sama lain atas beberapa alasan. Mereka dapat menyukai satu sama lain oleh karena karakteristik yang mereka hormati/kagumi dari kepribadian satu sama lain. Sebagai tambahan, seseorang dapat menyukai seseorang sebab ia nampak seperti orang yang setuju dengan dia mengenai persoalan penting lainnya.

Suatu faktor kedua dalam keterpaduan berbasis pemeliharaan adalah identifikasi anggota dengan kelompok tersebut. Ketika ini terjadi, anggota datang untuk menghormati/mengagumi anggota kelompok lain yang mereka rasa mencerminkan hal yang ideal untuk kelompok tersebut. Sepertiga faktor di dalam keterpaduan berbasis pemeliharaan adalah kebutuhan psikologis para anggota. Hal ini meliputi kebutuhan akan kekuasaan, keanggotaan, status, dan evaluasi dari kepercayaan seseorang.

Pemeliharaan berbasis tugas adalah suatu hasil atraksi anggota kelompok kepada aktivitas dan tujuan kelompok. Faktor ini dibagi oleh anggota kelompok. Sebagai tambahan, dapat terdapat tujuan-tujuan pribadi yang  tidak dibagi oleh anggota kelompok lain yang dapat menarik orang-orang kepada kelompok.

Keterpaduan juga bertindak sebagai suatu variabel masukan. Seperti, hal tersebut mempengaruhi proses kelompok dan keluaran. Efek keterpaduan sebagai suatu variabel masukan dapat tergantung pada apakah hal tersebut adalah tugas- atau berbasis pemeliharaan. Jika dibandingkan dengan kelompok yang lebih sedikit kompak, anggota dari kelompok kompak mencoba untuk mempengaruhi satu sama lain secara lebih sering, dan mereka menemukan bahwa lebih nyaman untuk tidak setuju dengan satu sama lain. Akan tetapi, sedangkan kelompok yang tinggi dalam keterpaduan berbasis pemeliharaan cenderung menjadi lebih banyak bicara secara keseluruhan dibanding kelompok keterpaduan berbasis pemeliharaan yang rendah, kelompok keterpaduan berbasis tugas yang tinggi sering berbicara kurang dari kelompok yang rendah dalam pemeliharaan berbasis tugas. Sebagai tambahan, sedangkan kelompok keterpaduan berbasis tugas yang tinggi melakukan tugas mereka lebih baik daripada anggota keterpaduan berbasis tugas yang rendah, hal yang sama adalah benar untuk keterpaduan berbasis pemeliharaan hanya ketika anggota termotivasi untuk melaksanakan tugas mereka. Saat anggota kelompok tidaklah tertarik akan pencapaian tugas mereka, kelompok kompak berbasis pemeliharaan adalah lebih lemah pada tugas mereka dibanding kelompok yang tidak kompak.

Sumber:
http://www.udel.edu/commication/COMM356/point/chap 3.htm tentang Keterpaduan/kekompakkan/Ke-ertan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar