Minggu, 29 September 2013

Kemiskinan Kota

Permasalahan kemiskinan di Indonesia, jelas tidak hanya menjadi “milik” pedesaan (petani, buruh tani, buruh nelayan, dsb) tetapi juga merupakan masalah perkotaan. 

Suparlan (1984) mengemukakan bahwa masalah kemiskinan di perkotaan merupakan masalah laten dan kompleks yang implikasi sosial dan kebudayaannya bukan hanya melibatkan dan mewujudkan berbagai masalah sosial yang ada di kota yang bersangkutan saja atau menjadi masalah orang miskin di kota tersebut, tetapi juga melibatkan masalah-masalah sosial yang ada di pedesaan. Kemiskinan kota sebagai bagian dari kemiskinan “nasional” di Indonesia juga menjadi masalah yang cukup “akut” untuk ditangani.


Sebagai warisan dan historis yang sudah berabad-abad, sejak munculnya kota itu sendiri, kaum papa perkotaan menjadi sebuah fenomena masalah sosial yang memprihatinkan, dengan tingkat penanggulangan yang lebih memprihatinkan, seolah-olah kemiskinan itu sendiri bersifat abadi, lestari dan tidak bisa dirubah lewat aksi maupun reformasi apapun. Kota-kota di Indonesia yang sekilas kelihatan sebagai symbol kemajuan dan budaya yang lebih maju, dan seharusnya demikian, ternyata masih dipenuhi oleh problem kemiskinan dengan segala masalah sosial yang disebabkan atau berdampingan dengan masalah sosial lainnya. Pelacuran, pencurian, pemabukan, pengangguran merupakan beberapa contoh yang menimbulkan berbagai bahaya sosial dan krisis sosial yang lebih besar seperti kerusuhan, pembunuhan, perkelahian dan konflik. Kemiskinan telah menjadi bahan bakar sekaligus sumbu pemicu munculnya masalah sosial lainnya.

Berbagai program penanggulangan kemiskinan juga bersifat topdown, temporal (jangka pendek) dan sporadis dan sekedar menghilangkan puncak “gunung es” kemiskinan. Rendahnya keterlibatan masyarakat miskin dalam program tersebut, karena program itu disusun  dengan asumsi bahwa orang miskin tidak mampu menolong diri sendiri dan tidak memiliki potensi untuk menolong diri sendiri, menyebabkan keefektifan program ini masih kecil. Pengetahuan tentang potensi dan kemampuan/daya orang miskin dalam menolong diri sendiri masih sangat terbatas.

Data-data statistik makro yang digunakan “birokrat” belum mampu mengungkap dan memahami sepenuhnya fenomena  kemiskinan perkotaan. Data-data itu sulit mengungkap sumber pokok dan penyebab lain fenomena kemiskinan, sehingga penanggulangan kemiskinan kota belum efektif dan senantiasa menimbulkan bias, khususnya di level meso dan mikro. Pemahaman tentang profil komunitas miskin dari segi internal dan eksternal, mutlak diperlukan sebagai acuan penanggulangan kemiskinan tidak hanya dalam jangka pendek, namun juga dalam jangka menengah dan panjang. Kajian dan analisis berbagai aspek dan dimensi kemiskinan dan penyebabnya diperlukan untuk mendudukkan permasalahan kemiskinan secara obyektif dan fair, agar semua pihak  yang terlibat dalam poemecahan masalah sosial ini bisa merubah pola pikir, nilai-nilai, sikap dan perilaku ke arah lebih profesional dan efektif.

Faktor Internal Penyebab Kemiskinan Perkotaan sebagai berikut :
Item Internal
Penjelasan
Keterbatasan Karakter
Kurang etos kerja: malas, fatalistik, takut menghadapi masa depan, kurang daya juang.
Kurang kepedulian terhadap norma-norma susila:
suburnya perilaku menyimpang (pelacuran,
perceraian, kumpul kebo, minuman keras dan obat
terlarang, pencurian, anak-anak terlantar,
pengemis, pengamen, pencopet, keterasingan,
kekerasan, ketidaksantunan, penodongan)
Keterbatasan Pendidikan /
Pengetahuan
1.       Tidak memiliki / tidak terjangkau biaya untuk menempuh pendidikan
2.       Tidak memikirkan pendidikan anak-anaknya
3.       Sebagian masih buta huruf
4.       Tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya
Learning process sangat terbatas untuk merubah
perilakunya karena perilaku yang lebih produktif,
lebih normatif bersumber dari learning process,
berada dalam lingkungan dimana learning process
tidak kondusif
Keterbatasan Harta Benda / Ekonomi
Tidak memiliki/minim aset, kurangnya lapangan kerja, ekonomi informal (jalanan, tidka diakui, tanpa fasilitas apa-apa), buruh kasar-upah rendah, tidak punya modal untuk memulai usaha, jaringan kredit yang tidak mudah, tidak mampu mengisi sector kerja yang lebih formal, exchange properties yang rendah, pekerjaan, tidak tetap, pengangguran, kerja berbau kriminal
Keterbatasan Kesehatan
Pangan yang tidak memenuhi kebutuhan fisik (bahkan sering kelaparan); Rumah yang tidak layak (multiguna, tempat kerja, untuk tempat jualan, menumpuk dan memilah-milah barang bekas, kerajinan dan berbagai kegiatan ekonomi sektor
informal lainnya; lingkungan perumahan yang tidak sehat (kumuh), MCK yang tidak layak/pinggir kali, listrik yang terbatas, air bersih terbatas; lemahnya ketahanan fisik karena rendahnya konsumsi pangan baik kuantitas maupun kualitas sehingga konsumsi gizi mereka sangat rendah yang berakibat pada rendahnya produktivitas mereka; bila sakit tak mampu berobat, bahkan anak sering sakit karena mengkonsumsi air yang tidak bersih
Keterbatasan Ketrampilan
Rendahnya learning process karena tidak memiliki biaya untuk mengikuti sekolah, kursus, atau pelatihan yang menambah ketrampilan mereka
Keterbatasan Kasih Sayang
Kurangnya masyarakat terhadap keberadaannya akibat budaya materialistik
Keterbatasan Keadilan
Menjadi korban ketidak adilan oleh dirinya sendiri, oleh orang kelompoknya, kelompok kaya, maupun oleh pemerintah. Karena sifatnya yang menjadi masalah/beban dan tidak produktif maka tidak memiliki daya tarik. Daya tarik oleh perusahaan dengan gaji rendah
Keterbatasan Penghargaan
Tersingkirkan dari institusi masyarakat atau bahkan
pemerintah. Hanya sering dipolitisasi tapi jarang direalisasi perbaikan nasibnya
Keterbatasan Kekuasaan
1.       Suaranya jarang didengar baik secara kelompok apalagi secara individu;
2.       Tidka cukup kekuatan tawar menawar/tidak berdaya untuk memperjuangkan nasibnya/tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka.
3.       Jarang menang dalam bernegosiasi ekonomi
Keterbatasan Keamanan
Keterbatasan keamanan, Lokasi usaha ditertibkan Tibum; tinggal di tanah negara; lingkungan masalah-masalah sosial lain
Keterbatasan Kebebasan
Terhimpit persoalan hidup sehari-hari untuk mencari makan, terhimpit hutang, tempat tinggal di tanah negara, li gkungan kumuh yang tidak sehat

Faktor Eksternal Penyebab Kemiskinan Perkotaan sebagai berikut :
Item Internal
Penjelasan
1.       Strategi pertumbuhan ekonomi, pemihakan terhadap sektor swasta besar, pengabaian sector UKM/Usaha Kecil Menengah dan sektor informal

2.      Penyelenggaraan fungsi birokrasi, rendahnya pelayanan publik
1.       Sektor swasta besar diharapkan mampu menyerap tenaga kerja, membayar pajak dan membayar upeti kepada keluarga penguasa
2.       Perilaku KKN dan monopoli, sentralistik patrimonial, hidup mewah dan bisnis monopoli, birokrasi diperalat untuk kepentingan kelompok kecil penguasa dan pengusaha
3.      Strategi pembangunan yang tidak merata, tidak memperhitungkan aspek pemadatan penduduk, asal-asalan yang penting bisa memberikan uang pelicin ijin industri atau usaha lainnya
1.       Tenaga kerja yang diperlukan harus memiliki kualifikasi tertentu, sehingga kaum papa yang biasanya tidak memiliki ketrampilan tidak bisa memenuhi
2.      Kurangnya kemitraan dengan usaha kecil, menengah dan sector informal kurangnya rekognisi terhadap kaum miskin yang menghambat kesetiakawanan sosial
1.       Bidang kerja (industri dan jasa) yang diperlukan biasanya jauh berbeda dengan asal kaum urban (mayoritas petani atau buruh tani)
2.       Kemitraan dengan kaum papa berarti tidak efisien, tidak trampil dan tidak menguntungkan secara bisnis
3.      Sikap kaum kaya yang eksklusif, dan merasa tergantung pada kaum papa, karena jumlahnya yang banyak dan bisa ” dihargai” dengan murah

Dapat disimpulkan bahwa:

  1. Masalah kemiskinan perkotaan merupakan bagian dari kemiskinan bangsa, bersumber dari dalam kaum papa sendiri, dan terutama dampak pembangunan topdown yang belum memihak sepenuhnya kepada rakyat banyak.
  2. Sumberdaya yang dialokasikan untuk mengentaskan kemiskinan perkotaan selama ini masih terlihat belum signifikan disertai komitmen yang tidak sungguh-sungguh (lipservice).
  3.  Peningkatan good governance merupakan kunci penanggulangan  kemiskinan perkotaan.
  4. Learning process bagi kaum papa perkotaan dan bagi pemerintah yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan, memang merupakan hal berat yang harus dijalankan, namun demikian hal itu tidak terasa berat jika kita sebagai bangsa segera bertekad meninggalkan kemiskinan yang telah berubah menjadi kehinaan seperti sekarang ini.
Sumber :
  1. Sutandyo, 2005, Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial "Ketika Pembangunan Tak berpihak Kepada Rakyat Miskin, Airlangga University Press, Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar