Minggu, 29 September 2013

Kelembagaan dan Kelompok

Kelembagaan dan Kelompok 
1.                   Kelembagaan
Pengertian lembaga sampai saat ini masih menjadi bahan perdebatan yang sengit di kalangan ilmuan sosial. Terdapat kebelumsepahaman tentang arti “kelembagaan” di kalangan ahli. Dalam literatur, istilah “kelembagaan” (social institution) disandingkan atau disilangkan dengan “organisasi” (social organization). Bahkan lebih jauh Uphoff (1986), memberikan gambaran yang jelas tentang keambiguan antara lembaga dan organisasi :
“What contstitutes an ‘institution’ is a subject of continuing debate among
social scientist….. The term institution and organixation are commonly used interchangeably and this contributes to ambiguityand confusion” (Norman
Uphoff, 1986).
Sementara itu, Koentjaraningrat (1997) mengemukakan bahwa belum terdapat istilah yang mendapat pengakuan umum dalam kalangan para sarjana sosiologi untuk menterjemahkan istilah Inggris ‘social institution’. Ada yang menterjemahkannya dengan istilah ‘pranata’ ada pula yang ‘bangunan sosial’ (Koentjaraningrat, 1997).
Istilah lembaga dan organisasi secara umum penggunaannya dapat dipertukarkan dan hal tersebut menyebabkan keambiguan dan kebingungan diantara keduanya. Pembedaan antara lembaga dan organisasi masih sangat kabur. Organisasi yang telah mendapatkan kedudukan khusus dan legitimasi dari masyarakat karena keberhasilannya memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat dalam waktu yang panjang dapat dikatakan bahwa organisasi tersebut telah “melembaga”. Namun demikian, menurut para ahli setidaknya ada empat cara membedakan kelembagaan dengan organisasi, yaitu (Syahyuti, 2006) :
1. Kelembagaan adalah tradisional, organisasi modern.
2. Kelembagaan dari masyarakat itu sendiri, organisasi datang dari atas.
3. Kelembagaan dan organisasi berada dalam satu kontinuum. Organisasi adalahkelembagaan yang belum melembaga (lihat Norman Uphoff). Yang sempurna  adalah organisasi yang melembaga.
4. Organisasi merupakan bagian dari kelembagaan. Organisasi sebagai organ   kelembagaan.
Kotak 1. Komponen Kelembagaan
1.      Person (=orang). Orang-orang yang terlibat di dalam satu kelembagaan dapat diidentifikasi dengan jelas.
2.      Kepentingan. Orang-orang tersebut sedang diikat oleh satu kepentingan/tujuan, sehingga mereka terpaksa harus saling berinteraksi.
3.      Aturan. Setiap kelembagaan mengembangkan seperangkat kesepakatan yang dipegang secara bersama, sehingga seseorang dapat menduga apa perilaku orang lain dalam lembaga tersebut.
4.      Struktur. Setiap orang memiliki posisi dan peran, yang harus dijalankannya secara benar. Orang tidak bisa merubah-rubah posisinya dengan kemauan sendiri.

Sumber : Syahyuti, 2006
Inti dari kelembagaan adalah interaksi. Untuk mempelajari kelembagaan adalah dengan memperhatikan interaksi yang terjadi : Apakah interaksi tersebut berbentuk formal ataukah nonformal ? Apakah berpola horizontal atau vertikal ? Apakah berbasiskan ekonomi atau bukan (biasanya disebut ”sosial”) ? Apakah hanya sesaat atau berlangsung lama ? Apakah merupakan hal yang biasa atau hal baru ? Apakah berpola atau acak ? Apakah karena perintah atau bukan ?. Dari interaksi yang terjadi dalam kelembagaan, maka ada sepuluh prinsip dalam pengembangan kelembagaan seperti pada Kotak 2.
Kotak 2. Prinsip Pengembangan Kelembagaan

1. Bertolak atas existing condition
2. Kebutuhan
3. Berpikir dalam kesisteman
4. Partisipatif
5. Efektifitas
6. Efisiensi
7. Fleksibilitas
8. Nilai tambah atau keuntungan
9. Desentralisasi
10. Keberlanjutan

Sumber : Syahyuti (2006).
2.                   Kelompok
Dalam perspektif pembangunan, kelompok dianggap sangat strategis dalam meningkatkan partisipasi sosial, memfasilitasi proses belajar, dan bahkan sebagai wadah bersama dalam penyaluran aspirasi. Sejalan dengan pandangan ini, kenyataan menunjukkan bahwa di setiap desa terdapat banyak jenis dan jumlah kelompok, seperti kelompok tani, kelompencapir, kelompok masyarakat – Inpres  Desa Tertinggal (pokmas IDT), dan perkumpulan petani pemakai air (P3A). Selain itu ada lagi yang disebut sebagai kelompok petani kecil yang terbentuk melalui Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K) dan lain-lainnya.
Kotak 3. Pengertian Kelompok
1.      Kelompok adalah kumpulan orang-orang yang merupakan kesatuan sosial yang mengadakan interaksi yang intensif dan mempunyai tujuan bersama.
2.      Menurut DeVito (1997) kelompok merupakan sekumpulan individu yang cukup kecil bagi semua anggota untuk berkomunikasi secara relatif mudah. Para  anggota saling berhubungan satu sama lain dengan beberapa tujuan yang sama dan memiliki semacam organisasi atau struktur diantara mereka. Kelompok mengembangkan norma-norma, atau peraturan yang mengidentifikasi tentang apa yang dianggap sebagai perilaku yang diinginkan bagi semua anggotanya.
3.      Kelompok mempunyai karakteristik sebagai berikut : (1) Terdiri dari dua orang atau lebih, (2) Berinteraksi satu sama lain, (3) Saling membagi beberapa tujuan yang sama, (4) Melihat dirinya sebagai suatu kelompok.
4.      Kesimpulan dari berbagai pendapat ahli tentang pengertian kelompok adalah kelompok tidak terlepas dari elemen keberadaan dua orang atau lebih yang melakukan interaksi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
   Kelompok tidak sekedar instrumen untuk implementasi kebijakan, tetapi merupakan wadah pemberdayaan masyarakat pedesaan. Menilik pada konsep Ife (1995) dimana pemberdayaan sebagai suatu proses untuk meningkatkan kekuatan pihak-pihak yang kurang beruntung, hanya dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan yang mampu melibatkan mereka dalam proses pengembangan kebijakan, perencanaan, aksi sosial politik, dan proses pendidikan. Esensi proses pemberdayaan yang digarikan oleh Ife (1995) tersebut menjadi argumentasi bahwa upaya revitalisasi peran kelompok hanya dapat dilakukan melalui  proses-proses yang partisipatif, dari tahap pembentukan atau inisiasi, perencanaan, aksi, pengawasan atau evaluasi, hingga pada berbagi hasil yang diperoleh kelompok.
   Chamala (1995) dengan konsepnya tentang Participative Action Management (PAM) menggaris bawahi bahwa suatu kelompok yang efektif terbentuk minimal dalam waktu enam bulan, sejak tahap Inisiasi hingga tahap pengembangan fungsi kelompok. Pada tahap inisiasi misalnya, diperlukan suatu kesadaran bersama akan eksistensi masalah dan kebutuhan. Melibatkan anggota dan pengurus kelompok dalam proses inisiasi hingga pengembangan fungsi kelompok, menurut Chamala (1995) menjadi bagian sentral dari proses pemberdayaan kelompok, yang pada gilirannya munculnya kepercayaan akan kemampuan diri (self-empowerment), tanggung jawab, dan komitmen.
Kotak 4. Fase Proses Pembentukan Kelompok
Fase-fase berikut memberikan satu ilustrasi praktis tentang proses pembentukan
kelompok dalam pemberdayaan masyarakat (Chamala, 1995).
FASE 1: INISIASI
Tahap 1: Kesadaran tentang adanya masalah internal & external (oleh pemimpim lokal, warga, petugas atau pihak-pihak lainnya).
Tahap 2:  Penyatuan perhatian terhadap masalah (diskusi informal diantara pihak-pihak yang sadar akan adanya masalah).
Tahap 3:  Testing tentang adanya perhatian yang lebih luas (diskusi informal dengan tokoh masyarakat atau instansi terkait).
Tahap 4: Mencari dukungan lebih lanjut (khususnya dari tokoh masyarakat, agen pembaharu, dinas, dll).
FASE 2: PEMBENTUKAN
Tahap 1:  Undang untuk pertemuan (meliputi staf dari instansi terkait dan tokohmasyarakat. Hal yang pokok yang ingin dicapai dalam tahap ini adalah pemilihan panitia pengarah, yang kemudian bertugas menyusun draf rencana umum dan struktur kelompok).
Tahap 2: Mengembangkan struktur kelompok sementara dan rencana umum (dengan mempertimbangkan kebijakan pemerintah, dan mencari informasi serta bantuan dari pihak-pihak terkait).
Tahap 3:  Pengesahan struktur dan rencana umum kelompok dalam suatu rapat umum (biasanya panitia pengarah terpilih sebagai pengurus kelompok).
FASE 3: AKSI
Tahap 1: Memeriksa rencana umum guna merumuskan tujuan jangka pendek (fokuskan pada satu proyek yang viable).
Tahap 2: Mengembangkan rencana kerja dan menetapkan program kerja (misalnya memutuskan apa yang perlu dilakukan, sumberdaya, waktu, koordinasi, dll).
Tahap 3: Implementasi rencana kerja (pelatihan, demonstrasi, dll).
Tahap 4: Evaluasi dan dokumentasi kemajuan.
FASE 4: PENGEMBANGAN/PEMBUBARAN ATAU RESTRUKTURISASI
Tahap 1: Mengembangkan fungsi yang sudah ada (tangani lebih banyak masalah, capai sasaran atau target yang lebih luas, perbanyak inisitif. Dalam hal kelompok tani, tingkatkan jumlah penyaluran saprodi, kurangi kredit macet, dll).
Tahap 2: Kembangkan fungsi baru (tidak saja memperbanyak pelayanan buat anggota, tetapi juga kembangkan fungsi "berperan ke atas dan atau ke samping", menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang lebih luas.
Tahap3: Perluasan kelompok (mengembangkan jangkauan lokasi atau membentuk subkelompok baru yang sesuai):Sumber : Muktasam, 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar