Minggu, 21 Maret 2010

KEBIJAKAN SOSIAL DAN RAKYAT MISKIN

Kebijakan Sosial dan Rakyat Miskin adalah sebuah perpaduan yang sangat indah jika ke dua unsur diatas diformulasikan ke dalam bentuk sebuah keputusan-keputusan yang secara langsung terintegrasi dalam bentuk program-program yang dapat benar-benar dapat dirasakan dan dinikmati oleh golongan orang miskin, kelompok miskin dan rakyat miskin.

Kebijakan Sosial adalah keputusan-keputusan yang diambil secara kolektif dan merupakan pilihan yang diambil oleh Pemerintah dalam wujud sebuah program, misalnya program PKH, program Bantuan Langsung Tunai, Program Beras Miskin, Program Dana Operasional Sekolah, Program P2KP, Program PNPM, Program Rumah Sangat Sederhana dan lain-lain.

Pada awalnya tujuan dari program-program yang telah dicanangkan oleh pemerintah benar-benar ditujukan pada rakyat miskin, tetapi di dalam pelaksanaannya masih banyak distorsi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu bahkan program-program tersebut menjadi ajang politisasi sebuah partai jika ada pesta demokrasi.

Menurut David Gil (1973) ” untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan sosial, terdapat perangkat dan mekanisme kemasyarakatan yang perlu diubah yaitu menyangkut:1. pengembangan sumber-sumber; 2. pengalokasian status dan 3. pendistribusian hak ”

Conyers (1984) mengatakan bahwa perencanaan sebaiknya tidak dipandang sebagai aktivitas yang terpisah dari kebijakan, tetapi sesuatu proses dari pengambilan keputusan yang amat kompleks yang dimulai dari perumusan tujuan kebijakan serta sasaran yang lebih luas, kemudian dikembangkan melalui tahapan-tahapan dimana tujuan kebijakan ini diterjemahkan ke dalam bentuk rencana program dan proyek khusus yang selanjutnya dilaksanakan secara nyata”

Menurut Edi Suharto bahwa tujuan dari Kebijakan Sosial adalah ”merupakan suatu perangkat, mekanisme dan sistem yang dapat mengarahkan dan menterjemahkan tujuan-tujuan pembangunan. Kebijakan Sosial senantiasa beroientasi kepada pencapaian tujuan sosial. Tujuan sosial ini mengandung dua pengertian yang saling terkait, yakni memecahkan masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial”

Sejalan dengan pendapat diatas sebenarnya pemerintah telah melakukan strategi dan taktik yang jitu untuk membantu beban hidup rakyat miskin melalui program-program dalam jangka pendek maupun dalam angka panjang tetapi hal ini juga berimbas pada ketergantungan rakyat miskin dan menuntut peran pemerintah secara instan padahal untuk menetapkan sebuah kebijakan memerlukan dana dan waktu yang tidak sedikit sebab pemerintah harus mendiskusikan terlebih dahulu dengan pihak Dewan.

Kebijakan dapat diartikan juga sebagai melindungi, merawat, memberi dan memberdayakan masyarakat miskin sehingga masyarakat tidak hanya menuntut hak tetapi juga melakukan kewajiban dalam bentuk usaha merubah nasib. Fungsi dari pemberdayaan ini adalah memberikan kekuasaan kepada orang miskin untuk menentukan pilihan-pilihan hidup, pemberian modal, pemberian pelatihan-pelatihan, pemberian alat-alat produksi.

Tetapi masyarakat seringkali juga tidak memahami tujuan pemerintah ini bahkan jika program telah usai maka bantuan-bantuan yang berupa alat-alat produksi justru dijual dan pelatihan=pelatihan ketrampilan hilang tanpa bekas dengan alasan tidak ada modal sehingga pelatihan ketrampilan tidak bermakna.

Kebijakan Sosial diartikan sebagai keputusan bersama, respon terhadap masalah dan kebutuhan orang banyak, memanfaatkan sistem sumber, mengikuti nilai dan dilakukan untuk mencapai tujuan kesejahteraan rakyat.

Biasanya Kebijakan Sosial berupa Undang-Undang kemudian diintegrasikan dalam bentuk program-program pelayanan sosial yang bersifat residual maupun yang institusional. Pelayanan Sosial sendiri memiliki makna sebagai bantuan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Negara memang wajib mensejahterahkan warga negaranya dan hal ini telah tertuang dalam UU No.6/7 tetapi negara juga memiliki keterbatasan dana. Welfare State adalah salah satu bentuk kepedulian pemerintah yang bertujuan untuk pencegahan agar warga negara tidak menjadi miskin. Tentunya ini dibutuhkan sebuah proses yang panjang, koordinasi antar instansi-instansi seperti departemen pendidikan, depatemen sosial, departemen tenaga kerja, departemen kesehatan dan departemen sumber daya manusia serta departemen perumahan.

Peran dari masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam proses arah perubahan agar orang miskin bangkit dari keterpurukan. Pengembangan masyarakat sangat terkait dengan keterpaduan antara sistem klien dengan sistem lingkungannya sehingga proses perubahan yang diharapkan dari rakyat miskin dapat terwujud karena sistem dukungan dari lingkungannya.

Mempelajari kebutuhan masyarakat sama artinya dengan mempelajari kebutuhan individu, keluarga dan kelompok walau memiliki porsi yang berbeda namun sama-sama bersinggungan dengan norma, nilai, kondisi demografis, geografis, sosiografis, modal, kepercayaan diri, politik, ekonomi, budaya, perumahan, kesehatan, fasilitas, keamanan, sumber informasi, pemanfaatan sumber, penggalian sumber, optimalisasi sumber, jaringan kerja, distribusi pendapatan dan kenyaman hidup.

Peran serta masyarakat memeng sangat dperlukan terutama dari para pengusaha sehingga terwujud tanggung jawab bersama dengan pemerintah yang akan menciptakan iklim yang diharapkan oleh masyarakat secara khususnya dari golongan masyarakat miskin.

Hubungan pemerintah dan pengusaha akan menciptakan suatu hubungan mengarah pada hal-hal sbb :

  1. Assemnet terhadap resiko sosial dan investasi;
  2. Mengembangkan kesadaran dan kapasitas untuk mengelola isu-isu sosial pada kegiatan-kegiatan di sektor indistri;
  3. Memastikan keberlanjutan dan keamanan investasi pada infrastruktur melalui keterlibatan masyarakat sebgai tenaga kerja;
  4. Pendekatan kemitraan dan pengembangan kepemilikan masyarakat,
  5. Menghargai hak asazi manusia sehingga tidak memperlakukan tindakan-tindakan semena-mena kepada kelompok masyarakat masyarakat yang kurang beruntung.
Memang rasanya tidak adil jika kita selalu seolah-olah melakukan tindakan yang menyalahkan pemerintah padahal pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengentaskan rakyat miskin dari lingkaran kesengsaraan dan jebakan keadaan yang memaksa mereka selalu menjadi orang miskin.

Pertama, orang miskin seringkali sangat dekat dengan ketidak-berdayaan mereka untuk mengakses sistem-sistem sumber yang ada diantara mereka atau sistem-sistem yang berada di luar lingkungan mereka, kedua orang miskin seringkali tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebuhan sehari-hari atau kebutuhan pangan, ketiga orang miskin seringkali tidak mampu untuk mencari jalan keluar yang terbaik dengan menggali potensi-potensi yang ada dalam diri mereka, ke empat orang miskin senantiasa tergantung atau menggantungkan hidup pada bantuan-bantuan dari pemerintah, ke lima orang miskin selalu menanggap bahwa hidup sudah ada yang mengatur dan dari sinilah lahir budaya fatalsm, ke enam orang miskin seringkali memiliki pendidikan yang rendah sehingga mereka kalah dalam kompetensi di bursa ketenegakerjaan formal yang lebih mementingkan ketrampilan, knowledge dan pendidikan yang tinggi. Dalam golongan ini mereka identik dengan tenaga kerja informal, ke tujuh orang miskin dekat dengan pendapatan yang relatif rendah, ke delapan orang miskin selalu identik dengan kesehatan dan gizi yang buruk, dan ke sembilan orang miskin selalu dipersepsikan tinggal di lingkungan buruk, pengap, gang sempit dan tidak memiliki rumah yang layak.

Perubahan sosial juga mengakibatkan semakin kompleksnya permasalahan-permarmalahan tidak hanya dialami oleh rakyat miskin. Perubahan sosial akan mengubah paradigma kita dalam memandang masalah dan cara pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup kita.

Gillin and Gillin mengatakan bahwa perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang sudah diterima, baik karena perubahan-perubahan, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya definisi maupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

Menurut Samuel Koenig perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-ola kehidupan manusia.

Sedangkan Ogburn berpendapat bahwa perubahan sosial mencakup ruang lingkup unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun non material dan ditekankan bahwa unsur-unsur material akan menekan unsur-unsur nom material.

REFERENSI :
  1. Soeharto, Edi,2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Refika Aditama, Bandung
  2. Suharto, Edi,2005, Analisis Kebijakan Publik""Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, Alfabeta, Bandung

Sabtu, 20 Maret 2010

SITUASI POLITIK BERDAMPAK PADA KEMISKINAN DAN KESEMPATAN MEMPEROLEH PEKERJAAN

Angka kemiskinan di Indonesia semakin melambung tinggi pada era reformasi (1998) dan pada saat itu ekonomi Indonesia dalam keadaan terpuruk, sistem politik tidak tentu arahnya dan kemarahan masyarakat terakumulasi dalam aksi demo yang sangat brutal dan liar tanpa terkendalai. Tiba-tiba saja semua orang bisa marah, berperilaku beringas dan berbuat seenaknya tanpa memperhitungkan akibat dari tindakannya.

Data dari BPS tentang tenaga informal pada tahun 1993 sebanyak 70.250.000, tahun 1994 sebanyak 83.790.000, tahun 2000 sebanyak 97.380.000 dan tahun 2010 sebanyak 125.710.000

Ironisnya hukum tidak lagi dipandang sebagai pengendali dan penjaga norma, para aparat penegak hukum justru dilecehkan, dihina dan disiksa oleh masyarakat seolah-olah aparat tidak memiliki hati nurani dan keluarga. Pada saat itu supremasi hukum benar-benar lumpuh total ditambah peranan elit politik yang memanfaatkan masyarakat kecil yang miskin dan putus asa untuk melakukan tindakan radikal dan menjadi ”penguasa negara”.

Indonesia menjadi mundur 50 tahun ke belakang dimana pada era tahun 1960-an kemarahan rakyat juga berkobar dengan melambungnya harga-harga bahan pokok, pergolakan politik yang tidak menentu arahnya dan munculnya puluhan partai atas nama rakyat. Indonesia seperti menggulang sejarah kelamnya yang selama ini sudah dicoba untuk diperbaiki melalui pembangunan infra struktur dan suprastruktur.

Sebenarnya kalau kita mau jujur pada pemerintahan presiden Suharto kita telah banyak melakukan perubahan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan struktural.

Pembangunan ekonomi ditunjukkan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, pembukaan lapangan kerja baik formal dan imformal, pembangunan pabrik-pabrik otomotif, pabrik sandang, pabrik pangan, pembukan perumahan type RSS dan RS yang ditujukan untuk orang miskin, pembangunan rumah susun untuk keluarga miskin, pelayanan kesehatan lansia dan bayi, bantuan pupuk untuk meningkatkan produksi pertanian, pembangunan jalan-jalan raya, harga-harga bahan pokok terjangkau, pembangunan alat-alat telekomunikasi.pembangunan tempat rekreasi untuk keluarga, keamanan terkendali, pembangunan rumah sakit, pembangunan dan peningkatan kualitas pendidikan, biaya transportasi yang relatif masih murah, pembangunan pasar-pasar tradisional dan dunia perbankan maju pesat.

Tentu dalam semua aspek ini ada kekurangannya., seperti adanya demo buruh informal yang di PHK secara semena-mena oleh para pengusaha yang hanya mengedepankan keuntungan bagi perusahaan yang dimilikinya, tidak memberikan tunjangan hari raya dan tidak memberikan cuti melahirkan serta cuti haid bagi pekerja informal wanita. Tetapi pada saat itu seolah-olah semua permasalahan dapat diselesaikan dengan cara yang halus tanpa harus melibatkan emosi masyarakat kecil, terlihat sekali bahwa bahwa wibawa pemerintah sungguh-sungguh sangat manis meskipun nampak angker tapi berwibawa.

Namun yang perlu dicermati secara bijak bahwa pasca presiden Suharto lengser keprabon permasalahan sosial tiba-tiba menjadi suguhan dan pemandangan setiap hari, dimana-mana merajela anak jalanan, prostituísi di jalan-jalan protokol, criminalitas tinggi, perkosaan, tawuran pelajar, pembunuhan yang hanya dipicu oleh hal-hal yang sepele dll. Hal ini semakin membuat rasa aman dan nyaman terganggu sehingga membuat para investor domestik dan asing lebih menyukai menarik modalnya sehingga membawa implikasi pada penutupan sejumlah bank, perusahaan besar dan penutupan pabrik-pabrik. Tentu hal ini membawa resiko dan dampak yang sangat buruk karena angka pegangguran semakin melambung tinggi, tidak terkendali dan muncul kelompok-kelompok yang mengekpresikan bentuk kemarahan dengan cara-cara yang tidak logis.

Berkaitan dengan hal diatas maka hal ini dapat dikorelasikan dengan besarnya surplus tenaga kerja yang menganggur dan tenaga kerja yang setengah menganggur. Di sini akan dibahas tenaga kerja yang informal. Secara garis besar tenaga kerja dibagi menjadi dua yakni tenaga kerja formal dan informal.

Tenaga kerja formal adalah suatu sektor kegiatan ekonomi yang berstandarisasi melalui deregulasi pemerintah seperti aspek perijinan, registrasi, standar kualitas pendidikan, ketenagakerjaan dan pajak. Pada sektor ini kesempatan setiap orang untuk mendapatkan kesempatan pekerjaan sangat terbatas sebab pemerintah tidak memiliki agenda yang pasti untuk membuka lowongan pekerjaan di sektor formal belum lagi jika hal ini dikaitkan dengan situasi politik yang kurang stabil, gangguan keamaan dan perang argumentasi diantara elit politik yang seringkali mencari pembenaran bukan mencari kebenaran.

Tenaga kerja informal adalah suatu kegiatan ekonomi yang merespon terhadap kemiskinan dimana tenaga informal ini tidak memiliki kontrak kerja tertulis sehingga dapat di PHK sewaktu-waktu tanpa uang pesangon , tunjangan hari tua dan upah yang sangat minim.

Menurut Santos (1984:8) mengatakan bahwa ” sektor informal dipandang sebagai usaha tradisional yang mandiri yang ketergantunganya terhadap tenaga kerja luar sangat kecil dan cenderunng memanfaatkan tenaga kerja dari kalangan tenaga terdekat”

Menurut pendapat Anne (2003:11) mengenai relasi buruh informal sbb: ” Relasi buruh-buruh di sektor informal biasanya merupakan relasi kerja berdasarkan perjanjian/kontrak tidak tertulis. Jenis kontrak seperti ini jelas dapat merugikan pihak-pihak yang memiliki posisi tawar menawar yang rendah (buruh)”.

Sedangkan keadaan buruh informal Anne mengatakan bahwa ” Faktor yang terpenting dalam buruh di sektor informal adalah cadangan buruh di kalangan ” menganggur” dan setengah menganggrur, kedudukan ini menjadi rawan karena banyak orang lain yang akan menggantikanya dan buruh mau tidak mau menerima kondisi kerja yang kurang memberikan jaminan ekonomi apalagi jamainan sosial baginya ”

Menurut WIEGO ” pengorganisasian pekerja buruh dapat memilih untuk bergabung dengan serikat-serikat yang sudah ada di perekonomian formal atau membentuk organisasinya sendiri secara independent. Ada keuntungan dan kerugian dari ke dua pendekatan tersebut. Organisasi sektor informal yang mandiri menjamis bahwa ada perhatian yang utuh terhadap berbagai persoalan yang mereka hadapai. Penggabungan ke serikat buruh formal akan dapat menggalang solidaritas di antara para pekerja informal”.

Tenaga di sektor informal memang rentan dengan kehilangan pekerjaan dan rentan konflik dikarenakan terjadinya persaingan yang semakin tinggi akibat dari banyaknya orang yang melirik sektor informal ini.

Disamping itu tenaga kerja informal memiliki kelemahan keterbatasan pendidikan dan relatif minim ketrampilan yang sebenarnya dapat menunjang pekerjaan yang digelutinya. Tidak dapat kita pungkiri juga bahwa tenaga informal hanya mengandalkan otot atau fisik secara kognitif memang mereka jauh dari harapan sehingga hal ini menjadi faktor penghambat tenaga kerja di sektor informal untuk bersaing dengan tenaga kerja lainnya.

Tenaga kerja informal mendapat upah yang sangat minim yang tidak akan mampu untuk menjangkau kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari belum lagi ancaman PHK yang dapat diberlakukan sewaktu-waktu oleh pihak pemilik modal atau penggusaha.

Kondisi tenaga informal yang sungguh sangat memprihatinkan semakin terpuruk dengan semakin tingginya harga-harga bahan pokok, tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, persaingan di bursa kerja, aksi demo, ketidak mampuan membayar premi asuransi dan tidak mendapat jaminan perlindungan sebagai tenaga kerja jika sewaktu-waktu mengalami kecelakaan kerja.

Situasi politik negara yang hanya saling berebut kekuasaan semakin membuat para pekerja di sektor informal merana menunggu nasib yang tidak menentu. Hal ini menjadi pemicu utama para tenaga informal bergabung dengan para penganggrur untuk melakukan aksi protes dan menggunakan media demo yang anarkis sebagai aksi protes kepada pemerintah dan bukti rasa frustasi yang mendapat karena mendapat perlakuan yang tidak adil di tempat dimana bekerja.

Ketidak-berdayaan mereka akan sangat memungkinkan melahirkan budaya kemiskinan bagi keturunan mereka sendiri sebab kungkungan dan himpitan kebutuhan hidup tidak seimbang dengan pencapaian pendapatan mereka sebagai tenaga kerja informal, Tentu hal ini pula sangat berimplikasi pada keberlangsungan kehidupan anak-anak mereka dan tidak jarang diantara anak-anak diterjunkan sebagai tenaga kerja di bawah umur yang bertujuan untuk membantu ekonomi keluarga.

Ketidak mampuan memiliki tempat tinggal layak dan tinggal di gang-gang kumuh dan hidup seadanya juga sangat memungkinkan untuk mendorong mereka mengalami rasa depresi, malas berusaha dan terbiasa dengan pola perilaku hidup yang mengarah pada mentalitas rendah.

KESIMPULAN
Kemiskinan yang dialami oleh para tenaga kerja informal dikatagorikan sebagai Kemiskianan Struktural, Kemiskinan Kultural dan Kemiskinan Sosial.

SOLUSI

  1. Sebaiknya para elit politik memikirkan kondisi rakyat sebab keberadaan mereka di Dewan adalah atas kepercayaan hati nurani rakyat.
  2. Sektor Pertanian di tingkatkan dan diberikan bantuan pupuk dan tanaman bibit unggul serta bantuan alat-alat pertanian.
  3. Pemerintah sebaiknya membuka lapangan pekerjaan melalui pembangunan infrastruktur.
  4. Pemberian kridit bagi usaha tardisional dan meningkat kualitas hasil domestik melalui pelatihan-pelatihan singkat.
REFERENSI :

1, Anne Friday Safaria dalam ” Hubungan Perburuhan di Sektor Informal” (2003).
2, Jurnal Analisis Kebijakan volume 8 no.3 Desember 2003 : ” Antara Informalisasi, Jaminan Sosial Dan Pengorganisasian Buruh 


OPTIMALISASI MODAL SOSIAL MELALUI HUMAN CAPITAL SOCIAL DAPAT MEMINIMALISIR LAJU KEMISKINAN

Modal Sosial merupakan tenaga super power bagi pembangunan dan memiliki efek yang luar biasa hebat bagi pengembangan human capital sosial yang berfungsi untuk menekan laju kemiskinan yang semakin menganas dari tahun ke tahun.

Inti dari modal sosial yakni kemampuan untuk membentuk jaringan kerja dan bekerjasama dalam mencapai tujuan atas dasar kepercayaan di antara para anggota atau individu berdasarkan norma-norma yang telah disepakti bersama.

Dengan demikian kemampuan individu untuk saling berinteraksi, berkomunikasi, berelasi, beradaptasi dengan lingkungan, saling percaya dan memiliki norma merupakan elemen penting dan hal ini dapat pula dikatakan sebagai HUMAN CAPITAL SOCIAL

Apabila setiap individu-individu memiliki elemen-elemen diatas maka setiap individu telah memiliki apa yang dinamakan human capital sosial yang merujuk pada potensi yang dimiliki oleh seseorang misalnya semangat hidup, pantang menyerah pada nasib, percaya diri, motivasi diri, percaya dengan kemampuan diri dan keinginan mengubah stigma)

Sebagai contoh : Si”P” adalah seorang wanita berusia 30 tahun, status janda, supel, religius. pendidikan SMP, memiliki 3 orang anak yang masih bersekolah, anak pertama sekolah SMP klas 2, anak ke dua SD klas lima dan anak ke tiga SD klas satu, ketrampilan yang dimiliki adalah pandai membuat makanan dan makanan kecil, menempati rumah tipe RSS, tinggal di kota dan jauh dari sanak famili lain. Sedangkan suami telah meninggal setahun yang lalu sebagai tenaga informal kasar (buruh angkut barang) dan mengambil keputusan untuk mengadaikan rumahnya ke penggadaian dengan imbalan pinjaman lima juta dengan bunga 15% selama kurun waktu enam bulan. Dengan uang lima juta tersebut si “P” membuka warung nasi di depan rumahnya yang memiliki lingkungan padat pendudk dan kebetulan rumahnya bersebelahan dengan pasar. tradisional. Program Pelayanan yang diterima adalah BLT, BOS, Raskin dan Jamkesmas.
Jika di analisa kasus Si “P” tersebut maka beliau tergolong miskin karena dengan status single parent justru memiliki 3 orang anak yang masih membutuhkan biaya pendidikan, mengangsur rumah BTN, pendidikan relative rendah dan tidak memiliki pesangon dan dana kematian suaminya.

Ditilik dari cerita tersebut si “P” memiliki human capital social berupa keahlian memasak yang dapat dipergunakan untuk menopang hidupnya dan beliau tahu betul hanya itu satu-satunya keahlian yang dimiliki maka si “P” mengambil jalan pintas mengadaikan rumahnya di penggadaian. Untuk tipe RSS biro penggadaian memberi pinjaman sebesar lima juta dengan target pengembalian selama 6 bulan plus bunga 15%. Ini sebuah keputusan yang sangat berani sebab si “P” telah melakukan spekulasi yang dapat mengancam keberlangsungan hidup anak-anaknya seandainya beliau tidak mampu mengembalikan pinjaman maka rumah akan disita dan mereka harus meningglkan rumah tersebut.

Keputusan dan langkah berani si “P” juga merupakan human capital social karena beliau percaya pada kemampuan diri sendiri bahwa kemampuan memasaknya akan dapat dipergunakan untuk mengembalikan uang pinjaman plus bunganya.

Rasa percaya diri yang sangat kuat membuat beliau memiliki semangat hidup yang luar biasa tinggi dan motivasi yang maha dahyat. Anak-anak menjadi pendorong bagi beliau untuk berjuang sekuat tenaga dalam menghadapi badai kemiskinan yang jelas telah mengahadang tanpa rasa belas kasih terhadap keluarganya.

Sifat supel beliau juga merupakan human capital sosial sebab dengan demikian beliau mampu menjalin kerjasama dengan pihak lain, lingkungan di mana beliau tinggal dan dapat dipergunakan dalam membentuk jaringan kerja (memanfaatkan system sumber yang ada di sekitar).
.
Di kota-kota besar tekanan ekonomi yang dialami oleh si “P” dapat menjerumuskan seseorang ke lembah hitam atau terjebak oleh keputus-asaan sehingga memilih jalan pintas yang termudah yakni menjadi pelacur. (salah satu kelemahan wanita berstatus janda dengan pendidikan rendah dan memiliki anak maka akan mudah terjebak mengambil jalan pintas sebagai pelacur. Hal ini pula yang banyak ditemukan pada kasus-kasus pemicu utama seorang wanita menjadi pelacur di kompliks lokalisasi atau tempat lainnya. Tekanan ekonomi membuat mereka putus asa dan mudah menyerah pada kesulitan hidup tanpa berfikir panjang akibat yang akan ditanggung dikemudian hari.

Apabila si “P” hanya mengandalkan bantuan yang diterima berupa BLT, BOS, Raskin dan Jamkesmas maka kehidupannya tidak akan berubak sebab bantuan BLT pada tahun 2010 akan dihapus, sekalipun anak-anaknya mendapat dana BOS beliau tetap membayar biaya seragam, estra kurikulum, buku dan iuran lainnya sedangkan raskin hanya mendapatkan 5 kilo per bulan tentu tidak akan cukup untuk kebutuhan pangan keluarga yang berjumlah 4 orang.

Jika semua wanita memiliki keputusan seperti yang diambil oleh si “P” maka kemiskinan akan dapat diminimalisir sebab disinyalir kemiskinan justru banyak dialami oleh sebagaian besar wanita. Keputusan si “P” sangat cantik dan ini merupakan strategi yang jitu untuk keluar dalam jebakan jaringan kemiskinan yang terjadi diperkotaan.

Bank Dunia ( 1999) mengeluarkan konsep tentang modal sosial sebagai yang menunjuk pada pada dimensi institusional, hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat.

Eva Cox (1995) mendefenisikan modal sosial sebagai suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efektif dan efesiennya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebaikan bersama.

Bourdieu (1986) dalam buku Das Gupta mengatakan bahwa modal sosial terdiri dari modal ekonomi (kepemilikan alat produksi), modal cultural( pendidikan) dan modal sosial ( kewajiban-kewajiban sosial)

Unsur-unsur pokok modal sosial menurut Jousairi (2006) sebagai berikut :
1. Partisipasi Dalam Suatu Jaringan ( kecenderungan untuk tidak sekedar berpatisipasi tetapi juga ingin tumbuh dan berkembang dalam kegiatan-kegiatan kelompok)
2. Resiprocity ( semangat untuk membantu orang lain dengan tulus dan iklhas)
3. Trust/kepercayaan ( percaya kepada orang lain)
4. Norma Sosial ( memiliki peran penting dalam mengontrol perilaku seeorang)
5. Nilai-Nilai ( sebuah ide yang turun temurun dan dianggap baik serta dilestarikan seperti sifat jujur, bertanggung jawab, berusaha, pantang menyerah dll)
6. Tindakan Yang Pro Aktif (keinginan yang kuat bagi keterlibatan seseorang dalam kelompok masyarakat)

Kepercayaan sangat penting sebab sebuah situasi atau suatu peristiwa akan membentuk sebuah kepercayaan tentang situasi atau suatu kejadian yang menimpa seseorang kemudian kondisi dan situasi yang menghimpit justru akan membentuk atau menciptakan perilaku, tanggapan emosional dan tindakan baik tindakan positif maupun tindakan secara negatif pada diri seseorang. Tindakan yang akan dipilih tergantung pada keinginan diri untuk mengubah diri yang dilandasi oleh seberapa besar seseorang memiliki norma (Charles.C.Manz,)

KESIMPULAN
Kemiskinan yang dialami oleh si”P” termasuk dalam katagori kemiskinan ekonomi dan kemiskinan sosial sesuai dengan sesuai dengan pendapat EDi Suharto, 2009:19) tentang kemiskinan sosial dimana yang dialami oleh perempuan, anak-anak dan kelompok minoritas akibat kondisi sosial yang tidak menguntungkan mereka, seperti gender, diskriminasi atau eksploitasi ekonomi.

SOLUSI
Keputusan yang diambil oleh si “P” berupa keputusan untuk memmanfaatkan keahlian memasak, membuka warung makan dan mengambil kridit di penggadaian dengan cara menggadaikan rumah RSS adalah sebuah KEPUTUSAN BIJAKSANA dan ini merupakan Human Capital Social.

REFERENSI :
1. Sosial Capital “ Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia” oleh Jousairi Hasbullah ( 2006)
2. Kemiskinan Dan Perlindungan Sosial di Indonesia, Edi Suharto (2009).
3. Seni Memimpin Diri Sendiri oleh Charles.C.Manz (1989)
4. Hasil Observasi
5. Hasil Indepth kepada Ibu”P”
6. Dipersembahkan kepada Ibu “P” di suatu wilayah Kota Bandung “ Bravo untuk perjuangan hidupnya dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmad dan hidayahnya. Amin 3x” ).

Selasa, 02 Maret 2010

KEBERFUNGSIAN SOSIAL MENJADI PEMICU UTAMA KEMISKINAN

           Setiap orang tidak pernah menginginkan menjadi orang miskin tetapi tidak semua orang mampu menjalankan peran-peran kehidupan, mampu mewujudkan impian-impian dan mampu menyelesaikan masalah. Apabila hal ini terjadi maka orang tersebut akan mengalami kondisi yang tidak relevan dengan harapanya sehingga menjadi dasar orang tersebut menjadi orang dalam katagori miskin dikarenakan orang tersebut akan mengalami putus asa, melakukan tindakan radikal, tidak mampu mendapatkan informasi, hambatan komunikasi dan gagal beradaptasi dengan lingkungannya dan hal ini disebut pula dengan orang tersebut mengalami keberfungsian sosial.
          Keberfungsian sosial memiliki peran yang sangat besar di dalam kemiskinan sebab keberfungsian sosial mencakup aspek-aspek sebuah cara seseorang memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup, cara memecahkan masalah dan bagaimana seseorang menjalankan peran-peran dalam kehidupannya. Ke tiga aspek ini sangat penting dan sangat memperngaruhi seseorang di dalam menjalankan proses kehidupan terutama yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan standar seperti pangan, sandang dan kesehatan. Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka seseorang dapat dikatakan miskin.
          Kebutuhan pangan dapat diartikan sebagai kebutuhan akan makanan yang cukup, sehari makan tiga kali dan terpenuhinya gizi. Namun dewasa ini kebutuhan akan pangan sangat memprihatinkan dimana kebutuhan bahan-bahan pokok justru menjadi kebutuhan yang sangat mahal dan sulit terjangkau oleh masyarakat terutama oleh masyarakat miskin.
         Saat ini masyarakat miskin hanya dapat mengelus dada merasakan himpitan beban hidup yang semakin mengganas. Sementara kebutuhan akan pangan belum tercukupi dan terjangkau, harga-harga bahan pokok justru sudah semakin melambung tinggi. Harga beras lokal di pasar umum sudah mencapai tujuh ribu lima ratus rupiah per kilo, sedangkan beras miskin yang diperoleh dari bantuan pemerintah hanya bisa didapatkan sebulan sekali sebanyak lima kilo gram sampai dengan sepuluh kilo gram dengan harga per kilo gram tiga ribu rupiah.
        Dan fakta di lapangan menunjukan ternyata tidak semua masyarakat miskin mampu mengakses bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Mereka biasanya bekerja di sektor informal dan pendapatan mereka dibawah UMR bahkan ada di kalangan keluarga miskin yang tidak memiliki penghasilan tetap.

      Kebutuhan sandang dalam hal ini diartikan sebagai kebutuhan akan pakaian. Pakaian dianggap sangat penting sebab hal ini berkaitan dengan norma. Pakaian berfungsi untuk membalut tubuh manusia. Bayangkan jika orang bisa makan tetapi tidak mampu membeli pakaian. Apakah kita sanggup melihat seseorang makan tetapi tidak mengenakan pakaian?. Kebutuhan papan dalam hal ini adalah kebutuhan akan tempat tinggal yang layak. Kebutuhan papan menjadi hal yang sangat serius ketika bersinggungan dengan keluarga-keluarga miskin. 

      Orang miskin memang bisa tidur dan bertempat dimana saja tetapi tentunya hal ini sangat membutuhan penanganan yang terkoordiansi dengan baik, baik dari pihak swasta dan pihak pemerintah. Memang benar pemerintah telah membangun rumah susun yang diperuntukan untuk orang miskin tetapi jumlahnya masih sangat terbatas. Perumahan sangat sederhana juga sudah dibangun oleh pemerintah tetapi jumlahnya juga belum seimbang dengan jumlah keluarga miskin. Kebutuhan akan kesehatan juga memiliki aspek penting dalam hidup seseorang sebab masyarakat yang sehat berasal dari individu-individu yang sehat dan jika indivu-individu tersebut sakit maka akan menciptakan masyarakat yang sakit pula. 

     Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberfungsian sosial menjadi pemicu munculnya kemiskinan karena keberfungsian sosial memiliki unsur-unsur antara lain :

1. Kemampuan melaksanakan peran sosial, orang miskin hidup dengan memiliki keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakat. Dalam hal ini orang miskinpun memiliki status sosial. Di kalangan sesama orang miskin ada juga strata sosial dan norma yang mengatur status sosial tersebut. 

2. Interaksional, yang dimaksud disini adalah setiap status sosial memiliki pasangannnya. Misalnya istri memiliki suami jika seorang istri tidak memiliki suami tetapi memiliki anak maka akan mengalami disfungsi sosial atau peran ganda sebagai seorang ibu sekaligus sebagai seorang bapak untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dan dalam hal ini istri dapat dimasukkan dalam golongan wanita rawan sosial.

3. Tuntutan dan Harapan, dalam katagori ini yang dimaksud adalah bahwa harapan tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Setiap orang akan memiliki harapan untuk hidup layak tetapi jika kenyataan tidak sesuai maka akan mengakibatkan frustasi, depresi, penyimpangan perilaku, kriminal dan patologi sosial. 

 4. Tingkah Laku, dalam hal ini berkaitan dengan peranan yang positif dan negatif. Jika seseorang bersikap positif sesuai dengan tuntutan masyarakat sekeliling maka orang tersebut akan menjadi panutan bagi masyarakat disekitarnya tetapi jika bersikap negatif dianggap tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat sekitar maka orang tersebut akan dicemooh tetapi sikap dipengaruhi oleh faktor keluarga dan lingkungan sosialnya. Distorsi perilaku ini akan menimbulkan kemiskinan kebudayaan sebab bebudayaan sangat berkaitan dengan nilai-nilai hidup. 

5. Situasional, situasi sosial akan memperngaruhi tingkah laku manusia jadi orang miskin akan mudah melakukan tindakan-tindakan radikal jika situasi sosial mereka tidak memberikan rasa aman bagi mereka. Misalnya seorang wanita susila yang terpaksa bekerja bekerja dilokalisasi dan memiliki tiga orang anak sedangkan suaminya tidak bekerja. 

      Ketika pemerintah memberlakukan undang-undang penghapusan prostitusi maka hampir seluruh kawasan lokalisasi ditutup sehingga mengakibatkan tuna susila ini lari ke jalanan untuk mencari nafkah guna mencukupi kebutuhan keluarga. Saat ini masyarakat miskin hanya dapat mengelus dada merasakan himpitan beban hidup yang semakin mengganas. 

         Sementara kebutuhan akan pangan belum tercukupi dan terjangkau, harga-harga bahan pokok justru sudah semakin melambung tinggi. Harga beras lokal di pasar umum sudah mencapai tujuh ribu lima ratus rupiah per kilo, sedangkan beras miskin yang diperoleh dari bantuan pemerintah hanya bisa didapatkan sebulan sekali sebanyak lima kilo gram sampai dengan sepuluh kilo gram dengan harga per kilo gram tiga ribu rupiah. Dan fakta di lapangan menunjukan ternyata tidak semua masyarakat miskin mampu mengakses bantuan yang diberikan oleh pemerintah. 

         Kebutuhan sandang dalam hal ini diartikan sebagai kebutuhan akan pakaian. Pakaian dianggap sangat penting sebab hal ini berkaitan dengan norma. Pakaian berfungsi untuk membalut tubuh manusia. Bayangkan jika orang bisa makan tetapi tidak mampu membeli pakaian. Apakah kita sanggup melihat seseorang makan tetapi tidak mengenakan pakaian?. Kebutuhan papan dalam hal ini adalah kebutuhan akan tempat tinggal yang layak. 

       Kebutuhan papan menjadi hal yang sangat serius ketika bersinggungan dengan keluarga-keluarga miskin. Orang miskin memang bisa tidur dan bertempat dimana saja tetapi tentunya hal ini sangat membutuhan penanganan yang terkoordiansi dengan baik, baik dari pihak swasta dan pihak pemerintah. 

         Memang benar pemerintah telah membangun rumah susun yang diperuntukan untuk orang miskin tetapi jumlahnya masih sangat terbatas. Perumahan sangat sederhana juga sudah dibangun oleh pemerintah tetapi jumlahnya juga belum seimbang dengan jumlah keluarga miskin. 

        Kebutuhan akan kesehatan juga memiliki aspek penting dalam hidup seseorang sebab masyarakat yang sehat berasal dari individu-individu yang sehat dan jika indivu-individu tersebut sakit maka akan menciptakan masyarakat yang sakit pula. 

KESIMPULAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL MENJADI FAKTOR PENYEBAB SESEORANG DALAM KATAGORI KEMISKINAN BUDAYA DAN STRUKTURAL SOLUSI ORANG YANG MENGALAMI KEBERFUNGSIAN SOSIAL PERLU DIGALI DAN DIOPTIMALKAN POTENSI-POTENSI YANG ADA DI DALAM DIRINYA (TOOLSNYA DENGAN PENDEKATAN PERPEKSTIF STRENGTH)

Sabtu, 20 Februari 2010

BUDAYA KEMISKINAN DI PERKOTAAN (study kasus Kelurahan Babakan Ciamis. Bandung)

(sebuah catatan kecil dari hasil  observasi, transekwalk di Kelurahan Babakan Ciamis ,Bandung)

Belakangan ini saya menyempatkan diri untuk jalan-jalan di tengah kota Bandung tepatnya di depan kantor DPRD Kota Bandung dan saya sangat terkejut ketika ada perkampungan yang unik. Nama Kelurahan di kawasan ini adalah Kelurahan Babakan Ciamis.

Naluri saya sebagai pekerja sosial berdering kencang dan kaki saya melangkah karena didorong oleh rasa penasaran. Saya pernah mendengar kampung ini ketika dulu ketika saya berdinas di Dinas Tata Kota Kota Semarang. Waktu itu kantor saya sedang melakukan study banding ke Kota Bandung tentang Konservasi Wilayah Perdagangan dan Jasa. Tetapi waktu itu saya belum melihat secara langsung wilayah ini. Ini suatu kebetulan yang tidak boleh saya lewatkan begitu saja dan saya wajib melihatnya.

Saya katakan unik karena perkampungan ini kumuh tetapi berada di tengah kota Bandung yang berada di kawasan sebelah klas jalan I (klas jalan I adalah klas jalan-jalan protokol) dan lebih unik lagi keberadaan kampung ini cuma 100 meter dari kantor walikota Bandung dan ada beberapa rumah berada dalam posisi dibawah jalan raya sedangkan perkampungkan tersebut dikelilingi oleh sungai yang posisinya sejajar dengan jalan raya. Anehnya beberapa rumah yang berada dalam posisi dibawah jalan raya tidak pernah banjir!. Padahal debit air sangat tinggi.

Di kawasan ini tenaga formal hanya ada 3 PNS, guru i orang, 3 satpam dan dan tenaga informal 15 buruh kasar sebagian lagi pedagang di pasar baru. Padahal jumlah warga berkisar 849 jiwa dan 65% adalah usia produktif (sumber data kelurahan).

Rata rata tingkat pendidikam adalah SMP hampir 50%, jumlah lansia 120 jiwa yang sadar akan pelayanan kesehatan hanya 15 lansia, balita 80 jiwa.

Jarak rumah satu dengan yang lain saling berhimpitan dan rata rata luas rumah hanya 4x5 meter persegi, tanpa ruang tamu. Sebagian besar hanya memiliki 1 ruang kamar tempat tidur. Kondisi rumah rata rata tingkat tetapi struktur bangunan tidak sesuai dengan komposisi layaknya bangunan bertingkat

Secara turun temurun mereka menempati rumah dan kawasan ini, sepertinya gang yang sempit,penggap,hidup dengan mengandalkan penghasilan berjualan di pasar baru, hidup secara rame-rame dengan beberapa anggota keluarga dan satu rumah lebih dari satu KK sudah biasa, ancaman banjir dan hidup dengan desingan suara debit air dari saluran air yang bising bukan masalah bagi merteka.

KONDISI PERKAMPUNGAN:
1. Padat penduduk bahkan beberapa rumah di huni oleh 3-4 Kepala Keluarga.
2. Banyak Lansia.
3. Banyak Balita.
4. Lingkungan tempat tinggal mereka sempit, dikelilingi sungai/saluran air selebar 2 sampai dengan 2,5 meter.
5. Mata pencaharian pedagang di pasar baru ( pedagang makanan,pakaian danmakanan ringan)
6. lingkungan aman karena ada siskampling setiap malam yang di jaga oleh 2 orang per malam.
7. Sebagian besar penghuni komunikatif dan tidak menaruh rasa curiga kepada pendatang.
8. Sistem di luar perkampungan ini adalah jalan raya dan jalan protokol.
9. lebar jalan penghubung penghuni lebih kurang 0,5 meter a/d 1 meter.
10. Jarak rumah tidak ada (orang jawa menyebutnya lengkong)
11. Posisi rumah sebagian besar sejajar dengan sungai.
12. Bahkan beberapa rumah berapa dalam posisi di bawah aliran sungai atau di bawah jalan raya.

SISTEM-SISTEM SUMBER YANG TERSEDIA:
Sumber di dalam sistem perkampungan tersebut adalah:
1. Puskesmas
2. Posyandu
3. MCK
4. PDAM
5. Listrik
6. Tempat Pendidikan.
7. Masjid
8. Balai Pertemuan
9. Organisasi PKK
10. Karang Taruna
11. Farmasi Kimia Farma

Sumber yang ada di luar sistem adalah: (jaraknya hanya 50-100 meter)
1. Bank BTN
2. Kantor Legiun Veteran
3. Kantor DPRD KOta Bandung
4. Kantor Walikota Bandung.
5. Masjid Besar Walikota
6. Kantor Cabang Honda
7. Mini Market
8. Hotel Royal
9. Panti Asuhan
10. Kantor Kodam Siliwangi
11. Stasion Hall.
12. Pasar Baru
13. Pasar Biji Besi
14. Terminal Angkutan Umum

PELAYANAN SOSIAL YANG DITERIMA OLEH WARGA
1. Pelayanan Lansia setiap bulan
2. Pelayanan Balita
3. Sunatan massal setiap tahun dari farmasi kimia farma
4. Bantuan Tunai Langsung
5. Beras Miskin 10 kilo gram per KK miskin
6. Program PNPM
7. Jamkesmas

MASALAH_MASALAH YANG NAMPAK DARI SUDUT PEKERJA SOSIAL
1. Pengangguran
2. Kesejahteraan dan Kesehatan Lansia
3. Kesehatan Balita
4. Sanitasi Lingkungan
5. Ancaman Banjir
ANALISIS
1. Pengangguran
Di Wilayah ini pegangguran diakibatkan oleh sumber daya manusianya dan karena akses industri relatif lemah sebab rata-rata masyarakat di sini berpendidikan SMP/

Dewasa ini jumlah angkatan kerja di Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan diakibatkan oleh kompetensi yang sangat tinggi akibat dari persaingan di level sumber daya manusia. Lulusan dari para akademisi saja banyak yang kurang beruntung mengadu nasib di sektor formal. Kegagalan ini berakibat pada melonjaknya nilai persaingan di sektor informal sedang ketersediaan sarana infrastruktur sangat minim dan tidak seimbang dengan kebutuhan tenaga kerja. Begitu pula yang terjadi di wilayah ini dan kondisi ini juga diperparah oleh minimnya industri.
Bagi para laki-laki di masyarakat ini sebagian besar mencari solusi dengan cara menjadi pedagang di Pasar Baru tetapi para wanita lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sebagai ibu rumah tangga tanpa ada kegiatan yang menghasilkan income
2. Kesejahteraan dan Kesehatan Lansia
Di kawasan ini banyak terdapat lansia tetapi yang memiliki kesadaran tentang kesehatannaya hanya sebagiam kecil saja. Para lansia mendapatkan pelayanan pada saat ada posyandu yang hanya ada pada sebulan sekali.Kondisi lingkungan yang penggap tentu akan menganggu kesehatan lansia.
Sedangkan kesejahteraan lansia belum terakomodir dengan baik, misalnya bantuan untuk dirawat di sebuah panti belum terwujud dan juga bantuan dari wilayah sekitar. Rata-rata mereka masih menjadi tanggungan anak mereka. Budaya merawat orangtua sebagai balas budi atas jasa orang tua membesarkan anak-anaknya masih dijunjung tinggi dan ini merupakan nilai budaya yang tinggi.
3. Kesehatan Balita
Lingkungan yang sempit antar gang atau antar rumah membuat sirkulasi udara sangat penggap apalagi banyak yang tidak memiliki ventilasi. Binatang kucing juga berkeliaran di kawasan ini dan hal ini dikawatirkan membawa virus toxoplasma yang menyebabkan bayi mendapatkan menyakitkan hidrosephalus dan penyakit lainnya sepertiparu-paru dan tidak berkembang dengan baik karena kurang aktivitas dalam masa perkembangannya mengingat kondisirumah yang sempit dan amat terbatas.
4. Sanitasi Lingkungan
Kondisi rumah rata-rata bertingkat tetapi luas bangunan sama dengan luas tanahnya seluas hanya 4x 5 meter persegi dengan penguni sebagian besar rumah rata-rata 5 sampai 10 jiwa.
Rata mereka tidak meliliki ruang keluarga dan ruang tamu yang selayaknya, tanpa jendela, tanpa MCK (MCK umum, tempat jemuran,ventilasi udara dan lingkungan gang kelinci/gang senggol.
Kondisi rumah saling berhimpitan dan dikawatirkan jika terjadi bahaya kebakaran maka seluruh kawasan ini bisa luluh lantak rata dengan tanah.
5. Ancaman Banjir
Pada saat musim hujan ini debit air dan curah hujan sangat tinggi, dikawatirkan aliran sungai akan membludak keluar area pemukiman. Area pemukiman ini sangat padat dan terdapat banyak wanita,lansia, anak-anak dan anak balita.
SOLUSI
Keberadaan para tenaga profesional pekerjaan sosial sangat dibutuhkan di kawasan ini dan peran pemerintah dalam memberikan akses pelayanan sosial perlu ditingkatkan terutama dari segi pelayanan kepada lansia, balita, penggangguran, dan sanitasi lingkungan
REFERENSI
  1. HASIL INDEPTH  KELURAHAN BABAKAN CIAMIS
  2. HASIL OBSERVASI KELURAHAN BABAKAN CIAMIS
  3. PENGOLAHAN DATA SEKUNDER  KELURAHAN BABAKAN CIAMIS
  4. HASIL TRANSECWALK KELURAHAN BABAKAN CIAMIS

Jumat, 12 Februari 2010

PRAKTEK dan FUNGSI PROFESIONAL PEKERJAAN SOSIAL

Seorang pekerja sosial memiliki tugas utama untuk membantu orang, kelompok, keluarga dan masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan mengakses sistem sumber, keberfungsian sosial dan menyiapkan mereka dalam mengahadapi perubahan-perubahan sosial.

Menurut NASW pekerjaan sosial adalah kegiatan profesional yang membantu individu, kelompok-kelompok ataupun masyarakat untuk meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam berfungsi sosial serta menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai tujuan.

Menurut Max Siporin pekerjaan sosial bersifat sosial dan institusional untuk membantu orang mencegah dan memecahkan masalah-masalah sosial, untuk memulihkan dan meningkatkan kemampuan menjalankan fungsi sosial mereka. Pekerjaan sosial dapat dikatakan juga sebagai institusi sosial, profesi pelayanan manusia dan seni praktek.

Menurut BOEHM pekerjaan sosial berusaha untuk meningkatkan keberfungsian sosial individu, kelompok melalui kegiatan-kegiatan yang dipusatkan pada relasi sosial yang merupakan interaksi antara manusia dengan lingkungannya.

Keberfungsian sosial terkait dengan ketidak mampuan seseorang dalam melaksanakan peranan sosial, ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar dan ketidak mampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

Keberfungsian diakibatkan oleh ketidaktahuan memanfaatkan sistem sumber, menggali sistem sumber dan mengoptimalkan sistem sumber. Sistem sumber yaitu segala sesuatu yang dapat digali, dimanfaatkan, didayagunakan dan dikembangkan.

Sistem sumber menurut Pincus dan Minahan sbb:
1. Sistem sumber Informal : seseorang tidak terkait dengan sistem sumber informal dan tidak menggunakan atau meminta bantuan kepada sistem sumber lain(kerabat, teman,sahabat dll)
2. Sistem sumber formal: organisasi formal tidak ada, klien tidak mengetahui keberadaan sistem sumber tersebut dan organisasi tersebut tidak menyediakan program pelayanan sosial.
3. Sistem sumber kemasyarakatan: terbatasnya pelayanan, secara geografis terlalu sulit dan model pelayanan yang digunakan berbeda dengan kebutuhan klien.

Sedangkan Atkinson (1987) menyatakan definsi perubahan yaitu merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya dan merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi.Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu perubahan, sikap, perilaku, individual dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah analisa, tentang kekuatannya maka pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan silklus perubahan akan dapat berguna.

Perubahan sosial seringkali diakibatkan oleh pergeseran nilai budaya akan memperngaruhi perilaku seseorang, seperti individualistik, sentimen terhadap budaya lain, sikap radikal akibat dari rasa saling memiliki budaya tertentu yang rawan dengan konflik dan rawan sosial.

Perubahan sosial yang ditimbulkan akibat dari perubahan ekonomi akan memperngaruhi status sosial seseorang, perbedaan klas, kesenjangan, persaingan di bidang pekerjaan, pengangguran, kriminalitas dan kerawanan ekonomi di kalangan perempuan.

Perubahan politik mengakibatkan lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga negara, lembaga peradilan, birokrasi pemerintahan dan ketidak adilan struktural. Semakin tinggi konstelansi suhu politik maka akan semakin membawa dampak melemahnya kewibawaan pemerintah sehingga mengakibatkan semakin tinggi angka penyandang masalah kesejahteraan sosial.

Dengan demikian dalam upaya mengahadapi perubahan-perubahan sosial masyarakat tidak semua siap menghadapi hal tersebut terutama kelompok-kelompok masyarakat yang tidak beruntung atau bahkan termajinalkan.

Kondisi dan situasi inilah yang menjadi setting dan lahan penting bagi seorang pekerja sosial dan intervensi yang akan dilakukan oleh seorang pekerja sosial antara lain melalui pengorganisasian dan pengembangan masyarakat :
1. Sebagai suatu proses dari paradigma yang berkesinambungan berupa perubahan dari tahap suatu kondisi kepada masyarakat yang mandiri.

2. Sebagai suatu metode yang menitik beratkan pada dua cara yaitu partisipasi masyarakat dan pengorganisasian masyarakat.

3. Sebagai suatu program yang menitikberatkan pada pencapaian tujuan organisasi dan penyelesaian serangkaian kegiatan yang bisa diukur hasilnya secara kualitas dan bisa dilaporkan.

4. Sebagai suatu gerakan dan usaha untuk perubahan perilaku masyarakat yang buruk pada suatu komitmen dan partisipasi.

Dari penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan pekerja sosial sangat penting berkaitan dengan patologi sosial seperti isu-isu publik, isu gender, kenakalan remaja, kemiskinan, lansia, pekerja sex komersial, pengangguran, demo buruh dll yang dalam hal ini membutuhan penanganan yang profesional dan berksinambungan sehingga dapat meminimalisir masalah-masalah baru yang mungkin akan timbul di kemudian hari.

Pendapat Jim Ife (1995:117-127) yang membahas mengenai peran-peran pekerjaan sosial meliputi :

a. Peran Fasilitator
Peranan fasilitator mengandung tujuan untuk memberikan dorongan semangat atau membangkitkan semangat kelompok sasaran atau klien agar mereka dapat menciptakan perubahan kondisi lingkungannya, antara lain:

1) Animasi sosial, yang bertujuan untuk mengaktifkan semangat, kekuatan, kemampuan sasaran yang dapat dipergunakan dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam bentuk suatu kegiatan bersama, sedangkan dalam kondisi ini seorang pekerja sosial harus memiliki antusiasme yang tinggi yang dapat menciptakan terlaksananya kegiatan-kegiatan yang telah direncakan bersama klien atau kelompok sasaran. Antusiasme ini dapat diikat dengan komitmen bersama-sama kelompok sasaran.

2) Mediasi dan negosiasi, peran ini dapat dimanfaatkan untuk meredam dan menyelesaikan ketika terjadi konflik internal maupun eksternal pada kelompok sasaran. Seorang pekerja sosial dalam hal ini harus bersikap netral tanpa memihak satu kelompok tertentu.

3) Support, peran ini berarti memberikan dukungan moril kepada kelompok sasaran untuk terlibat dalam struktur organisasi dan dalam setiap aktivitas-aktivitas yang sedang berlangsung dan yang akan berlangsung dimasa datang .

4) Pembangunan Konsensus, peran ini meliputi upaya-upaya yang menitik beratkan pada tujuan bersama, mengidentifikasikan kepentinggan bersama dan upaya-upaya pemberian bantuan bagi pencapaian konsensus yang dapat diterima semua masyarakat.

5) Memfasilitasi Kelompok, peranan ini akan melibatkan peranan fasilitatif dengan kelompok, bisa sebagai ketua kelompok atau bisa juga sebagai anggota kelompok.

b. Peran Edukasi
Peran ini melibatkan peran aktif pekerja sosial didalam proses pelaksanaan semua kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan bersama kelompok sasaran sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan mereka. Dalam konteks ini dapat diwujudkan berupa pelatihan-pelatihan ketrampilan, misalnya: pelatihan tatacara pengambilan keputusan, pelatihan agenda rapat atau mengelola rapat, pelatihan administrasi surat-menyurat dan pelatihan pemanfaatan waktu luang yang mereka miliki.

1) Peningkatan Kesadaran, peran ini berarti membantu orang untuk mengembangkan pandangan tentang suatu alternatif atau beberapa alternatif dalam tataran kepentingan personal dan politis.

2) Memberikan Informasi, peran ini berarti memberiakn informasi tentang program-progam yang ada di masyarakat tetapi dengan hati-hati karena terdapat variasi kehidupan sosial di masyarakat, informasi tersebut berupa sistem sumber eksternal, sumber dana , sumber ahli, berbagai petunjuk pelaksanaan program, presentasi audio visual dan pelatihan-pelatihan.

3) Mengkonfrontasikan, peran ini berarti keinginan kelompok masyarakat yang positif sedangkan kelompok lain berkeinginan negatif, jadi keduanya harus dikonfrontasikan untuk mencapai konsesus, tetapi harus diingat ini pilihan terakhir tanpa kekerasan.

4) Pelatihan, peran ini berarti mencari dan menanalisa sumber-sumber dan tenaga ahli yang diperlukan dalam pelatihan.

c. Peran Representatif.
Dalam peran ini pekerja sosial bertindak sebagai enabler atau sebagai agen perubahan, antara lain membantu klien menyadari kondisi mereka, mengembangkan relasi klien untuk dapat bekerja sama dengan pihak lain (networking ) dan membantu klien membuat suatu perencanaan.
1) Mendapatkan Sumber, peranan ini berarti memanfaatkan sistem sumber yang ada dalam masyarakat dan di luar masyarakat.

2) Advokasi, peranan ini berarti mewakili kepentingan-kepentingan klien berupa dengan pendapat,lobbying dengan para politis/pemegang kekuasaan, membentuk perwakilan di pemerintah lokal atau pusat dan membela klien di pengadilan.

3) Memanfaatkan Media Massa, peranan ini untuk memperjelas isu tertentu dan membantu mendapatkan agenda publik.

4) Hubungan Masyarakat, peranan ini berati memahami gambaran-gambaran proyek-proyek masyarakat dan mempromosikan gambaran tersebut ke dalam konteks yang lebih besar, melalui publikasi agar masyarakat tergerak terlibat dalam proyek tersebut dan menarik simpati dukungan dari pihak lain.

5) Jaringan Kerja Networking, peranan berarti mengembangkan relasi dengan berbagai pihak, kelompok dan berupaya mendorong mereka untuk turut serta dalam upaya perubahan.

6) Berbagi Pengetahuan dan Pengalaman, peranan ini dilakukan dalam kegiatan seperti keterlibatan aktif dalam pertemuan-pertemuan formal maupun non formal seperti: konfrensi-konfrensi, penulisan jurnal, surat kabar, seminar dll.

d. Peranan Teknis
1) Pengumpulan dan Analisis Data, peranan ini berarti sebagai peneliti sosial, dengan memanfaatkan berbagai metodologi penelitian ilmu pengetahuan sosial untuk mengumpulkan dan menganalisa data serta mempresentasikannya dengan baik.

2) Menggunakan Komputer, peranan ini berarti mampu menggunakan komputer dengan tujuan untuk penyusunan proposal, rancangan penelitian, analisis data, penyunan laporan keuangan, membuat selebaran, spanduk, leaflet, surat menyurat.

3) Presentasi Verbal dan Tertulis, peranan ini berarti harus mampu mengekspresikan pikiran-pikiran, tindakan-tindakan secara langsung dan dalam bentuk tulisan.

4) Management, peranan ini berarti bertanggung jawab untuk mengelola program kegiatann yang telah dibuatnya.

Selain peran-peran pekerjaan sosial juga harus memahami nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat dan nilai-nilai yang berlaku umum. Sejalan dengan hal ini Pumhrey berpendapat tentang tingkatan nilai-nilai sebagai berikut:

1. Nilai-nilai akhir atau abstrak, seperti demokrasi, keadilan, persamaa, kebebasan, kedamaian dan kemajuan sosial, perwujudan diri dan penentuan diri.

2. Nilai-nilai tingkat menengah, seperti kualitas keberfungsian manusia/pribadi, keluarga yang baik, pertumbuhan, peningkatan kelompok dan masyarakat yang baik.

3. Nilai-nilai tingkat ketiga merupakan nilai-nilai instrumental atau operasional yang mengacu kepada ciri-ciri perilaku dari lembaga sosial yang baik, pemerintahan yang baik dan orang profesional yang baik. Misalnya: dapat dipercaya, jujur dan memiliki disiplin diri.

Dalam menjalankan profesinya seorang pekerjaan sosial selain dilandasi oleh perananan dan nilai maka pekerja sosial juga wajib menjunjung tinggi Kode Etik Profesi antara lain :

1. Pekerja sosial mengutamakan tanggungjawab melayani kesejahteraan individu atau kelopok, yang meliputi kegiatan perbaikan kondisi-kondisi sosial.

2. Pekerja sosial mendahulukan tanggungjawab profesinya ketimbang kepentingan-kepentingan pribadinya.

3. Pekerjaan sosial tidak membedakan latar belakang keturunan, warna kulit, agama, umur, jenis kelamin, warganegara serta memberikan pelayanan dalam tugas-tugas serta dalam praktek-praktek kerja.

4. Pekerjaan sosial melaksanakan tanggung jawab demi mutu dan keluasan pelayanan yang diberikan.

5. Menghargai dan mempermudah partisipasi kelayan.
6. Mengahrgai martabat dan hargadiri kelayan.
7. Menerima kelayan apa adanya.
8. Menerima dan memahami bahwa setiap orang itu adalah unik.
9. Tidak menghakimi sikap kelayan.
10. Memahami apa yang dirasakan orang lain/empati.
11. Menjaga kerahasian kelayan.
12. Tidak mengahdiahi kelayan dan tidak pula menghakimi
13. Pekerja sosial harus sadar akan keterbatan-keterbatasan yang dimilikinya.

Pekerjaan sosial sangat berkaitan dengan kemiskinan sebab kemiskinan menjadi wadah yang sangat besar bagi semua patologi sosial dan seringkali menjadi biang keladi bagi ketidak-berdayaan seseorang atas ketidak- adilan sebuah struktur sosial, ekonomi, budaya dan struktur sebuah sistem pemerintahan.

Semakin tinggi angka keluarga miskin disuatu negara maka akan memperngaruhi pula sistem politik di negara tersebut sehingga membuat peluang yang relatif rendah bagi negara dalam memberikan kesejahteraan sosial bagi warganegaranya baik dalam bentuk material dan non material.

Secara generalis kemiskinan adalah ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan standar tertentu dari kebutuhan dasa (sandang, pangan dan perumahan), kesehatan dan pendidikan.

Di Indonesia sendiri isu kemiskinan baru muncul pada tahun 1970-an bersama-sama dengan isu pemerataan. Dua tahun kemudian lahir konsep pembangunan yang berorientasi pada kebutuhan dasar manusia (basic need strategy) yang diadopsi dari Konvensi Geneva.

Hakikat kemiskinan di Indonesia bisa di bagi menjadi empat yang dianggap menjadi penyebab terjadinya kemiskinan, yakni: kemiskinan ekonomi, kemiskinan budaya, kemiskinan struktural dan kemiskinan politik.

Menurut Brendley (dalam Ala, 1981 : 4) kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas. Hal ini diperkuat oleh Salim yang mengatakan bahwa kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memperoleh kebutuhan hidup yang pokok (Salim dalam Ala, 1981 : 1).

Menurut Baswir (1997 : 21) kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti karena cacat, sakit, usia lanjut atau karena bencana alam.

Menurut Robert Chambers (1983) “ inti dari masalah kemiskinan adalah jebakan kekurangan atau deprivation trap”

Sehubungan tersebut Departemen Komunikasi dan Informatika (2005) telah mengeluarkan sebuah indikator kemiskinan yang dapat dijelaskan sbb :

1) Luas lantai temapt tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2) Jenis dinding bangunan tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa plester.
3) Sumber penerangan tidak menggunakan listrik.
4) Jenis lantai tanah/bambu/kayu murahan.
5) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
6) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
7) Hanya mengkomsomsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
8) Hanya membeli pakaian baru setahu sekali.
9) Makan maximum 2 kali sehari
10) Dan Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di klinik maupun puskesmas.
11) Tidak memiliki tanbungan aset berharga.
12) Bahan bakar sehari hanya mengunakan arang/kayu/minyak tanah.
13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga hanya SD/SMP
14) Sumber pendapatan hanya maximum Rp.600.000,- dan bagi petani hanya memiliki lahan 0,5 ha.

Sedangkan menurut Drinowski dan Scott (1977) dalam Muhidin (2005:99) untuk mengukur taraf hidup (level of living index) sbb:

1. Indikator pemenuhan kebutuhan fisik:
a. Pendapatan per kapita, diukur jumlah rupiah atau equivalen beras (terutama di daerah pertanian).
b. Pangan atau makanan diukur dari kecukupan komsumsi makanan, menurut terpenuhinya gizi dan kalori yang dibutuhkan.
c. Perumahan dilihat dari kelayakan perumahan dan dapat diukur dari indeks komposit tempat tinggal dan status kepemilikannya.
d. Kepemilikan dan penguasaan tanah, diukur dari status kepemilikan tanah dan luas tanah pemilik.
e. Kesehatan diukur kondisi kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan.

2. Indikator Sosial dari jumlah rupiah atau equivalen beras (terutama di daerah pertanian).
a. Pendidikan diukur dari tingkat pendidikan yang ditamatkan.
b. Pekerjaan dan status pekerjaan kepada rumah tangga, jumlah jam kerja per minggu dan jumlah anggota keluarga.
c. Aktivitas/partisipasi anggota keluarga di dalam kegiatan sosial di luar rumah tangga.
d. Pembagian waktu antara kegiatan anggota keluarga di luar dan di dalam rumah tangga.

3. Indikator Jaringan Sosial
a. Kepemilikan alat transportasi untuk menunjang mobilitas.
b. Akses anggota keluarga terhadap sistem jaminan sosial seperti asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi rumah dan kendaraan bermotor).
c. Akses keluarga terhadap sumber daya ekonomi seperti bank, kopearsi dll
d. Akses anggota keluarga terhadap pelayanan sosial dan pelayanan publik.

Para pakar kemiskinan setuju dan berpendapat bahwa keterlibatan masyarakat dalam mengurusi diri sendiri akan menjadi penopang keberhasilan kemiskinan karena akan menumbuhkan rasa bangga pada diri sendiri.

Beberapa hal yang berhubungan dengan pengentasan kemiskinan: (Esman dan Uphoff:1984)

1. Investasi Pelayanan masyarakat dalam bidang infrastruktur fisik dan infrastruktur sosial seperti pembangunan jalan, sumber air bersih, irigasi, sekolah dan klinik kesehatan.

2. Kebijakan pemerintah yang menguntungkan masyarakat miskin seperti penyediaaan pupuk, bibit padi, kesempatan pekerjaan, pendidikan dan melibatkan pihak swasta.

3. Tehnologi, masyarakat diperkenankan mengenal tehnologi dan mengunakannya melalui pelatihan yang dikelola oleh instansi terkait.

4. Kelembagaan yang efektif, terjadi kerjasama yang terpadu antara jaringan kerja pemerintah, pengusaha dan lembaga lokal.

Pekerjaan sosial dalam memberikan pelayanan sosial bekerja berdasarkan jenis pelaynan yang dapat dijelaskan dengan tabel sbb:

Pemerintah sebenarnya telah melakukan berbagai upaya dan tindakan dalam bentuk program-program guna membantu meringankan beban keluarga miskin dan kelompok-kelompok masyarakat yang rentan antara lain melalui program sejak tahun 1994 sampai dengan tahun 2009:

1. Program Inpres Desa Tertinggal/IDT
2. Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal/P3DT
3. Program Pembangunan Kecamatan/PPK
4. Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan/P2KP
5. SD Inpres
6. Perumahan RSS
7. Rumah Susun
8. Jaring Pengaman Sosial/JPS
9. Jamsostek
10. Jamkesmas
11. Jaskeskin
12. Beras Miskin
13. Bantuan Tunai Langsung
14. Bantuan BBM
15. BOS
16. PKH
17. PNPM

Referansi :
  1. Edi Suharto,2004, kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia dalam edisi Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Di Bidang Kesehatan, Alfabeta, Bandung.
  2. Ife,1995, Pengembangan Masyarakat” Menciptkan Alternatif-Alternatif , Masyarakat Visi Analisis dan Praktek” STKS, Bandung
  3. ICMI PUSAT,1995, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia,Aditya Media, Jogjakarta
  4. Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Volume 5 2006, Kemiskinan Dalam Perspektif Pekerjaan Sosial, STKS, Bandung
  5. Lembaga Studi Pembangunan STKS, 2003. kemiskinan dan keberfungsian Sosial dalam Study Kasus Rumah Tangga Miskin Di Indonesia, STKS, Bandung.