Minggu, 29 September 2013

KARAKTERISTIK TIGA MODEL PERUBAHAN MASYARAKAT



KARAKTERISTIK TIGA MODEL PERUBAHAN MASYARAKAT
 
NO
KARAKTERISTIK
PENGEMBANGAN LOKALITAS
PERENCANAAN SOSIAL

TINDAKAN SOSIAL
1
TUJUAN
Pertolongan diri ; memperbaiki kehidupan masyarakat; menekankan pada proses.

Gunakan pendekatan pemecahan masalah untuk menyelesaikan permasalahan di masyarakat; menekankan pada tugas.

Hubungan pergantian kekuaasaan dan sumber daya terhadap suatu kelompok yang ditindas; menciptakan perubahan institusi dasar; menekankan pada proses dan tugas
2
MASYARAKAT YANG MENGUNAKAN ASUMSI
Setiap orang menginginkan kehidupan masyarakat meningkat dan bersedia memberikan kontribusi untuk peningkatan tersebut.


Permasalahan social dalam masyarakat bias diselesaikan melalui usaha ahli perencanaan
Masyarakat tersebut memiliki kekuatan struktur dan satu atau lebih kelompok tertindas, sehingga ketidakadilan sosial menjadi masalah utama
3
STRATEGI PERUBAHAN DASAR
Banyaknya orang yang terlibat dalam mengenali dan menyelesaikan masalah.

Para ahli menggunakan pendekatan pengumpulan-fakta dan pemecahan masalah


Anggota kelompok yang tertindas menyusun rencana untuk melawan kelompok yang kuat misalnya musuh

4
TAKTIK DAN TEKNIK PERUBAHAN KARAKTERISTIK
Konsensus : komunikasi antara kelompok masyarakat dan minat ; diskusi kelompok


Konsensus atau konflik
Konflik atau kontes ; konfrontasi; tindakan langsung; negosiasi
NO
KARAKTERISTIK
PENGEMBANGAN LOKALITAS
PERENCANAAN SOSIAL

TINDAKAN SOSIAL
5
PERAN PRAKTISI
Katalis; fasilitator; coordinator; guru keahlian menyelesaikan masalah



Ahli perencanaan pengumpul fakta analisis; pengembangan program; dan pelaksana

Aktivis; penggerak advokasi; makelar; negosiator; pengaman
6
PANDANGAN KEKUATAN
Anggota struktur kekuatan bergabung dalam resiko yang sama


Struktur kekuatan berupa perusahaan dan sponsor
Struktur kekuatan merupakan target aksi eksternal, penindas yang harus dilawan dan diubah
7
PANDANGAN POPULASI KLIEN
Warga Negara



Konsumen
Korban
8
PANDANGAN PERAN KLIEN
Peserta dalam proses penyelesaian masalah



Konsumen atau penerima
Perusahaan atau konstituen

Sumber :
Netting, 2001, Social Work Makro Practice, Logman, Australia

PENGERTIAN KEMISKINAN




Robert Chambers ( 1983:111) mengatakan bahwa kemiskinan disebabkan oleh deprivation trap yang terdiri dari lima faktor, yakni kemiskinan itu sendiri, kerentanan, ketidakberdayaan, kesenjangan, keterasingan dan kelemahan fisik.

Menurut Kuncoro (1997 : 102-103) bahwa kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan standar hidup minimum.

Sedangkan Kartasasmita (1997 : 234) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan.

Namun menurut Brendley (dalam Ala, 1981 : 4) kemiskinan adalah ketidak-sanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas.

Hal ini diperkuat oleh Salim yang mengatakan bahwa kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memperoleh kebutuhan hidup yang pokok  ( Salim dalam Ala, 1981: 1)

Sementara itu menurut Sunyoto Usman (Roesmidi & Risyanti,2006:95-96) mengatakan bahwa :
”paling tidak ada tiga macam konsep kemiskinan, antara lain : (1) kemiskinan absolut, dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang konkret dimana ukuran itu lazimnya berorientasi pada kebutuhan hidup dasar minimum anggota masyarakat seperti sandang, pangan dan papan; (2) kemiskinan relatif, yang dirumuskan berdasarkan ”the idea of relative standard”, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Dasar asumsinya adalah kemiskinan disuatu daerah berbeda dengan daerah lainnya, dan kemiskinan pada suatu waktu berbeda dengan waktu yang lain; (3) kemiskinan subyektif, dimana dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri”.

Menurut pendapat Geertz dirujuk oleh Suparlan (1984:30) khususnya kemiskinan yang menimpa masyarakat jawa bahwa “ mereka itu miskin bukanya karena malas. Sebaliknya mereka malas karena miskin”. Penyebab eksternal kemisikinan biasaanya dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, birokrasi atau peraturan-peraturan resmi ang dapat menghampat seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya. Kemiskinan ini sering diistilahkan dengan kemskinan struktural.

Meurut Heru Nugroho (1995:38) kemiskinan adalah hasil produk dari konstruksi social, sehngga yang dilakukan justru menimbulkan dominasi baru atau terjadinya dialektika pembangunan. Sialektika pembangunan yang terjadi antara lain:

  1. Pembangunan yang diharapakan terjadi trikle down effect, justru menimbulkan trikle up effect karena daya sedot akumulasi capital lebih kuat ke pusat dibandingkan dengan pemertaan pembangunan melalui program-program anti kemiskinan;
  2. Pembangunan yang dilakukan hanya membebaskan “orang dari”, belum membebaskan”oang untuk”. Hal ini berarti bahwa pembangunan tersebut baru membebaskan didi dari rasa lapar, dan elum membebaskan diri untuk mengekspresikan kemmapuan diri dan mengoreksi pembangunan itu sendiri;
  3. Para akademisi terjebak dalam penelitian yang teknis sehingga rekomendasi bagi pengentasan kemiskinan hanya mencapai sasaran teknis, yang berupa dimensi kemiskinan yang bias diukur (material well being), dan tidak memperdayakan masyarakat itu sendiri, yang berupa social well being.
Menurut  Karseno dan Edy Suandi Hamid (1995:39) tentang kemisikinan bahwa:
”Tolok ukur kemiskinan adalah relatif dan tidak pernah selesai, karena kemajuan tehnologi yang terus menerus. Kemajuan tehnologi tersebut mengakibatkan ukuran kemiskinan juga berkembang. Pada saat ini, mungkin orang dikatakan tidak miskin atau merasa tidak miskin, jika orang tersebut  hidup yang layatelah mempunyai mobil. Ini berarti bahwa kemiskinan (relatif) selalu ada. Maka untuk itu, perubahan tolok ukur time saving. Orang yang tidak dikatakan miskin apabila orang tersebut mempunyai waktu untuk tidak bekerja atau menikmati hasil pendapatan hasil pendapatan yang diperolehnya.

Pendapat dari Levitan yang di kutip oleh Sutandyo Wignjosoebroto (2005:1)  kemisknan sebagai kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.

Menurut Schliller yang dikutip oleh Sutandyo Wignjosoebroto (2005:1) sebagai berikut : “Kemiskinan adalah ketidak sanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan mendapatkan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan social yang terbatas.

Pendapat Karseno (1995:40) mengatakan bahwa masalah kemisknan bersumber pada pergeseran aspirasi.Pembangunan ini membuat aspirasi berkembang cepat.Sayangnya, perkembangan aspirasi tersebut tidak seiring dengan kemampuan dan kesempatan mengeksperikan. Menurut pengamatan, pergeseran aspirasi ini berkembang ke arah kota. Ini berarti bahwa orang-orang desa mempergunakan symbol-simbol orang kota.

Menurut Supardi Suparlan (Dalam Malo:2006:8-17) sbb:“ Kemiskinan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah: yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan umum berlaku dalam masyaakat yang bersangkutan”

Menurut pendapat Friedman dalam Suharto dkk (2004:6) kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi:

  1. modal produktif atau asset (tanah,perumahan, alat produksi, kesehatan),
  2. sumber keuangan (pekerjaan, kridit),
  3. organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial),
  4. jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa,
  5.  pengetahuan dan ketrampilan dan
  6. informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.
Oscar Lewis dalam Edi Suharto (2008:18) mengatakan bahwa “Orang miskin memiliki sub-sub kultur aau kebiasaan tersendiri yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan seperti malas, fatalism dan kurang menghormati etos kerja”\

Sedangkan kemiskinan struktural menurut Edi Suharto (2008:18) adalah : “Menunjuk pada struktur atau system yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau kelompok orang menjadi miskin”

Berdasarkan Study SMERU, Soeharto (2006:132) menunjukan Sembilan criteria yang menandai kemiskinan:

  1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan komsumsi dasar (pangan, sandang dan papan);
  2. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental;
  3. Ketidakmampuan dan keberunungan social (anak telantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda msikin, eklompok marjinal dan terpencil);
  4. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia (buta huruf, rendahnya pendidikan dan ketrampilan, sakit-sakitan) dan keterbatasan sumber alam (tanah tidak subur, lokasi terpencil, ketiadaan infrastruktur jalan, listrik,air);
  5. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual (rendahnya pendapatan dan asset), maupun missal (rendahnya modal social, ketiadaan fasilitas umum);
  6. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai dan berkesimbungan;
  7.  Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi);
  8. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga atau tidak adanya perlindungan social dari Negara dan masyarakat);
  9. Ketidakterlibatan dalam kegiatan social masyarakat.

Menurut Grifin (1980:545)  “kemiskinan pada  umumnya menunjukkan pada kelaparan, kekurangan gizi, ditambah pakaian dan perumahan yang tidak memadai, tingkat pendidikan yang rendah, tidak ada atau sedikit sekali kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang elementer”.

Oscar Lewis dalam Malo 2006 menyatakan “ kemiskinan muncul karena sekelompok masyarakat tidak terintregrasi dengan masyarakat luas, apatis, cenderung menyerah pada nasib, tingkat pendidikan yang rendah serta tidak mempunyai daya juang dan emmapuan untuk memikirkan masa depan

Selaras dengan pendapat diatas Nasikun (1995) juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kemiskinan adalah
“ sebuah fenomenal asset, multidemensial dan terpadu, Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan dan papan. Hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dan asset produktif yang sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling dasar tersebut, antara lain: informasi, ilmu pengetahuan, tehnologi dan capital. Lebih dari itu hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti hidup dalam alienasi, akses yang rendah dalam kekuasaan, dan oleh karena pilihan-pilihan hidup yang sempit dan pengap”

Penjelasan Irlan (1996) tentang kemiskinan sbb: “ Kemiskinan merupakan kondisi dimana tingakt kehidupan dan kesehatan tidak layak yang ditandai tidak terpenuhinya kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian dan perumahan”

Seperti pendapat Myer yang mengatakan bahwa” Kemiskinan merupakan hasil dari hubungan-hubungan yang tidak berjalan dengan baik, tidak adil, hubungan yang tidak berorientasi kehidupan, tidak harmoni atau tidak nyaman”.

Fakir miskin adalah orang-orang yang sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusian atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusian (DEPSOS, 2001)

Menurut Prof Sutanyo Wignjosoebroto,MPA (2005:4) ciri-ciri kemiskinan sebagai berikut :

  1. Mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi, sendiri: tanah yang cukup, modal ataupun ketampilan. Faktor produksi yang dimiliki umumnya sedikit, sehingga untuk memperoleh pendapat menjadi sangat terbatas.
  2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan yang diperoleh tidak cukup memperoleh tanah gararapan atau pun modal usaha. Sementara mereka pun tidak memiliki syarat untuk terpenuhunya kredit perbankan, seperti jaminan kredit dan lain-lain, yang mengakibatkan mereka berpaling ke lintah darat yang biasanya untuk  pelunasannya meminta syarat-syarat berat dan bunga yang amat tinggi.
  3. Waktu untuk mencari makan sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar. Demikian juga dengan anak-anak mereka, tak dapat meyelesaikan sekolah karena harus membantu orang tuanya mencari nafkah tambahan.
  4. Banyak diantara mereka yang tinggal di daerah pedesaan dan tidak mempunyai tanah garapan, atau kalaupun ada relative kecil sekali. Pada umumnya mereka menjadi, karena bekerja di pertanian berdasarkan musiman, maka kesinambungan pekerjaan mereka menjadi kurang terjamin. Banyak antara mereka lalu menjadi pekerja bebas (self employed) yang berusaha apa saja. Akibat di dalam situasi penawaran tenaga tenaga kerja yang besar, maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung mereka selalu hidup dibawah garis kemiskinan. Didorong oleh kesulitan hidup di desa, maka banyak di antara mereka mencoba berusaha ke ota (urbanisasi) untuk mengadu nasib.
  5. Banyak di antara mereka yang yang hidup di kota masih muda dan tidak mempunyai ketrampilan atau skill da pendidikan. Sedangkan kta sendiri terutama di Negara sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa itu. Apabila di Negara maju pertumbuhan industry menyertai urbanisasi dan pertmbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota, proses urbanisasi di Negara sedang berkembang tidak sertai proses penyerapan enaga kerja dalam perkembangan industry. Bahkan, sebaliknya, perkembangan tekhnologi di kota-kota Negara berkembang justru menampik penyerapan tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah ke kota terdampak dalam kantong-kantong kemelartan (slumps).
Sumber :
  1. Depsos dan Kopma STKS Bandung,2003, Hasil Penelitian Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial, Kopma STKS, Bandung.
  2. ICMI Pusat, ICMI ORWIL DIY dan PPSK Jogjakarta,1995, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Aditya media, Jogjakarta
  3. Sutandyo, 2005, Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial, Ketika Pembangunan Tak Berpihak Kepada Rakyat Miskin, Airlangga University Press, Surabaya.
  4. Suharto, Edi, 2009, Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia, Menggagas Model jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan, Alfabeta, Bandung.

Teori Neo-Liberal.

Teori Neo-Liberal

  1. Masyarakat memiliki kebebasan individual
  2. Mengugulkan mekanisme pasar
  3. Kemiskinan merupaka masalah individual yang merupakan kelemahan-kelemahandan pilihan-pilihan hidup yang bersangkutan.
  4. Kemiskinan akan hilang dengan sendirinya dengan perluasan pasar dan pertumbuhan ekonomi dipacu setingi-tingginya.
  5. Secara langsung penangulangan kemiskinan secara residual yang bersifat sementara.
  6. Pemerintah hanya dianggap sebagai penjaga malam dan hanya boleh bertindak juka baan-badan social tidak mampu lagi memberikan pelayanan.
  7. Penggulangan kemiskinan dilakukan dengan cara program jaringan pengaman sosial. .

Teori Budaya Kemiskinan Struktural.


                                   Teori Budaya Kemiskinan Struktural.

1)           Struktur Sosial
Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem, dimana masing-masing sub sistem saling ketergantungan dan mempunyai fungsi sosial masing masing.
2)         Fungsi Dalam Struktur Sosial
Masing-masing sub sistem dalam masyarakat mempunyai fungsi sosial yang saling mendukung, fungsi dalam masyarakat terdiri dari adaptation, goal attachment , Integration, dan latent maintained (AGIL)
3)        Kemiskinan Struktural
Kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut sumber-sumber pendapatan yang tersedia bagi mereka ( Selo Sumarjan ).
Berbagai perspektif dalam melihat kemiskinan struktural:
1)            Perspektif Patologi Sosial
a)                  Masyarakat dilihat seperti organisme biologi dengan sebutan organisme sosial.
b)                 Struktur sosial dalam masyarakat satu dengan lainnya saling terkait sebagai suatu sistem.
c)                  Masing-masing unit mempunyai fungsi yang berbeda namun saling ketergantungan dalam keharmonisan.
d)                 Keharmonisan struktur sosial dilihat dari kesehatan kondisi masyarakat dan masyarakat yang tidak harmonis dikatakan sebagai sakit
e)                  Perubahan dalam masyarakat yang menyebabkan sakit disebut deprivasi relatif, yang dapat menyebabkan orang gagal berfungsi sosial
f)                  Kemiskinan dialami karena orang tidak mampu berfungsi didalam peran yang diharapkan dalam struktur sosial atau disebut orang yang digilas roda-roda zaman
g)                 Penyababnya karena individu yang tidak mampu berperan dalam sistem dan struktur sosial yang terus berjalan dan berubah.

2)      Perspektif Disorganisasi Sosial
a)                  Kemiskinan disebabkan kesalahan dalam aturan, salah mengorganisir, atau salah urus
b)                 Kebijakan yang tidak memihak orang miskin
c)                  Pengentasan kemiskinan yang tidak mengikuti aturan dan disalahgunakan
d)                 Pelaksanaan dan kontrol sosial yang rendah sehingga terjadi penyelewengan
e)                  Penyebabnya institusi dan kurang berfungsinya aturan dalam pengentasan kemiskinan

3)            Perspektif Konflik
a)                  Kemiskinan sebagai produk dari dinamika struktural
b)                 Kemiskinan terjadi karena perbedaan kelas dalam masyarakat akibat pembangunan
c)                  Ada kelas yang dominan mendapat keuntungan
d)                 Distribusi kekuasaan dan aset yang tidak adil antar kelas
e)                  Penggunaan kekuasaan untuk memaksa kelas lain yang dikuasainya
f)                  Institusi berpihak kepada kelompok kelas tertentu untuk mempertahankan kekuasan dengan menyalahgunakan peraturan
g)                 Penghargaan sosial yang tidak adil dan hanya diberikan untuk kelas tertentu
h)                 Kedudukan didalam kelas mencerminkan keterbatasan akses dari kelas tertentu dibandingkan dengan kelas lainnya


4)      Teori Penyimpangan Perilaku
a)                  Patologi sosial dalam masyarakat menyebabkan ada orang yang memberontak dan melakukan penyimpangan
b)                 Penyimpangan diwujudkan dalam prilaku kriminal sebagai bentuk perlawanan atau permintaan perhatian
c)                  Penyimpangan dilakukan untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang kacau
d)                 Penyimpangan itu bukan sebagai budaya tetapi kreasi dari masing-masing individu
e)                  Penyimpangan itu memanfaatkan peluang dan sebagai proses belajar yang terus menerus