(untuk skema dan denah lain tidak saya tampilkan dengan tujuan menghindari duplikat)
PROPOSAL PENELITIAN
Pemanfaatan
Kelompok Bhakti Ibu Dalam
Pengentasan
Kemiskinan
Di Kelurahan Babakan Ciamis
Kecamatan Sumur
Bandung
Provinsi Jawa Barat
DOSEN
PEMBIMBING :
Dra. Meliani
Dewi, M.Si
Dra.Yuti Sri Ismudiyati.M.Si
MAHANENI
NRP .09. 01.
003
SEKOLAH
TINGGI KESEJAHTERAAN BANDUNG
PROGRAM
PENDIDIKAN PASCASARJANA
SPESIALIS I
PEKERJAAN SOSIAL
KONSENTRASI
KOMUNITAS
TAHUN
2011
- Masalah Latar Belakang
Kemiskinan merupakan kondisi yang tidak menyenangkan yang dialami
oleh seseorang yang mengakibatkan seseorang tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya yang berupa sandang, pangan, papan, pendidikan dan
kesehatan. Kemiskinan mengakibatkan seseorang atau kelompok
masyarakat tidak mampu mengakses,mengelola dan mengoptimalkan sistem
sumber yang ada di sekitar wilayah dimana mereka tinggal,baik sumber
internal maupun sumber eksternal.Kemiskinan juga mengakibatkan orang
miskin atau sekelompok masyarakat miskin tidak memiliki aset baik
berupa aset finasial maupun non finansial.
Dampak dari kemiskinan adalah terjadinya ketidakmertaan distribusi
sumber termasuk dalam mendapatkan informasi yang terkait dengan
kebijakan-kebijakan program pengentasan kemiskinan sehingga
masyarakat miskin tidak mengetahui program tersebut.
Program pengentasan kemiskinan selama ini hanya terpusat pada bantuan
yang bersifat kontemporer saja yang justru menimbulkan ketergantungan
dan bukan pada proses pemberdayaan yang terpusat pada penggalian,
pemanfaatan dan optimalisasi kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat
serta pemberian kekuasan kepada masyarakat miskin.
Senada dengan pendapat diatas maka menurut Bank Dunia( 2003) penyebab
dari kemiskinan adalah sebagai berikut:
“(1) kegagalan
kepemilikan terutama tanah dan modal, (2) terbatasnya ketersediaan
bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana, (3) kebijakan pembagunan
yang bias perkotaan dengan bias sektor, (4) adanya perbedaan
kesempatan diantara anggota masyaakat dan sistem yang kurang
mendukung, (5) adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan
antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern),
(6) rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam
masyarakat, (7) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan
seseorang pengelola sumber daya alam dan lingkungan, (8) tidak adanya
pemerintahan yang bersih dan baik (good govermence), (9) pengelolaan
sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berlebihan dan tidak
berwawasan lingkungan”.
Pendapat diatas dapat diartikan bahwa kemiskinan mengakibatkan
seseorang atau sekelompok masyarakat tidak memiliki aset baik yang
terkait dengan aset finansial maupun non finansial, tidak memiliki
hak politik (mengungkapkan ide,pendapat,saran dan kritik), tidak
memiliki status di dalam kehidupan bermasayarakat dan menjadi
kelompok marjinal di dalam lingkup structural (tidak mampu mengakses
lapangan pekerjaan dikarenakan sumber daya manusia relatif rendah,
tidak memiliki ketrampilan, tidak memiliki koneksi, tidak memiliki
jaringan kerja dan tidak mendapatkan informasi)
Kemiskinan yang dimaksudkan diatas dapat
terjadi di perdesaan dan perkotaan namun demikian dalam penelitian
ini yang akan dikaji adalah penelitian yang terjadi di perkotaan.
Menurut Bappenas penyebab kemiskinan
diperkotaan disebabkan oleh berbagai faktor antara lain adalah
“1)ketidakberdyaan penyebabnya adalah
kurangnya lapangan pekerjaan, biaya hidup tinggi,
kodrat,pengangguran, harga sembako tinggi dan kesulitan pemenuhan
kebutuhan harian;2) Keterasingan penyebabnya pendidikan kurang, tidak
memiliki keahlian, dan kesulitan mengakses kridit;3) kemiskinan
materi penyebabnya tidak memiliki modal, pendapatan rendah dan
anggota keluarga banyak;4) kerentanan penyebabnya terkena PHK, putus
sekolah dan bencana alam; 5) sikap penyebabnya malas berusaha,
keretakan rumah tangga dan kenakalan remaja”
Mengacu pada pendapat diatas penyebab
kemiskinan diperkotaan diakibatkan oleh sejumlah faktor antara lain
kesulitan memenuhi kebutuhan pangan,kesulitan
membiyai pendidikan,kesulitan mencari nafkah,putus sekolah kesulitan
biaya pengobatan,kesulitan modal,hidup
susah,ketidaktenangan,kriminalitas meningkat,terlilit
hutang dan adanya budaya fatalism ( mudah
menyerah pada nasib dan putus asa)
Kemiskinan diperkotaan diatas sangat
berkorelasi dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peniliti yakni
di Kelurahan Babakan Ciamis
yang terletak di jantung kota Bandung.
Kelurahan Babakaan Ciamis terletak di depan
kantor Walikota Bandung, struktur sosial masyarakanya sangat majemuk,
pendidikan mereka adalah setingkat dengan sekolah menengah atas
sampai dengan perguruan tinggi, pekerjaan mereka sebagian besar
adalah pedagang informal dengan modal yang relatif masih rendah,
kondisi rumah mereka sangat bervariatif dari yang terbuat dari kayu
(kumuh) sampai dengan tembok berlantai dua, terdapat balita kurang
gizi, sanitasi (lingkungan kumuh di RW 02, RW 03 dan RW 08), terdapat
banyak penggguran, para ibu menjadi tulang punggung keluarga
dikarenakan suami mereka terkena dampak pemutusan hubungan kerja dan
terdapat banyak keluarga miskin.
Kelurahan Babakan Ciamis memiliki
2.021 kepala keluarga dan terdapat keluarga miskin sebanyak 339
kepala keluarga dan tersebar di 9 rukun
warga dan 43 rukun tetangga
dan dapat dijelaskan dalam tabel berikut :
Kemiskinan yang terjadi di wilayah
Kelurahan Babakan Ciamis adalah kemiskinan struktural yang
mengakibatkan sulitnya mencari pekerjaan sehingga berdampak pada
rendahnya pendapatan bagi keluarga miskin. Kemiskinan struktural ini
dapat terlihat dari segi pendidikan yang relatif rendah (sekolah
menengah atas), tidak memiliki ketrampilan yang dibutuhkan oleh bursa
tenaga kerja, akibat adanya urbanisasi yang dipicu oleh keberadaan
industri, usia produktif untuk mencari lowongan pekerjaan penduduk
asli di wilayah Kelurahan Babakan Ciamis rata-rata berkisar antara 35
tahun sampai dengan usia 50 tahun sedangkan para pendatang berusia 20
tahun sampai dengan 25 tahun dan adanya budaya kumaha engke yang
berakibat pada budaya fatalism dan mudah cepat putus asa.
Di Kelurahan Babakan Ciamis masyarakat
setempat memiliki kriteria kemiskinan. Kriteria kemisnan ini antara
lain tidak memiliki rumah pribadi (kontrak atai kost), pendidikan
hanya setingkat lanjutan atas, tidak memiliki pekerjaan tetap,
pendapatan kurang dari Rp.1.000.000,- (satu juta nipiah) per bulan,
kebutuhan makan hanya sekali sehari dan memiliki perilaku buruk.
Upaya untuk mengatasi kemiskinan di
Kelurahan Babakan Ciamis dilakukan dengan berbagai cara antara lain
pemberian bantuan BLT, BOS, PNPM, Jamkesmas, Raskin, Bawaku Makmur
(pendidikan, bantuan modal dan pelayanan kesehatan) tetapi upaya
pengentasan kemiskinan tersebut belum dapat sepenuhnya berjalan
sesuai dengan harapan masyarakat setempat hal diakibatkan oleh
berbagai faktor antara lain ketidaktepatan sasaran program, pendataan
warga miskin tidak kurang akurat, pengentasan kemiskinan hanya
sebagai pemenuhan kebutuhan yang bersifat sementara, rendahnya
partisipasi masyarakat dalam mengakses sistem informasi dan rendahnya
unsur pemberdayaan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut maka pada
pratikum yang telah dilakukan oleh peneliti ditempuh dengan cara
memberdayakan masyarakat melalui kekuatan yang dimiliki oleh
masyarakat setempat (potensi lokal) dengan cara mendekatkan dengan
sumber yang ada dan dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah.
Mengacu pada pratikum yang telah dilakukan
oleh peneliti selama empat bulan yakni sejak bulan oktober 2010
sampai dengan bulan pebruari 2011 dinyatakan bahwa Kelurahan Babakan
Ciamis memiliki keluarga miskin yang relatif besar sehingga
memerlukan penanganan masalah secara bertahap dan berkesinambungan.
Penanganan masalah kemiskinan ini ditempuh dengan melibatkan seluruh
elemen masyarakat dan melibatkan kelompok sasaran guna menjawab
perinasalahan yang dihadapi oleh keluarga miskin.
Sehubungan dengan hal diatas maka
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti berdasarkan pada
kelanjutan dari kegiatan pratikum dan pada kegiatan pratikum
terdahulu peneliti telah mengambil lokasi di wilayah Kelurahan
Babakan Ciamis Kecamatan Sumur Bandung khususnya kemiskinan di RW 03
dan dapat dijelaskan sebagai berikut:
RW 03 memiliki 329 KK clan 100 KK tergolong
miskin dan mereka rata rata memiliki pekerjaan sebagai pedagang
informal. Pedagang informal yang dimaksud dalam hal ini adalah mereka
berjualan di depan rumah mereka sendiri. Pedagang informal yang
terdapat di Rw 03 mayoritas adalah kaum perempuan.
Para pedagang informal yang mayoritas para
perempuan ini dalam hal pendapatan masih tergolong relatif rendah dan
pendapatan ini hanya dapat dipergunakan untuk kebutuhan pangan saja.
Sedangkan untuk kebutuhan lain seperti kebutuhan sandang, papan,
pendidikan dan rekreasi belum dapat terpenuhi.
Minimnya pendapatan para pedagang informal
disebabkan oleh modal untuk berdagang relatif sangat kecil sehingga
volume dagangan dan jenis dagangan sangat terbatas.
Kaum perempuan saat ini menjadi tulang
punggung dalam mencari naflcah bagi keluarganya yang disebabkan oleh
para suami mereka terkena imbas dampak pemutusan hubungan kerja dan
akibat pemutusan hubungan kerja ini para suami mengalami putus asa
dalam mencari pekerjalain.
Penyebab dari sulitnya mencari pekerjaan
karena pendidikan para suami tergolong relatif rendah dan tidak
memiliki ketrampilan yang dibutuhkan oleh bursa tenaga kerja.
Selain itu masyarakat rukun warga 03
memiliki budaya hidup atau prinsip "kumaha engke" yang
mengakibatkan malas untuk berusaha yang dalam hal ini terjadi pada
para suami yang sudah dilanda frustasi karena selalu gagal
mendapatkan pekerjaan dan karena PHK.
Proses pemberdayaan yang telah dilakukan
kepada masayarakat adalah pemberdayaan kepada perempuan sebab
mayoritas perempuan menjadi tulang punggung bagi keluarga setempat
hal ini disebabkan oleh faktor pengangguran yang ada di wilayah
Kelurahan Babakan Ciamis karena PHK (pemutusan hubungan kerja) dan
faktor budaya yakni budaya malas untuk mencari pekerjaan lain atau
pekerjaan sampingan.
Proses pemberdayaan dilakukan dengan
memanfaatkan aset-aset yang dimiliki masyarakat masyarakat dan
melibatkan masyarakat dalam mengatasi permasalahan- permasalahan yang
dihadapi oleh mereka. Adapun aset-aset yang dimiliki masyarakat
antara lain adalah :
l. Adanya kesadaran dari masyarakat untuk
memerangi kemiskinan di keluarga mereka.
2. Adanya keinginan untuk membuat sebuah
wadah yang dapat dipergunakan untuk membicarakan masalah-masalah
mereka.
3. Adanya tokoh-tokoh masyarakat yang
mendukung dan memfasilitasi keinginan masyarakat.
4. Adanya keinginan dari masyarakat
untuk mengumpulkan modal secara bersama dan dikelola secara
bersama-sama.
Pada pratikum yang telah dilakukan oleh
peneliti dilakukan dengan asesmen dan dari hasil asesmen diperoleh
prioritas masalah tentang kurangnya modal usaha dan selanjutnya
dilanjutkan dengan pembentukan kelompok Bhakti Ibu.
Alasan pembentukan kelompok ini didasarkan
pada pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat dan merupakan upaya
untuk mengatasi kemiskinan di lingkungan warga setempat. Kelompok
Bhakti I terdiri dari para pedagang informal di lingkungan Kelurahan
Babakan Ciamis Kecamatan Sumur Bandung.
Sampai dengan bulan Pebruari 2011 kegiatan
utama kelompok ini untuk sementara menyelenggarakan kegiatan simpan
pinjam dengan jumlah anggota sebanyak 25 orang pada bulan Januari
2011 dengan modal sebanyak Rp.800.000,- (delapan ratus ribu rupiah)
dan dari modal ini telah dapat dirasakan manfaatnya oleh 8 annggota
dengan jumlah pinjaman Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) .
- Fokus Penelitian
Kegiatan dan Proses pemberdayaan
masyarakat yang akan dilakukan melalui Pemanfaatan Kelompok Bhakti
Ibu di Kelurahan Babakan Ciamis bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas para ibu ibu yang tergabung dalam kelompok Bahkti Ibu dalam
pengentasan kemiskinan di keluarga dan lingkungan mereka sehingga
mereka memiliki kemampuan dan kekuatan dalam meningkatkan
kesejahteraan mereka serta bertujuan untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang
memperngaruhi mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui.
memahami dan menggali sejauhmana kondisi dan situasi tentang fungsi
kelompok Bhakti Ibu antara lain tentang misi kelompok, visi
kelompok, norma-norma kelompok, pembagian tugas dalam kelompok, cara
para anggota kelompok mengakses informasi dan struktur organisasi.
Untuk menjawab bagaimana kondisi dan
situasi diatas maka dilakukan kegiatan pemberdayaan melalui
Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di
Kelurahan Babakan Ciamis, sehingga mereka memiliki kemampuan dan
kekuatan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, kemampuan memanfaatkan
kelompok serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan dan keputusan keputusan yang memperngaruhi mereka.
Selanjutnya untuk
mengetahui lebih dalam tentang dampak pemberdayaan masyarakat
terhadap kapasitas warga miskin dalam pendayagunaan
kelompok maka pertanyaan
penelitian yang diajukan adalah : "Bagaimana Model
Pemanfaatan Kelompok Bhakti
Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan Di Kelurahan
Babakan Ciamis?”. Untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian
tersebut diajukan beberapa sub problematik sebagai berikut :
- Bagaimana karakteristik Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan Ciamis?
- Bagaimana tujuan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis?
- Bagaimana unsur-unsur pengikat yang ada di Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan Kelurahan Babakan Ciamis?
- Bagaimana struktur Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis ?
- Bagaimana program Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis?
- Bagaimana Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis dalam menyusun dan mengimplementasikan aturan-aturan kelompok ?
- Bagaimana pola komunikasi yang ada di Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan Kelurahan Babakan Ciamis?
- Bagaimana para anggota Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis dalam mengakses informasi?
- Bagaimana jaringan kerja (networking) Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis?
- Bagaimana rancangan model Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan Ciamis?
- Bagaimana implementasi model Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan Ciamis ?
- Bagaimana hasil implementasi model Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan Ciamis?
- Bagaimana penyempurnaan model akhir Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan Ciamis?
- Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
- Membuat Model Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis.
- Meningkatkan Kapasitas Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis.
- Mendayagunakan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis
Manfaat penelitian
adalah :
- Terpenuhinya kebutuhan anggota kelompok Bhakti Ibu dalam modal usaha.
- Meningkatnya kemampuan dalam pengelolaan administrasi kelompok Bhakti Ibu
- Meningkatnya pengetahuan penggurus dalam pengelolaan organisasi kelompok Bhakti Ibu
- Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
- Ruang Lingkup Penelitian.
Ruang lingkup penelitian ini yang terkait
dengan Pemanfaatan Papasitas Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan
Ciamis Kecamatan Sumur Bandung antara lain untuk mengetahui tentang
kekuatan personal kelompok, menemukan sumber-sumber personal
kelompok, menemukan kekuatan gabungan (kolektif), kontrak antar
anggota dalam kelompok, cara kelompok memberikan ganjaran pada setiap
anggota kelompoknya, posisi setiap anggota kelompok, aktulisasi diri
setiap anggota kelompok, ketrampilan yang dimiliki oleh kelompok dan
kemampuan setiap anggota kelompok dalam mengakses informasi.
- KeterbatasanPenelitian
Pembatasan dalam penelitian ini hanya mengkaji aspek-aspek yang
terdapat dalam Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan
Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis. Pembatasan ini perlu
dilakukan oleh peneliti supaya penelitian dapat dilakukan secara
lebih mendalam, selain itu juga mengingat adanya keterbatasan
peneliti soal waktu, dana. Penguasan teori serta pengalaman dalam
kegiatan penelitian ini.
- Kajian Pustaka.
- Tinjauan Tentang Kemiskinan
Masalah kemiskinan
merupakan isu sentral di tanah air terutama setelah Indonesia
dilanda oleh krisis multidensial yang memuncak pada periode 1997-1999
yang dikenal dengan era globalisasi.
Krisis multidemensial
yang dimaksud sangat terkait dengan ketidakberdayaan orang miskin
dalam lingkaran siklus kemiskinan yang bersifat spiral artinya orang
miskin yang disebabkan oleh faktor ekonomi karena orang miskin
tersebut tidak mampu mengakses sumber struktural (sumber daya manusia
relatif rendah dan tidak memiliki ketrampilan yang dibutuhkan oleh
bursa tenaga kerja) akibatnya mereka menganggur dan kebutuhan
keluarga tidak terpenuhi (pendapat rendah). Hal ini akan
mengakibatkan mereka menderita kemiskinan sosial dikarenakan tidak
memiliki status sosial.
Dampak dari kemiskinan
multidensial mengakibatkan kelumpuhan ekonomi, sosial dan terjebak
dalam distribusi yang tidak adil di bidang struktural namun demikian
orang miskin juga memiliki keterbatasan-keterbatan yang mengakibatkan
mereka semakin terpuruk dalam menghadapi krisis moneter yang
berkepanjangan.
a. Pengertian Kemiskinan
Menurut Heru Nugroho (1995:38) kemiskinan adalah hasil produk dari
konstruksi sosial, sehngga yang dilakukan justru menimbulkan dominasi
baru atau terjadinya dialektika pembangunan. Sialektika pembangunan
yang terjadi antara lain:
- Pembangunan yang diharapakan terjadi trikle down effect, justru menimbulkan trikle up effect karena daya sedot akumulasi capital lebih kuat ke pusat dibandingkan dengan pemertaan pembangunan melalui program-program anti kemiskinan;
- Pembangunan yang dilakukan hanya membebaskan “orang dari”, belum membebaskan”oang untuk”. Hal ini berarti bahwa pembangunan tersebut baru membebaskan didi dari rasa lapar, dan elum membebaskan diri untuk mengekspresikan kemmapuan diri dan mengoreksi pembangunan itu sendiri;
- Para akademisi terjebak dalam penelitian yang teknis sehingga rekomendasi bagi pengentasan kemiskinan hanya mencapai sasaran teknis, yang berupa dimensi kemiskinan yang bias diukur (material well being), dan tidak memperdayakan masyarakat itu sendiri, yang berupa social well being.
Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan tidak berdiri
sendiri artinya kemiskinan dapat tercipta akibat adanya pembangunan
dan pembangunan selalu membawa sisi yang berlawanan, satu sisi
membawa perubahan (positif) satu sisi membawa dampak negatuf
(ketergantungan dan ketidakmerataan) dan selama ini program
pengentasan kemiskinan belum tepat sasaran dan program kemiskinan
justru menimbulkan dampak ketergantunga sebab program tersebut hanya
memberikan bantunan yang bersifat kotemporer saja.
Sasaran program ini adalah para sekelompok orang miskin yang notabene
tidak memiliki asset, rentan dengan goncangan yang bersifat
individual, tidak memiliki kekuasaan atas sumber, tidak mampu
mengakses lapangan pekerjaan dan tidak memiliki modal ekonomi baik
investasi finansial maupun investasi non finansial.
Senada dengan hal ini maka dapat diselaraskan
dengan pendapat dari Sutanyo (2005:4) ciri-ciri kemiskinan sebagai
berikut :
- Mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi, sendiri: tanah yang cukup, modal ataupun ketampilan.
- Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. syarat berat dan bunga yang amat tinggi.
- Waktu untuk mencari makan sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar. Demikian juga dengan anak-anak mereka, tak dapat meyelesaikan sekolah karena harus membantu orang tuanya mencari nafkah tambahan.
- Didorong oleh kesulitan hidup di desa, maka banyak di antara mereka mencoba berusaha ke ota (urbanisasi) untuk mengadu nasib.
- Banyak di antara mereka yang yang hidup di kota masih muda dan tidak mempunyai ketrampilan atau skill da pendidikan.
Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa orang
miskin tidak memiliki faktor produksi dan meskipun mereka memiliki
faktor produksi yang dimiliki umumnya sedikit, sehingga untuk
memperoleh pendapat menjadi sangat terbatas. Waktu mereka sebagaian
besar tersita untuk bekerja sehingga mereka tidak mampu mengenyam
pendidikan bahkan waktu untuk keluargapun sangat relatif rendah.
Pendapatan yang diperoleh tidak cukup memperoleh tanah gararapan atau
pun modal usaha.
Sementara mereka pun tidak memiliki syarat
untuk terpenuhunya kredit perbankan, seperti jaminan kredit dan
lain-lain, yang mengakibatkan mereka berpaling ke lintah darat yang
biasanya untuk pelunasannya meminta syarat-syarat berat dan bunga
yang amat tinggi.
Orang miskin banyak mengadu nasib ke kota tanpa
bekal ketrampilan dan sumber daya manusia yang relative masih rendah
sehingga mereka tidak dapat mengisi lowongan pekerjaan yang
dibutuhkan oleh bursa tenaga keraja. Di Negara yang sedang berkembang
tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa itu. Apabila di
Negara maju pertumbuhan industry menyertai urbanisasi dan pertmbuhan
kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota,
proses urbanisasi di Negara sedang berkembang tidak sejajar dengan
proses penyerapan tenaga kerja dalam perkembangan industry. Bahkan,
sebaliknya, perkembangan tekhnologi di kota-kota Negara berkembang
justru menampik penyerapan tenaga kerja, sehingga penduduk miskin
yang pindah ke kota terdampak dalam kantong-kantong kemelartan
(slumps).
Menurut Kartasasmita (1997 : 234) mengatakan bahwa kemiskinan
merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai dengan pengangguran
dan keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan.
Pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa kemiskinan sesungguhnya adalah
ekses dari sebuah pembangunan, dimana pembangunan tidak selalu
membawa sebuah progresi di bidang kesejahteraan sosial tetapi justru
menimbulkan ekses lain (negatif) sebab dengan adanya pembangunan akan
menumbuhkan sektor industri dan sektor industri akan menjadi daya
tarik bagi para pencari kerja yang berasal dari perdesaan tetapi
mereka tidak memiliki ketrampilan dan sumber daya yang dibutuhkan
oleh bursa tenaga kerja sehingga mengakibatkan mereka menjadi
penggangguran di perkotaan.
Dalam skala besar pengannguran akan membawa dampak keterbelakangan
(depresi,putus asa,kriminalitas, eksploitasi dan bekerja tanpa
kontrak kerja) sehingga hal ini akan menciptakan ketimpangan sosial
yang akan menjadi dasar dari kecemburuan sosial di kalangan
masyarakat.
b. Indikator Kemiskinan
Indikator untuk menentukan fakir miskin yang dimaksud menurut
Departemen Sosial RI, ( 2005 : 13-14 ) sebagai berikut:
- Penghasilan rendah, atau berada dibawah garis sangat miskin yang dapat diukur dari tingkat pengeluaran per orang per bulan berdasarkan standar BPS per wilayah propinsi dan Kabupaten Kota.
- Ketergantungan pada batuan pangan untuk penduduk miskin (seperti zakat/beras untuk orang miskin/santunan sosial).
- Keterbatasan kepemilikan pakaian untuk setiap anggota keluarga per tahun (hanya mampu memilki 1 stel pakaian lengkap per orang per tahun)
- Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit.
- Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak-anaknya
- Tidak memilki harta (asset) yang dapat dimanfaatkan hasilnya atau dijual untuk membiayai kebutuhan hiodup selama tiga bulan atau dua kali batas garis sangat miskin.
- Tinggal dirumah yang tidak layak huni.
- Sulit memperoleh air bersih.
Dari indikator kemiskinan diatas dapat disimpulkan bahwa orang miskin
memiliki keterbatasan dalam kepemilikan asset dan keterbatasan dalam
mengakses system sumber pelayanan social dan hal ini menyebabkan
orang miskin tidak mampu mengatasi permasalahan yang mereka hadapi
serta orang miskin sangat mengantungkan hidupnya pada bantuan program
pengentasan kemiskinan sehingga hal ini membuat mereka semakin
terpuruk dengan kondisi yang melilit mereka.
c. Penyebab
Kemiskinan
Sutandyo (2005:8) mengatakan faktor yang
melatarbelakangi, akar penyebab kemiskinan dapat dibedakan menjadi
dua katagori:
“Pertama, kemiskinan alamiah,
yakni kemiskinan yang timbul sebagai akibat sumber-sumber daya yang
langka jumlahnya dan atau karena tingkat perkembangan teknomogi yang
sangat rendah.
Kedua, kemiskinan buatan,
yakni kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada membuat
anggota atau kelompok masyarakat tidak mengusai sarana ekonomi dan
fasilitas-fasilitas anggota masyarakat dari kemiskinan.”
Kemiskinan alamaiah artinya faktor-faktor yang
menyebabkan suatu kekayaan masyarakat menjadi miskin adalah secara
alami memang ada, dan bukan bahwa akan ada kelompok atau individu di
dalam masyarakat tersebut yang lebih miskin dari yang lain. Mungkin
saja dalam keadaan kemiskinan alamiah tersebut akan terdapat
perbedaan-perbedaan kekayaan, tetapi dampak perbedaan tesebut akan
diperlunak atau dieleminasi oleh adanya pranata-pranata tradisional,
seperti pola hubungannya jiwa gotong royng, dan sejenisnya yang
fungsional untuk meredam kemungkinan timbulnya kecemburuan sosial
Kemiskinan buatan dalam banyak hal terjadi
bukan karena seorang individu atau anggota keluarga malas bekerja
atau karena mereka terus menerus sakit. Berbeda dengan perpeksif
modernisasi ang cenderung memvonis kemiskinan bersumber dari lemahnya
etos keja, tidak dimlikinya etika wirausaha atau karena budaya yang
tidak terbiasa dengan kerja keras. Kemiskinan buatan diidentikkan
dengan pengertian kemiskinan structural dan yang dimaksud dengan
kemiskinan structural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu
golongan masyarakat, karena struktur masyarakat itu tidak dapat ikut
menggunakan sumber-smber pendapatkan yang sebenanta tersedia bagi
mereka.
- Dampak Kemiskinan di Perkotaan
Menurut Bappenas dampak
kemiskinan di perkotaan adalah kesulitan memenuhi kebutuhan makan,
kesulitan membiyai pendidikan, kesulitan mencari nafkah, putus
sekolah kesulitan biaya pengobatan, kesulitan memenuhi kebutuhan
perumahan, keterkucilan, kesulitan modal, pekerja anak, hidup susah,
ketidaktenangan, kriminalitas meningkat dan terlilit hutang.
Mengacu pada pendapat diatas bahwa
kemiskinan dapat mengakibatkan kompleksivitas permasalahan sosial dan
menciptakan patologi sosial dalam bentuk lain sehingga mengakibatkan
orang miskin semakin terjebak dalam lingkaran kemiskinan.
- Strategi Penanganan Kemiskinan
Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya
sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi
hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok
dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Hak-hak dasar yang diakui secara umum
meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam, dan lingkungan
hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak
untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik bagi
perempuan maupun laki-laki.
Bertolak dari paparan tersebut, Huraira
(2008) bahwa dalam menyikapi permasalahan kemiskinan, strategi yang
harus dilakukan untuk mengatasinya adalah sebagai berikut :
- Karena kemiskinan bersifat multidimensional, program pengentasan kemiskinan seyogyanya juga tidak hanya memprioritaskan aspek ekonomi tetapi memperhatikan dimensi lain.
- Untuk meningkatkan kemampuan dan mendorong produktivitas, strategi yang dipilih adalah peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin.
- Melibatkan masyarakat miskin dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, bahkan pada proses pengambilan keputusan
- Strategi pemberdayaan.
Dalam kaitan ini, Ginandjar Kartasasmita
menyatakan, upaya memberdayakan masyarakat setidak-tidaknya harus
dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
1) menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang dengan titik tolak setiap
manusia dan masyarakat memiliki potensi (daya) yang bisa
dikembangkan,
2) memperkuat potensi atau daya yang
dimiliki masyarakat,
3) memberdayakan pula mengandung arti
melindungi. Artinya, proses pemberdayaan harus mengantisipasi
terjadinya yang lemah menjadi makin lemah.
Pendapat diatas dapat diartikan bahwa
stratergi penangan kemiskinan yang paling efektif adalah
memberdayakan orang miskin melalui penggalian potensi, mengoptimalkan
potensi dan mengembangkan potensi mereka serta mendekatkan mereka
dengan system sumber yang ada disekitar wilayah mereka. Hal ini
memiliki tujuan agar orang miskin memiliki kekuasaan harga diri
mereka dan memiliki kekuatan dan kekuasaan atas sumber-sumber yang
ada di wilayah mereka sehingga mereka mampu memecahkan
masalah-masalah mereka dan dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupan
mereka. Jika orang miskin diberikan kekuasaan atas pengelolaan sumber
maka mereka akan dapat meningkatkan ekonomi, social dan mereka akan
dapat ikut berperan dalam sistem (struktural
- Kemiskinan Dalam Perspektif Pekerjaan Sosial
Secara konseptual pekerjaan sosial memandang bahwa
kemiskinan merupakan persoalan-persoalan multidimensional, yang
bermatra ekonomi-sosial dan individu-struktural (Suharto, 2005).
Berdasarkan perspektif ini, ada tiga kategori
kemiskinan yang menjadi pusat perhatian pekerjaan sosial, yaitu
- Kelompok yang paling miskin (destitute) atau yang sering didefinisikan sebagai fakir miskin. Kelompok ini secara absolut memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan (umumnya tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta tidak memiliki akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
- Kelompok rentan (vulnerable group). Kelompok ini dapat dikategorikan bebas dari kemiskinan, karena memiliki kehidupan yang relatif lebih baik ketimbang kelompok destitute maupun miskin. Namun sebenarnya kelompok yang sering disebut ”near poor” (agak miskin) ini masih rentan terhadap berbagai perubahan sosial di sekitarnya. Mereka seringkali berpindah dari status ”rentan” menjadi ”miskin” dan bahkan ”destitute” bila terjadi krisis ekonomi dan tidak mendapat pertologan sosial.
- Kelompok miskin (poor). Kelompok ini memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan namun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar (misalnya, masih memiliki sumber-sumber finansial, memiliki pendidikan dasar atau tidak buta huruf).
Terkait dengan paparan tersebut, lebih lanjut
Suharto (2005), bahwa strategi penanganan kemiskinan pekerjaan sosial
terfokus pada peningkatan kemampuan orang miskin dalam menjalankan
tugas-tugas kehidupan sesuai dengan statusnya. Demikian pula
intervensi pekerjaan sosial senantiasa melihat sasaran perubahan
(orang miskin) tidak terpisah dari lingkungan dan situasi yang
dihadapinya (person-in-environment dan
person-in-situation). Keberfungsian
sosial merupakan konsepsi yang penting bagi pekerjaan sosial karena
merupakan pembeda antara profesi pekerjaan sosial dengan profesi
lainnya. Oleh karena itu, pendekatan pekerjaan sosial dalam menangani
kemiskinan juga pada dasarnya harus diarahkan untuk memingkatkan
keberfungsian sosial (social
functioning) masyarakat miskin yang
dibantu.
Konsep keberfungsian sosial pada intinya menunjuk
pada ”kapabilitas” (capabilities)
individu, keluarga atau masyarakat dalam menjalankan peran-peran
sosial di lingkungannya. Konsepsi ini mengedepankan nilai bahwa klien
adalah subyek pembangunan; bahwa klien memiliki kapabilitas dan
potensi yang dapat dikembangkan dalam proses pertolongan, bahwa klien
memiliki dan atau dapat menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi
asset dan sumber-sumber yang ada di sekitar dirinya.
Dan berkaitan dengan hal tersebut diatas maka
kinerja pekerjaan sosial dalam melaksanakan meningkatkan
keberfungsian soial dapat dilihat dari beberapa strategi pekerjaan
sosial sebagai berikut :
- Meningkatkan kemampuan orang dalam menghadapi masalah yang dialaminya.
- Menghubungkan orang dengan sisem sumber dan jaringan sosial yang memungkinkan mereka menjangkau atau memperoleh berbagai sumber pelayanan dan kesempatan.
- Meningkatkan kinerja lembaga-lembaga sosial sehingga mampu memberikan pelayanan sosial secara efektif, berkualitas dan berperi kemanusian.
- Merumskan dan mengembangkan perangkat hukum dan peraturan yang mampu menciptakan sistuasi yang kondusif bagi tercapainya kemerataan ekonomi dan keadilan sosial.
Pekerjaan sosial sebagai profesi utama dalam usaha
kesejahteraan sosial memiliki tugas dan tanggung jawab untuk
mengatasi masalah kemiskinan. Tugas dan tanggung jawab pekerjaan
sosial adalah memperbaiki dan meningkatkan kemampuan masyarakat
miskin, agar mereka dapat berfungsi sosial atau dapat menjalankan
tugas-tugas kehidupannya dengan baik, yakni tugas dalam memenuhi
kebutuhan pokoknya. Selain itu, pekerjaan sosial juga memiliki tugas
dan tanggung jawab untuk menciptakan situasi-situasi sosial bagi
kehidupan mereka.
Menurut Skidmore dalam Soeharto (2005::28) “ fokus utama pekerjaan
sosial adalah meningkatkan keberfungsian sosial melalui intervensi
yang bertujuan dan bermakna.Keberfungsian sosial merupaka konsepsi
penting dalam pekerjaan sosial dan itu yang membedakan dari profesi
lain”.
Pekerjaan sosial dalam menjalankan pekerjaan yang bertujuan membantu
individu, kelompok dan masyarakat yang mengalami hambatan-hambatan
dalam menjalankan tugas-tugas kebihupan atau mengalami hambatan
keberfungsian sosial, selain membantu mencarikan
alternatif-alternatif pemecahan masalah harus pula memperhatikan
interaksi sosial klien yang dapat dipergunakan untuk menyusun
strategi pemecahan masalah-masalah sosial klien,
memberdayakan/memberi kekuasaan pada klien untuk dapat memilik
alternatif-alternatif pemilihan pemecahan masalah-masalah yang mereka
hadapi, meningkatkan dan menggali potensi-potensi klien, memperbaiki
keberfungsian sosial klien/meminimalisir hambatan-hambatan dengan
cara mendekatkan klien dengan sistem-sistem sumber yang dapat
dimanfatkan untuk memecahkan masalah, dan mempercepat klien
mewujudkan harapan-harapan/tujuan-tujuan yang hendak dicapai.dalamnya
significant others”
Prinsip yang diemban oleh profesi pekerjaan sosial
yaitu ”To help people to help them
selves”,. dalam konteks ini,
kemiskinan apabila dikaitkan dengan peranan seorang pekerja sosial
diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping, bukan sebagai
penyembuh atau pemecah masalah (problem
solver) secara langsung. Hal ini dapat
diartikan sebagai interaksi dinamis antara kelompok miskin dan
pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan
serta dalam bekerja pekerja sosial bekerja dengan menggunakan tiga
kerangka yakni dengan menggunakan nilai, ilmu, dan ketrampilan.
- Tinjuan Tentang Pemanfaatan Kelompok
- Pengertian Pemanfaatan Kelompok
Pemanfaatan kelompok dalam kamus besar bahasa
Indonesia diartikan sebagai supaya untuk menuju sesuatu yang memiliki
manfaaan dan terkait dengan hal ini maka yang dimaksudkan dengan
pemanfaatan kelompoknya adalah menggunakan segala daya upaya dan
menggali semua kekuatan dan mengoptimalkan seluruh kekuatan yang
dimiliki oleh suatu kelompok dalam pencapaian tujuan yang meliputi
interaksi efektif, komunikasi yang intensif dan keterpaduan dalam
pemecahan masalah sehingga tujuan kelompok dapat tercapai sesuai
dengan rencana dan dalam waktu yang relatif singkat.
Pendapat diatas dapat diartikan bahwa untuk
mencapai tujuan dapat dilakukan dengan memanfaatkan kelompok yang
sudah ada yakni melalui komunikasi yang intensif, interaksi yang
efektif, persaingan yang sehat, kerjasama dan kekompakan dalam
pengambilan keputusan sehingga tujuan kelompok mudahan dicapai dalam
waktu yang relatif singkat.
Menurut pendapat dari Huraerah (2006:7)
“pemanfaatan kelompok terkait dengan hal-hal yang berhubungan
dengan kekuatan-kekuatan yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok dimana
setiap para anggotanya memiliki kekuatan yang berbeda-beda akan
tetapi kekuatan-kekuatan yang berbeda ini justru akan membentuk suatu
kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan”
Mengacau pendapat diatas maka yang dimaksudkan
dengan pemanfaatan kelompok adalah menggali dan mengoptimalkan
kekuatan-kekuatan yang dimiliki dan setiap individu yang bergabung
dalam suatu kelompok dan kekuatan setiap individu tersebut dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan bersama dalam mencapai tujuan bersama.
- Katagori Pemanfaatan Kelompok.
Menurut pendapat dari French dan Reven yang
dikutip oleh Carolina Nitiprojo dan Jusman iskandar (1993”22-23)
bahwa pemanfaatan kelompok dapat dikatagorikan menjadi tiga unsur
menggunakan kekuatan di dalam kelompoknya, basis kekuatan dan
pemecahan masalah yang dapat dijelaskan sebagai berikut
- Kekuatan kelompok terdiri dari kekuatan personal, menemukan sumber-sumber personal, menemukan kebutuhan gabungan dan melakukan kontrak.
- Basis kelompok terlihat dari kemampuan untuk memberikan ganjaran. Posisi di dalam kelompok atau organisasi, sebagai referensi dan memberikan informasi.
- Pemecahan masalah, terdiri dari kekuatan seimbang dan kompetensi.
Menemukan sumber-sumber personal yang dimaksudkan
disini adalah setiap anggota kelompok wajin memberitahukan kepada
anggota yang lain tentang sumber-sumber ini dapat dimanfaatkan secara
bersama-sama dengan anggota kelompok yang lain dan dapat berguna
untuk mencapai tujuan.
Sedangkan menemukan kebutuhan gabungan yakni
secara bersama-sama menggali dan menemukan sumber-sumber potensi yang
dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan dan dalam situasi ini secara
bersama-sama kelompok menilai dan mencari informasi yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan kelompok.
Melakukan kontrak yang dimaksudkan adalah setiap
anggota kelompok mampu melakukan komunikasi yang baik dengan sesama
anggota yang lain dan dapat saling menerima dan memberi dalam bentuk
apapun baik berupa dukungan moril dan material.
Memberikan ganjaran adalah kelompok mampu
memberikan hukuman dan penghargaan kepada setiap anggota secara adil
dan merata sesuai dengan perbuatan dan hasil karya mereka .
Posisi yang dimaksud diatas adalah posisi
seseorang atau karena seseorang memiliki tanggung jawab peran
tertentu akan dapat merupakan basis dalam dirimya jadi dengan kata
lain apabila seseorang memiliki posisi di dalam kelompok maka orang
tersebut diartikan memiliki kekuatan.
Sebagai referensi dalam hal ini yang dimaksud
adalah apabila anggota kelompok mengidentifikasi (mengaktulisasikan)
dirinya atau menghendaki untuk memiliki kekuatan didalam kelompoknya
karena mendapatkan lisensi dari ketua kelompoknya atau dari orang
yang memiliki pengaruh pada kelompok tersebut.
Informasi yang dimaksudkan adalah bahwa setiap
anggota berkewajiban memberikan informasi yang bermanfaat bagi
kemajuan kelompoknya dan berhak mendapatkan informasi mengenai
kelompoknya.
Pemecahan masalah ditempuh dengan cara bahwa
kekuatan yang ada dalam kelompok seimbang dalam hal ini pengambilan
keputusan harus secara bersama-sama yang ditetapkan berdasarkan
keputusan bersama dan tidak ada ada penekanan dari pihak yang lain.
- Tinjauan Tentang Kelompok.
- Pengertian Kelompok
Menurut George Hotmas (1993:12) kelompok
adalah kumpulan individu yang melakukan kegiatan, interaksi dan
memiliki perasaan untuk membentuk suatu keselurahan yang terorganisir
dan berhubungan secara timbal balik.
Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang
dinamakan kelompok adalah kumpulan individu yang melakukan kegiatan
bersama, melakukan hubungan baik yang bersifat formal maupun non
formal, memiliki perasaan satu jiwa satu rasa dan semua komponen
tersebut dikelola secara bersama-sama dan merupakan hubungan timbal
balik yang saling menguntungkan.
Menurut Sherif Musarif (1996:14) yang
dimaksud dengan kelompok sosial adalah merupakan satu kesatuan sosial
yang terdiri atas dua kelompok atau individu yang telah mengadakan
interaksi sosial dengan intensif, terdapat pembagian tugas, struktur
dan norma yang tertentu khas bagi kesatuan sosial tersebut.
Mengacu pada pendapat tersebut bahwa yang dimaksud
kelompok sosial adalah berkumpulnya satu atau dua individu atau
kelompok yang merupakan satu kesatuan yang mengadakan pertemuan yang
rutin, terdapat pembagian tugas yang berfungsi untuk memudahkan
penyelesaian tugas dalam bentuk kerjasama, porsi pembagian tugas
berdasarkan posisi dalam kelompok yang terkait dengan peran dan
status dalam kelompok tersebut, memiliki aturan-aturan yang telah
disepakati bersama dan aturan-aturan ini membedakan dengan kelompok
yang lain.
Menurut pendapat dari Soejono Soekanto (2006:5)
bahwa yang dimaksud kelompok adalah suatu himpunan
manusia yang memiliki persayaratan berikut ini : 1) Setiap anggota
kelompok memiliki kesadaran bahwa dia bagian dari kelompok bersama;
2)Memiliki struktur sosial sehinnga keberlangsungan kelompok
tergantung dari kesungguhan para anggotanya dalam melaksanakan
perannya; 3) Memiliki norma-norma yang menyatukan hubungan para
anggotanya; 4) Memiliki kepentingan bersama; 5) Adanya interaksi dan
komunikasi diantara anggota.
Pendapat tersebut diatas menyiratkan bahwa yang
dimaksud dengan kelompok adalah satu perkumpulan yang memiliki tujuan
bersama dimana setiap anggotanya memiliki kesadaran atau keinginan
menjadi anggota kelompoknya, terdapat atura-aturan yang disepakati
bersama dalam bentuk komitmen, keberlangsungan kelompok tergantung
pada setiap anggota dalam melaksanakan peran dan status yang
dimilikinya dalam kelompok, adanya komunikasi dan hubungan secara
kontinyu dan berkesinambungan.
Kelompok dapat juga diidentikkan sebagai sebuah organisasi sebab
dalam kelompok terdiri dari beberapa orang yang memiliki solidaritas
dan tujuan yang sama. Senada dengan hal
ini Suharto (1997:335) berpendapat tentang organisasi lokal sbb:
“ organisasi lokal adalah lembaga kelompok atau organisasi yang ada
dan terlibat dengan pembangunan di tingkat lokal (setempat) misalnya
di desa/kelurahan atau unit unit kecil seperti kampung atau RW yang
dibentuk secara sukarela dan mewakili kepentingan para anggotanya
dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya baik dalam bidang sosial, ekonomi,
pendidikan dan kesehatan”
Pendapat tersebut diatas dapat diartikan bahwa lembaga kelompok yang
dimaksud dapat berupa kelompok formal maupun informal (lokal)
tergantung dari kebutuhan masyarakat setempat dan dengan bergabung
dengan kelompok maka setiap anggota dapat menyampaikan aspirasi dan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya seperti kebutuhan sosial (
terlibat dalam setiap kegiatan-kegiatan organisasi yang ada di
lingkungan mereka, mengekspresikan diri, berani mengungkapkan
pendapat, mendaparkan informasi dan memberi saran), ekonomi
(meningkatkan pendapatkan keluarga dan pelatihan ketrampilan),
kesehatan (pelayanan kesehatan secara berkala dan rutin) dan sangat
mungkin juga mampu mengakses kebutuhan pendidikan
Ciri-Ciri Kelompok
Menurut Montona dan Hunt
(1996:7) bahwa
ciri-ciri kelompok berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut
- memiliki tujuan yang diaplikasikan dalam misi dan visi kelompok;
- merupakan kesatuan yang nyata yang membedakan dengan kelompok lain;
- memiliki norma,
- terjadi pertukaran informasi,
- memiliki struktur (terdapat peran dan status) dan
- memiliki komunikasi dan interaksi.
Tujuan dalam hal ini adalah terkait dengan misi
dan visi dari kelompok tersebut, dalam misi terkandung
semangat-semangat kelompok dan dalam visi terkandung rencana jangka
panjang. Kelompok merupakan perkumpulan yang nyata dan memiliki ciri
tersendiri yang membedakan dengan kelompok lain. Ada atuiran-aturan
yang mengikat dan merupakan komitmen bersama dan wajib ditaati oleh
setiap anggota kelompok dan pengurusnya. Dalam kelompok juga terdapat
pertukaran informasi. Dalam kelompok terdapat peran-peran yang tidak
sama dan peran ini sangat terkait dengan status seseorang dalam
kelompok tersebut.
Menurut Sherif Musafir yang dikutip oleh Santoso
(2008:7) mengatakan bahwa ciri-ciri kelompok berikut
- Adanya keinginan yang sama yang mengakibatkan interaksi sosial;
- Adanya kemampuan (kekuatan) yang berbeda diantara anggota kelompok;
- Adanya pembagian tugas yang berdasarkan dari peranan dan kedudukan
- Adanya aturan-aturan yang disepakati bersama
Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam kelompok terdapat
interaksi (hubungan) baik secara formal maupun non formal dan
hubungan berlandaskan pada keinginan yang sama, adanya kekuatan yang
berbeda-beda yang dimiliki oleh setiap anggota kelompok akan tetapi
keinginan yang berbeda ini jika digabungkan akan menjadi kekuatan
kelompok mereka yang membedakan dengan kelompok lain. Terdapat
pembagian tugas berupa pendelegasian tugas yang kapasitasnya
disesuaikan dengan peran dan kedudukan status seseorang di dalam
kelompoknya. Terdapat norma-norma tertentu yang merupakan komitmen
bersama dan wajib ditaati oleh setiap anggota dan pengurusnya.
Menurut George Hotmas (2000:8) ciri-ciri
kelompok adalah sebagai berikut
- merupakan kesatuan yang nyata dan membedakan dengan kelompom lain;
- memiliki struktur;
- memiliki faktor pengikat;
- memiliki norma dan
- adanya interaksi dan komunikasi
Mengacu pada pendapat diatas yang merupakan bagian dari ciri kelompok
adalah sebuah kelompok merupakan suatu kesatuan (perkumpulan) yang
nyata dan perkumpulan ini memiliki ciri tersendiri yang membedakan
dengan kelompok lainnya, dalam kelompok ini memiliki struktur yang
terkait dengan peran setiap anggota kelompok dan status yang
membedakan kedudukan setiap anggota kelompok, kelompok ini juga
memiliki faktor pengikat berupa keinginan yang yang sama, merasa
senasib sepenanggungan, memiliki kepentingan yang akan direflesikan
dengan secara bersama-sama mencapai tujuan. Kelompok juga memiliki
aturan-aturan tersendiri yang disusun secara bersama-sama dan
merupakan komitmen bagi setiapo anggota kelompok dan para
pengurusnya. Dan semua kegiatan-kegiatan kelompok ini berlandaskan
pada hubungan baik secara formal dan formal secara berkesinambungan
yang didukung oleh komunikasi yang teratur dan terus menerus baik
secara berkala maupun secara terus menerus.
Menurut Thonies ( 2001: 7) ciri-ciri asosiasi
adalah sebagai berikut1) direncanakan; 2)
terorganisir; 3) ada interaksi terus menerus; 3) ada kesadaran
kelompok;4) kehadiran yang konstan
Pendapat diatas memiliki makna bahwa ada juga ciri-ciri asosiasi yang
dapat pula diterjemahkan sebagai ciri kelompok yakni direncanakan,
dalam hal ini yang dimaksudkan adalah semua kegiatan-kegiatan yang
ada harus direncakan secara kolektif, berkesinambungan dan berjangka
panjang, terdapat hubungan yang mengikatkan setiap anggota kelompok
secara terus menerus baik dalam bentuk pertemuan formal maupun non
formal, adanya kesadaran dari setiap anggota kelompok yang terkait
dengan kebelangsungan keberadaan kelompok dalam jangka di masa datang
dan setaip anggota aktifhadir dalam pertemuan-pertemuan maupun dalam
setiap kegiatan-kegiatan kelompok.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas tentang ciri-ciri kelompok
dapat disimpulkan sebagai berikut
- Memiliki tujuan kelompok
- Adanya unsur-unsur pengikat
- Adanya struktur kelompok yang didalamnya memuat tugas-tugas kelompok
- Memiliki program kelompok
- Memiliki aturan-aturan kelompok
- Pola interaksi
- Akses Informasi
- Networking (jaringan kerja)
Ciri-ciri kelompok diatas yang membedakan kelompok satu dengan
kelompok yang lain sebab setiap kelompok memiliki ciri-ciri
tersendiri yang tidak dimiliki oleh kelompok lain.
- Tugas dan Fungsi Kelompok
Pendapat dari Prima Suci (2009) tentang fungsi kelompok sebagai
berikut
“fungsi kelompok antara lain adalah: 1) Membentuk kerjasama saling
menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup karena, bagaimanapun
manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain; 2)
Memudahkan segala pekerjaan, karena banyak pekerjaan yang tidak dapat
dilaksanakan tanpa bantuan orang lain; 3) Mengatasi pekerjaan yang
membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban pekerjaan yang
terlalu besar sehingga selesai lebih cepat, efektif dan efesian
karena pekerjaan besar dibagi-bagi sesuai bagian kelompoknya
masing-masing/sesuai keahlian; 4) Menciptakan iklim demokratis dalam
kehidupan masyarakat, karena setiap individu bisa memberikan masukan
dan berinteraksi dan memiliki peran yang sama dalam masyarakat.”
Mengacu pada pendapat diatas bahwa seseorang
bergabung dalam kelompok karena memiliki tujuan yang sama dengan
kelompoknya yang dipilih oleh orang tersebut dan alasan untuk
bergabung dalam kelompok antara lain untuk dapat mengungkapkan serta
menyumbangkan aspirasinya.
Kelompok dianggap mampu untuk membantu memecahkan
setiap permasalahan yang dihadapi oleh orang tersebut. Dan dengan
bergabung dalam kelompok maka seseorang mendapatkan
alternatif-alternatif dalam proses pemecahan masalah yang sedang
mereka hadapi dan masalah dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif
singkat dengan solusi terbaik.
Kelompok dapat pula berfungsi menciptakan distribusi keadilan bagi
setiap anggotanya dalam penyampaikan pendapat saran, kritik baik
secara tertulis maupun secara lisan dan hal ini dapat disampaikan
melalui pertemuan formal dan non formal.
Iklim demokratis yang tercipta secara baik dalam kelompok akan
meningkatkan peran setiap anggota kelompok dalam setiap
kegiatan-kegiatan di lingkungan dimana mereka berdomisili dan hal ini
membuat setiap anggota masayarakat mampu ikut berperan serta
(berpartisipasi) di lingkungan internal dan eksternal mereka
sekaligus mereka akan mampu mengakses sistem sumber yang ada di
lingkungan mereka sehinga proses memecahan masalah akan terselesaikan
dalam waktu yang relatif singkat dan langkah-langkah yang disusun
oleh mereka lebih sistimatis dan terencana dengan baik.
- Dinamika Kelompok
Menurut Slamet Santoso (2004:7) bahwa yang dimaksud dengan dinamika
kelompok adalah sbb:
“berbagai pihak menyadari pentingnya mempelajari dinamika kelompok
karena beberapa alasan : 1) individu tidak mungkin hidup sendiri di
dalam masyarakat; 2) individu tidak dapat berkarya sendiri dalam
memenuhi kebutuhannya; 3) dalam masyarakat yang besar perlu adanya
pembagian kerja agar pekerjaan dapat terlaksana dengan baik. Hal ini
dapat terlaksana apabila dikerjakan dalam kelompok keci; 4)
masyarakat yang demokratis dapat berjalan baik apabila lembaga social
dapat bekerja dengan efektif; 5) semakin banyak diakui manfaat dan
penyelidikan yang ditujukan kepada kelompok-kelompok”
Pendapat diatas dapat diartikan bahwa setiap orang
tidak mungkin hidup sendiri sebab sebagai makluk sosial seseorang
membutuhkan orang lain dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh
mereka dan kelompok merupakan wadah dalam pembagian kerja, proses
pemenuhan kebutuhan hidup, dengan terlibat dan menjadi anggota dalam
kelompok seseorang dapat menyalurkan ide dan aspirasi mereka.
Keterlibatan seseorang ini dapat meningkatkan
kualitas hidup mereka karena kebutuhan sosial meraka telah terpenuhi
sebab mereka telah terlibat dalam setiap kegiatan-kegiatan dalam
kelompoknya, Jika kebutuhan sosial mereka terpenuhi maka hal ini
dapat menciptakan jaringan kerja (hubungan) yang dapat dimanfaatkan
untuk mencari bantuan dalam proses pemecahan masalah mereka. Dengan
demikian hal ini akan mendorong lembaga sosial yang ada disekitar
mereka lebih aspiratif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam
memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat setempat.
- Metode Penelitian
- Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan pada latar
alamiah. Fenomena sosial dalam pandangan kualitatif dipandang sebagai
sesuatu yang tidak berdiri sendiri, bersifat dinamis dan penuh makna
(Sugiyono: 2005).
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
tindakan (action research). Penelitian
tindakan merupakan bentuk penelitian permasalahan tertentu dan
membantu praktisi dalam memperbaiki tugas-tugasnya (Alston: 1998;
Neuman : 2000). Selain itu dalam upaya untuk lebih memahami tentang
Penelitian tindakan Eliot dalam Zuriah (2003: 54) mengemukakan bahwa
:
Penelitian tindakan merupakan kajian tentang
situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas kegiatan
yang ada didalamnya, seluruh prosesnya meliputi : telaah,
asesmen, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan dampak, menjalin hubungan yang diperlukan antara evaluasi dan
perkembangan profesional.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, penelitian
tindakan merupakan penelitian yang menekankan pada pengujicobaan
suatu ide kedalam sebuah praktek dalam skala mikro, sehingga
diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan untuk memperbaiki
situasi sosial. Penelitian tindakan merupakan penelitian yang
bertujuan untuk memperbaiki kondisi dan kehidupan para partisipan.
Asumsinya, bahwa penelitian ini mengembangkan pengetahuan dari
pengalaman, dan bahwa setiap orang dapat memperbaiki kondisinya
dengan cara menyadari dan mencoba untuk melakukan sesuatu terhadap
kondisinya itu (Neuman : 2000).
Masih menurut Neuman (2000), ada beberapa tipe
penelitian tindakan, yaitu penelitian biasa atau pengetahuan popular,
penelitian yang terfokus pada kekuatan dengan tujuan pemberdayaan,
penelitian yang bertujuan untuk membangun kesadaran atau meningkatkan
kesadaran dan penelitian yang terikat secara langsung dengan aksi
politik.
Secara konseptual dijelaskan bahwa peneltian ini meneliti suatu
fenomena sosial yaitu berkaitan dengan pendayagunaan kelompok Bhakti
Ibu dalam pengentasan kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis
Kecamatan Sumur Bandung yang merupakan refleksi dari tahap pratikum
yang telah dilakukan sebelumnya. Peneliti melakukan penelitian
tindakan terhadap permasalahan tersebut dimana memberikan
tindakan/kegiatan dengan harapan kegiatan tersebut mampu memperbaiki
atau mengubah permasalahan yang ada agar memperoleh dampak nyata dari
pelaksanaan tindakan/kekiatan yang dimaksud.
Pelaksanaan penelitian tindakan dilakukan dengan mengikuti tahapan
dimulai dari tahap refleksi awal sampai dengan refleksi akhir. Setiap
tahapan dilakukan secara berututan dan merupakan sebuah siklus
spiral, dimana tahapan refleksi akhir dari siklus yang pertama dapat
merupakan tahapan refleksi awal dan siklus berikutnya.
- Langkah-Langkah Penelitian
Berdasarkan langkah-langkah tersebut, disesuaikan dengan keadaan
dilapangan maka langkah-langkah penelitian tindakan yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah :
- Refleksi Awal
Kegiatan refleksi awal dimulai dengan cara melakukan evaluasi
terhadap pelaksanaan program sebelumnya yaitu pada saat pratikum.
Kegiatan evaluasi dilakukan dengan cara memahami kondisi permasalahan
setelah dilakukan intervensi pada saat pratikum, yaitu kondisi
kelompok yang belum dapat berkembang dan belum dapat menjawab
permasalahan tentang modal usaha mereka, hal tersebut berkaitan
dengan kurangnya kemampuan kelompok bhakti ibu untuk memanfaatkan
kelompoknya dalam pengentasan kemiskinan. Aspek-aspek yang akan
diteliti adalah 1) tujuan kelompok;2)unsur-unsur pengikat;
3)Struktur; 4)program; 5)aturan-aturan; 6)pola komunikasi;7)akses
informasi; 8)networking (jaringan kerja)
Kegiatan refleksi awal dilakukan dengan menggunakan teknik penggalian
informasi melalui observasi, wawancara, diskusi kelompok dan studi
dokumentasi.
- Perencanaan
Setelah mengetahui dan mendapatkan hasil refleksi awal, maka langkah
selanjutnya melakukan perencanaan pelaksanaan program yang merupakan
upaya untuk mengembangkankan suatu model pemanfaatan kelompok bhakti
ibu dalam pengentasan kemiskinan.
Perencanaan dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu penentuan tujuan,
penentuan sasaran, penentuan indikator keberhasilan dan penentuan
langkah-langkah kegiatan dari model yang akan dilakukan.
Kegiatan perencanaan ini dilakukan dengan menggunakan strategi dan
teknik ToP (Teknik of Patisipatory)
- Implementasi Program
Implementasi program merupakan tahap aksi pemanfaatan kelompok yang
sesuai dengan tahap perencanaan program.
Pada tahap ini peniliti akan memainkan peran sesuai dengan situasi.
- Refleksi Akhir
Setelah melakukan proses implementasi maka langkah selanjutnya
melakukan proses evaluasi akhir. Kegiatan evaluasi dilakukan terhadap
proses dan hasil kegiatan. Pada kegiatan evaluasi proses ditujukan
untuk mengetahui ketercapaian aspek-aspek kegiatan pada saat
pelaksanaan kegiatan. Sedangkan hasil evaluasi proses ditujukan untuk
mengetahui ketercapaian tujuan program sesuai dengan indikator
keberhasilan program yang telah disusun sebelumnya, yaitu terkait
aspek inputs (masukan), proses kegiatan (throughputs), aspek keluaran
(outputs) dan aspek hasil (outcomes). Indikator ini diaplikasikan
sesuai dengan alur penelitian kualitatif.
Kegiatan evaluasi akhir merupakan penyempurnaan model pemanfaatan
kelompok Bhakti Ibu dan dilaksanakan melalui teknik observasi,
wawancara dan diskusi kelompok terfokus dengan pihak-pihak yang
terkait dalam implementasi kegiatan dan akan dipaparkan dalam bentuk
data-data kualitatif dan sesuai dengan alur penelitian tindakan.
Untuk memperjelas langkah-langkah penelitian tindakan diatas maka
langkah-langkah tersebut disajikan dalam bentuk skema operasional
penelitian tindakan sebagai berikut
- Penjelasan Istilah
Judul Penelitian ini adalah Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Pemanfaatan Kelompo
Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan Di
Kelurahan Babakan Ciamis Kecamatan Sumur Bandung,
Istilah-istilah dalam
judul penelitian diatas dapat dijelaskan berdasarkan pengertian
peneliti adalah sebagai berikut :
- Kemiskinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi yang tidak menyenangkan yang dialami oleh kelompok masyarakat. Dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah kemiskinan kondisi yang dirasakan oleh para ibu pedagang informal yang tergabung dalam Kelompok Bhakti Ibu di Kelurahan Babakan Cimais karena ketidak mampuan mereka memenuhi kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kurangnya modal usaha.
- Pemanfaatan Kelompok yang dimaksud dalam peneltian ini terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan-kekuatan yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok dimana setiap para anggotanya memiliki kekuatan yang berbeda-beda akan tetapi kekuatan-kekuatan yang berbeda ini justru akan membentuk suatu kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan.
- Kelompok adalah berkumpulanya dua orang atau lebih untuk melakukan kegiatan bersama secara kolektif dan mereka memiliki kepentingan dan tujuan yang sama.
- Latar Penelitian
Penelitian ini akan
dilaksanakan di RW 03 Kelurahan Babakan Ciamis Kecamatan Sumur
Bandung. Adapun sasaran penelitian adalah Kelompok
Bahkti Ibu baik penggurus dan anggotanya
yang terlibat dalam program yang telah dilaksanakan selama peneliti
melakukan praktikum
untuk menemukan perbaikan kegiatan
Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu Dalam Pengentasan Kemiskinan.
- Jenis dan Sumber Data
Jenis data
yang digunakan adalah data sekunder dan primer. Jenis
data sekunder adalah data yang diperoleh
dan dianalisis dari study dokumnetasi
dan data primer adalah data yang
diperoleh dari informan secara langsung melalui wawancara mendalam,
diskusi kelompok terfokus dan pertemuan-pertemuan informal.
Sumber data sekunder diperoleh dari
dokumentasi yang ada di Kelurahan Babakan Ciamis, Kepala
Kelurahan,Aparat Kelurahan dan tokoh masyarakat. Data primer
diperoleh dari penggurus kelompok Bhakti Ibu, anggota kelompok Bhakti
Ibu, PKK, Ketua RT, Ketua RW dan pihak-pihak yang terkait dengan
pemanfaatan kelompok Bhakti Ibu. Sumber
data diatas
berdasarkan purposive
artinya bahwa sumber data memiliki tujuan
untuk mengetahui permasalahan yang sedang dirasakan oleh masyarakat
RW 03 oleh karena itu informan yang dipilih berdasarkan kriteria
bahwa informan tersebut mengetahui permasalahan yang sedang diteliti
dan terlibat aktif dalam
kegiatan.
- Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
yang akan digunakan oieh peneiiti dalam penelitian ini adalah :
- Teknik wawancara mendalam (indepth interview)
Wawancara merupakan
serangkaian interaksi verbal dalam mengumpulkan data yang dilakukan
dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan yang telah disusun secara
sistematis dalam pedoman wawancara. Pedoman ini berguna sebagai alat
kontrol agar pertanyaan yang diajukan sesuai dengan topik
permasalahan. Wawancara mendalam merupakan proses pengumpulan data
yang khusus dalam penelitian kualitatif yang dirancang untuk
memperoleh gambaran dengan memfokuskan pada pertanyaan penelitian
yang spesifik. Melalui teknik ini diharapkan peneliti dapat
memperoleh informasi yang mendalam tentang permasalahan
anggota kelompok Bhakti Ibu
dalam pemanfaatan kelompok
dan bagaimana hasil yang telah mereka rasakan setelah program yang
mereka rencanakan dilaksanakan di lingkungan mereka. Peneliti juga
ingin memperoleh gambaran mengenai hambatan-hambatan yang mereka
rasakan selama mengikuti kegiatan program. Wawancara ini ditujukan
untuk memperoleh gambaran tentang
Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu Dalam
Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Babakan Ciamis.
- Community Involvement (CI)
Metode ini merupakan
modifikasi yang dikembangkan dari metode partisipation
observe dan oral
history. CI dilakukan pada tahap awal
kontak dengan masyarakat dengan tujuan
untuk membangun kepercayaan dan membangun kerjasama dengan
masyarakat.
Pelaksanaannya dilakukan
melalui keikutsertaan peneliti mengikuti dinamika kegiatan masyarakat
seperti terlibat langsung kagiatan
pengajian, kerja bhakti, pembuatan aneka makanan kecil,
pertemuan-pertemuan formal dan informal, arisan ibu-ibu dan dalam
kegiatan proses penggalian masalah dengan menggunakan tekni MPA yang
melibatkan seluruh komponen masyarakat dan serta proses pemecahannya
melalui Program Pemanfaatan Kelompok Bhakti Ibu (dilakukan bersama
dengan masyarakat melalui kegiatan implementasi teknik ToP). dan
tinggal bersama masyarakat.
Kebersamaan dengan
masyarakat dilakukan dengan tinggal
diwilayah mereka,
selama tinggal dengan masyarakat waktu
dipergunakan
untuk antara lain mengumpulkan
data dasar berkaitan dengan pemetaan (mapping
profile) dan penggambaran
tentang sumber yang dapat dipergunakan
untuk pemanfaatan kelompok Bhakti Ibu (dengan menggunakan diagram
venn) dan untuk
mengetahui sejauh mana akses
mereka terhadap
sumber-sumber tersebut khususnya sumber
yang dapat dimanfaatkan untuk pemecahan masalah mereka dan
pengembangan jaringan.
- Teknik Studi dokumentasi
Studi dokumentasi
dilakukan dengan cara mempelajari bahan bahan tertulis yang terdapat
pada instansi-instansi terkait, serta literatur lain yang berhubungan
dengan topik penelitian. Sebagai pelengkap teknik wawancara dan
observasi, teknik ini ditujukan untuk melihat laporan-laporan
kegiatan kelompok Bhakti Ibu
sehingga peneliti dapat memperoleh gambaran kemajuan yang telah
tercapai.
- Teknik Observasi
Mengamati apa yang
dikerjakan oleh kelompok Bhakti Ibu
dalam program, mendengarkan apa yng mereka ucapkan, dan
berpartisipasi dalam aktivitas mereka. Pengamatan dilakukan secara
partisipatif, dimana peneliti selain berperan sebagai pengamat juga
berperan sebagai pendamping. Data yang dikumpulkan melalui observasi
partisipatif adalah tentang gambaran awal kemampuan anggota
kelompok Bhakti Ibu dalam
pemanfaatan kelompok
dan implementasi awal kegiatan
yang diterapkan pada warga RW 03 Kelurahan Babakan Ciamis Kecamatan
Sumur Bandung.
- Diskusi Kelompok Terfokus (FGD)
Untuk menemukenali
masalah yang ada dimasyarakat, selain dengan teknik wawancara,
praktikan menggunakan teknik diskusi kelompok terfokus, dimana yang
menjadi fokus masalahnya telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian
masalah yang diperoleh sesuai kebutuhan tersebut didiskusikan untuk
ditindaklanjuti dengan perencaan dan intervensi bersama masayarakat.
Melalui kegiatan FGD ini
peneliti ingin memperoleh pandangan- pandangan dari
anggota dan pengurus kelompok Bhakti Ibu sehingga
akan diperoleh informasi dan
hambatan-hambatan dan
jalan keluar yang disepakati bersama dalam menanggulangi
hambatan-hambatan tersebut. Melalui proses diskusi akan diperoleh
pertukaran informasi diantara para peserta sehingga informasi dapat
saling melengkapi sehingga mampu memberikan penilaian yang rasional
dan realistis dalam melihat persoalan.
- Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk menjamin keabsahan
data yang diperoieh peneliti, maka dilakukan uji terhadap
keabsahannya. Mengacu pada Sugiyono (2008: 270) teknik pemeriksaan
keabsahan data yang akan digunakan meliputi:
- Uji Kredibility
Dalam uji kredibilitas
dalam penelitian ini akan dilakukan dengan:
- Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan
berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan
berkesinambungan. Menurut Sugiyono (2005:124) bahwa meningkatkan
pengamatan bertujuan untuk menemukan ciri dan unsur-unsur dalam
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang
dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal tersebut secara lengkap.
Lexy J Moleong (2000:199) menyatakan bahwa ketekunan pengamatan
bermaksud menemukan ciri-siri unsur dalam situasi yang sangat relevan
dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan
diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Penelitian secara terfokus
dan tekun memungkinkan terungkapnya jawaban fokus penelitian, dengan
kedalaman informasi yang bisa dipertanggungjawabkan.
- Triangulasi
Menurut Sugiyono
(2005:125) triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari
berbagai sumber, dengan berbagai cara dan dengan berbagai waktu.
Pengecekan dengan triangulasi sumber data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperolah melalui beberapa sumber dan
dalam penelitian ini pengecekan akan dilakukan kepada anggota dan
pengurus kelompok Bhakti Ibu. Pengecekan
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda (misal :wawancara, observasi dan dokumentasi).
Pengecekan dengan triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan
pengecekan data yang diperoleh dalam waktu yang berbeda (misal: pagi,
siang dan malam).
- Menggunakan Bahan Referensi
Menurut Sugiyono
(2005:128) bahan referensi adalah adanya data
pendukung untuk membuktikan
data yang telah ditemukan, misalnya hasil wawancara dan foto-foto.
- Uji Tranferability
Validitas eksternal
menunjukkan derajat ketepatan atau dapat di terapkannya hasil
penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diarnbil. Peneliti
dituntut dapat memberikan gambaran tentang laporan penelitian dengan
uraian yang jelas, rinci, sistematis dan dipercaya, sehingga dapat
dengan mudah dipahami oleh pembaca. Tujuannya supaya pembaca dapat
dengan jelas menangkap apa yang disajikan oleh peneliti dan ada
kemungkinan orang lain menerapkan hasil penelitian ini dengan
karakteristik masyarakat yang sama.
- Uji Dependability
Uji ini dilakukan dengan
audit terhadap keseluruhan proses penelitian Dalam penelitian ini
dependability dilakukan oleh auditor independen, yaitu Dosen
pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam
melakukan penelitian.
- Uji Konfirmability
Uji ini hampir sama
dengan uji dependability yaitu pengakuan terhadap hasil penelitian
oleh orang banyak. Uji ini dapat dilakukan bersamaan dengan uji
dependability dalam proses audit yang dilakukan oleh Dosen
Pembimbing.
- Analisis Data
Analisis data yang
digunakan adalah analisis kualitatif, menurut Bogdan & Biklen
dalam Moleong (2005: 248): Analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah -milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
Analisis kualitatif
merupakan suatu proses yang harusdikemukakan secara rinci dan
memerlukan penjelasan tehadap komponen-komponen yang ditemukan.
- Reduksi data (data reduction)
Data yang diperoleh dari
lapangan jumlahnya cukup banyak, maka perlu dicatat secara teliti dan
rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang
lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan
data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat,
dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan
memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.
- Penyajian data (data display)
Dalam penelitian
kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan dan hubungan antar kategori. Miles & Huberman
(1984) menyatakan " the
most frequent from the display data for quantitative research data in
the past has been narrative text". Yang
paling penting digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
- Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dalam
penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya
belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu
objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah
diteliti mejadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,
hipotesis atau teori.
- Langkah-langkah penelitian.
No
|
Kegiataan
|
Tahun
2012
|
|||||||
Jan
|
Peb
|
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
||||
1
|
Pengajuan
Proposal
|
||||||||
2
|
Seminar
Proposal
|
||||||||
3
|
Perijinan
|
||||||||
4
|
Melakukan
Penelitian
|
||||||||
5
|
Membuat
Laporan
|
||||||||
6
|
Mengikuti
Ujian KIKA
|
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU:
Adimihardja, Kusnaka dan
Harry Hikmat, 2004, Participatory
Research Appraisal, “ dalam Pelaksanaan Pengabdian Kepada
Masyarakat”,
Humaniora Utama Perss, Bandung
Ahmadi, Abu, 1991 Edisi
Revisi, Ilmu Sosial
Dasar “ Untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi Mata Kuliah Dasar Umum”,
Rieneka Cipta, Semarang.
Chambers, Robert, Alih
Bahasa M Dawam Rahardjo, Pembangunan
Desa”Mulai dari Belakang”,
LP3ES.
Dwi Heru
Sukoco.1991.Profesi
Pekerjaan Sosia dan Proses Pertolonagnyal.Bandung
Kompma STKS
DEPSOS dan KOPMA STKS
Bandung, 2003, Hasil
Penelitian Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial ,
KOPMA STKS Bandung.
Huraerah, Abu, 2008,
Cetakan pertama, Pengorganisasian
Pengembangan Masyarakat “ Model dan Strategi Pembangunan Berbasis
Kerakyatan,
Humaniora, Bandung.
Irwanto, 1998, Focus
Discusiion (FGD),
Pusat Kajian Pembangunan Masyarkat, Universitas Katolik Indonesia
Atma Jaya, Jakarta
Ife,2003, Pengembangan
Masyarakat dalam” Menciptakan Alternatif-alternatif
Masyarakat-Visi, Analisis dan Praktik,
Longman, Autralia Pty Ltd 1995.
ICMI Pusat, ICMI ORWIL
DIY dan PPSK Jogjakarta, 1995, Kemiskinan
dan Kesenjangan di Indonesia,
Aditya Media, Jojakata
Johson, Doyle Paul,
19988 jilid I, disadur oleh Robert Lawang, Teori
Sosiologi Klasik dan Modern, P.Gramedia,
Jakarta.
Jurnal Ilmiah Pekerjaan
Sosial, Vol5 No.1, Juni 2006, Kemiskinan
Dalam Perspektif Pekerjaan Sosial,
Instalansi Penerbitan STKS Perss, Bandung
Jurusan PSM STKS
Bandung, 2008, Teknologi Pengembangan Masyarakat “ Manual Praktek
2” KOPMA STKS, Bandung
Netting, 2001, Alih
Bahasa oleh Nelson Aritonang dan Hery Koswara, Social
Work Makro Pratice, Logman
Rudhitho, Bambang, 2003,
Akses Peran Serta
Masyarakat “ Lebih Jauh Memahami Community Development”
IKAPI, Jakarta.
Sutandyo, 2005,
Kemiskinan dan
Kesenjangan Sosial” Ketika Pembangunan Tak Berpihak Kepada Rakyat
Miskin, Airlangga
University Press, Surabaya.
Soekanto, Soerjono, 1990
Edisi Baru Keempat, Sosiologi
Suatu Pengantar,
Fajar Interpratama Offset, Jakarta.
Suharto, Edi. September
2005 (cetakan pertama). Membangun
Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan
Kesejahteraan Sosial. Bandung:
Refika Aditama.
,,,,,....,Edi, 2009,
Kemiskinan dan
Perlindungan Sosial di Indonesia “ Menggagas Model Jaminan Sosial
Universal Bidang Kesehatan,
Alfabeta, Bandung
Sutarso, 1992, Praktek
Pekerjaan Sosial,
KOPMA STKS, Bandung.
CATATAN: menulis di blog berbeda dengan di microsoft jadi mohon maaf blum sempat mengedit sehingga tulisan belum rapi tetapi esensi dari proposal ini tetap utuh.
CATATAN: menulis di blog berbeda dengan di microsoft jadi mohon maaf blum sempat mengedit sehingga tulisan belum rapi tetapi esensi dari proposal ini tetap utuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar