KOHESIVITAS KELOMPOK
Ilustrasi ....Kohesivitas memiliki arti kekompakan atau jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai keterpaduan/ keeratan namun demikian kata kekompakan lebih familiar di telinga kita....apalagi jika dihubungkan dengan kelompok maka kata kekompakan lebih terasa membumi... Ini adalah hasil terjemahan dari buku aslinya...saya sengaja menuangkan dalam blog agar memiliki manfaat bagi banyak pihak.......mohon kritikan dan saran...terima kasih.
Keterpaduan/kekompakkan/kee-eratan
BAB INI AKAN
MENDISKUSIKAN:
1. Bagaimana keterpaduan merupakan sebuah
hasil dari semua kekuatan yang menarik orang-orang ke kelompok.
2. Bagaimana sebagian dari kekuatan ini,
mencakup rasa menyukai, identifikasi dengan kelompok, dan kebutuhan psikologis,
mempengaruhi keterpaduan yang didasarkan pada pemeliharaan.
3. Bagaimana kekuatan lain, seperti kelompok
dan atraksi/ketertarikan dan tujuan-tujuan pribadi terhadap aktivitas-aktivitas
kelompok, mempengaruhi keterpaduan yang berbasis tugas.
4. Bagaimana keterpaduan mempengaruhi
variabel-variabel kelompok berbeda, seperti proses kelompok dan produktivitas.
5. Apa yang kelompok dapat lakukan untuk meningkatkan keterpaduan.
PENGENALAN
" Keterpaduan" adalah suatu istilah
yang menggambarkan salah satu dari variabel pemeliharaan kelompok-kelompok. Apa
yang harus dikatakan jika sebuah kelompok bisa dikatakan sebagai kelompok yang
kompak/terpadu? Seperti kebanyakan konsep, keterpaduan mudah untuk dikenali tetapi
sukar untuk dijelaskan. Akan tetapi, orang-Orang yang dengan tidak sengaja
memahami istilah tersebut, ia sukar untuk menjelaskannya dengan tepat ke semua
orang.
Kelompok kompak
mempunyai beberapa kualitas positif yang kita semua dapat kenali dan setujui.
Sebagai contoh, kelompok kompak mempunyai suatu persepsi umum “we-ness." Terdapat suatu rasa
persahabatan dan kesetiaan antar anggota kelompok. Kelompok juga mempunyai
moril tinggi. Akan tetapi, merupakan suatu hal yang meragukan untuk menggunakan
kualitas-kualitas ini untuk menejelaskan konsep konsep keterpaduan. Sebagai
contoh, "moril" adalah suatu istilah yang dengan kata itu sendiri
susah untuk dijelaskan. Dan juga, serangkaian daftar kualitas-kualitas tidak
akan berguna sebagai sebuah definisi.
Kemudian, bagaimana
kita dapat menggambarkan/menjelaskan keterpaduan? Para ilmuwan telah
mengemukakan beberapa definisi untuk istilah ini. Akan tetapi, dalam buku ini,
kita hanya akan mengadopsi salah satu dari usulan ini.
Definisi
keterpaduan yang akan kita gunakan berasal dari "dinamika kelompok"
sekolah para peneliti. Sekolah ini berkembang diera tahun 1950an dan merupakan
suatu turunan dari pekerjaan seorang psikolog besar Kurt Lewin. Kita telah
menguraikan sebagian dari pekerjaannya dalam Bab 2, dan kita akan berlanjut
mengacu kepadanya dalam keseluruhan isi buku. Lewin mengemukakan suatu definisi
keterpaduan yang memusatkan perhatian kita pada individu di dalam kelompok
tersebut. Ia percaya bahwa istilah tersebut tergantung pada bagaimana anggota
individu merasakan hubungannya dengan suatu kelompok tertentu.
Teori Lapangan
Hipotesis Lewin
tentang kelompok merupakan bagian dari suatu proposal yang lebih umum yang ia
sebut "teori lapangan." Teori lapangan menguji hubungan antara tujuan
seseorang dan perilakunya dalam mengejar tujuan tersebut. Sebagai contoh, Ed
ingin lulus dari perguruan tinggi dengan tanda jasa/hormat. Bagaimana cara ia
berusaha ke arah tujuan tersebut dan kenapa ia bertindak seperti yang ia
lakukan dalam rangka menjangkau hal tersebut?
Lewin mengemukakan
suatu model dalam rangka mewakili hubungan antara tujuan dan perilaku ini.
Model tersebut meliputi semua faktor yang mempengaruhi seseorang pada waktu
yang ditentukan. Faktor ini terutama semata-mata psikologis, seperti kesan dan
tujuan seseorang pada situasi yang dialami tersebut sekarang. Sebagai contoh,
sebuah faktor bagi Ed bisa jadi bahwa kadang-kadang lebih menyenangkan untuk
bermain bolabasket ketimbang belajar. Ed harus berhadapan dengan suatu kekuatan
yang berlawanan yang ia pertimbangkan kesenangan sesaat dan sesuatu yang ia
percaya merupakan suatu tujuan jangka panjang yang baik. Sebagai tambahan,
Model Lewin's meliputi faktor-faktor biologis dan fisik yang secara signifikan
mempengaruhi status psikologis seseorang. Sebagai contoh, Ed mungkin merasa
sangat sakit suatu hari sehingga ia tidak bisa belajar sebanyak seperti yang ia
fikir.
Lewin menyebut
totalitas dari faktor-faktor ini ruang hidup seseorang. Gambar 3.1 menghadirkan
suatu ruang hidup yang mungkin.
Faktor-faktor
terdapat pada di pusat “daerah" di dalam ruang hidup seseorang.
Faktor-faktor tersebut meliputi tujuan-tujuan yang mungkin dari orang tersebut,
seperti halnya pengaruh-pengaruh lain. Area di dalam diagram menggambarkan
daerah ini. Penempatan yang relatif di area tersebut menghadirkan hubungan yang
ada antara orang (yang diberi label "P" pada model) dan berbagai
faktor dalam hidupnya (yang diberi label "G"). Daerah dapat mempunyai
kualitas “valensi” tambahan. Hal Ini adalah karakteristik yang menjijikkan atau
menarik. Karakteristik tersebut mempunyai "kekuatan." Di dalam
diagram panah melukiskan kekuatan tersebut di tempat kerja. Mereka mempengaruhi
pergerakan orang tersebutt di sekitar ruang hidupnya.
Suatu daerah yang
mempunyai valensi positif mempunyai label "+" pada model tersebut.
Hal tersebut "menghasilkan" kekuatan yang mempengaruhi orang tersebut
ke arah pusatnya. Sebagai perbandingan, daerah bervalensi negatif menciptakan
kekuatan yang menghalangi kemajuan orang tersebut ke arah pusatnya. Hal
tersebut mempunyai label "-" padanya. Sebagai contoh, diagram
tersebut dapat menggambarkan suatu hari ketika Ed menemukan bahwa permainan
bolabasket lebih atraktif baginya ketimbang ide belajar untuk suatu ujian. Ia
mungkin telah berpikir bahwa ia sudah tahu materi ujian tersebut. Apapun juga
perihalnya, pilihan ke studi menjadi "G-" dalam model tersebut. Ed
ingin menghindari melakukan itu. "G+" yang mewakili permainan
bolabasket. Seperti dapat anda lihat dengan jelas, semua panah menunjuk ke arah
"G+"; Kecenderungan Ed adalah untuk main bolabasket pada hari
tersebut. (Model Lewin diringkas dengan baik oleh Levinger, 1957.)
Teori Lapangan dan
Keterpaduan
Seorang ahli teori
lapangan percaya bahwa sebuah "kelompok" mempunyai suatu tempat
khusus di dalam model ruang hidup. Hal tersebut terdapat pada pusat dari daerah
kepunyaannya sendiri pada setiap ruang
hidup anggota kelompok. Sebagai contoh, suatu kelompok yang disebut
"Kelompok Studi" mungkin terdiri dari Ed, Joan, Mike, dan Kim. Semua
empat orang tersebut mempunyai situasi ruang hidup yang unik. Untuk
masing-masing mereka, "Kelompok Studi" tersebut mempunyai suatu
tempat spesifik di pusat area dalam ruang hidupnya. Area tersebut mempunyai
suatu valensi yang tergantung pada tujuan anggota tersebut dan persepsi anggota
mengenai ya atau tidaknya kelompok dapat memenuhi tujuan tersebut.
Jika seorang
anggota kelompok merasa bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi tujuannya,
kelompok tersebut menjadi atraktif. Hal tersebut mempunyai suatu valensi
positif. Dapat terdapt berbagai tingkatan dari atraksi ini. Akan tetapi, kepada
tingkatan bahwa kelompok tersebut mempunyai valensi positif sama sekali,
kekuatan dalam ruang hidup anggota akan mengarahkan anggota tersebut ke arah
daerah kelompok. Kekuatan ini meningkatkan atraksi anggota ke arah kelompok
tersebut. Sebagai contoh, Ed mungkin ingin belajar matematika dalam lingkungan
suatu kelompok. Lebih lanjut, Ed ingin berbicara dengan Kim, sebab ia tertarik
kepadanya. Ia juga ingin berusaha lebih memahami para siswa yang bersikap
serius tentang studi mereka. Ia melihat "Kelompok Studi" sebagai
sesuatu yang dapat memenuhi tujuan tersebut. Dari semua berbagai tujuannya,
dikombinasikan dengan persepsinya bahwa kelompok dapat memenuhinya dalam
beberapa cara, bertindak sebagai kekuatan yang meningkatkan ketertarikan Ed
terhadap "Kelompok Studi."
Keseluruhan
keterpaduan suatu kelompok adalah jumlah dari kekuatan yang positif ini pada
setiap ruang hidup anggota. Keterpaduan adalah "resultan dari semua
kekuatan yang bertindak pada semua anggota untuk tetap tinggal di
kelompok" (Cartwright, 1968, p. 91). Ini adalah definisi yang kita akan
gunakan dalam buku ini.
Sebagai contoh,
jika Joan dan Mike mempunyai tujuan yang sama dengan Ed, mereka juga mungkin
mempunyai kekuatan yang kuat yang bekerja pada mereka yang menarik mereka
kepada "Kelompok Studi." Dalam hal tersebut akan menjadi suatu
kelompok yang sangat kompak. Akan tetapi, mungkin saja bahwa Kim tidak terlalu
tertarik belajar dalam sebuah kelompok sebab dia sudah mengetahui matematika
dengan baik sekali. Dia akan lebih suka untuk belajar sendiri. Atau barangkali
dia telah mempunyai sekelompok teman yang sangat dia senangi. Dia tidak ingin
mencari suatu kelompok orang-orang yang serupa, seperti yang dilakukan Ed.
Dalam hal ini "Kelompok Studi" tidak akan sekompak seperti yang akan
terjadi jika semua anggota mempunyai kekuatan yang kuat yang bekerja pada
mereka untuk tetap tinggal dikelompok.
Kembali ke Bab 1
kita buat pembedaan antar enam perspektif yang ahli teori ambil bagi kelompok.
Kita sebut salah satu dari hal ini pendekatan yang " motivasional".
Para ahli teori sudut pandang motivasional melihat perilaku kelompok sebagai
sebuah hasil dari faktor yang mendorong perilaku individu, seperti kebutuhan
atau tujuan. Ide kekuatan Lewin's menggerakkan orang-orang di sekitar ruang
hidup mereka adalah suatu contoh pendekatan yang motivasional.
Komitmen Anggota
Adalah penting
bahwa kita tidak menjadi dibingungkan tentang perbedaan antara jumlah
keseluruhan keterpaduan suatu kelompok dan masing-masing atraksi/ketertarikan
anggota kepada kelompok tersebut. Betapapun, tidaklah masuk akal untuk
memperbincangkan tentang keterpaduan individu. Untuk membuat pembedaan ini
jelas, kita akan membedakan antara keterpaduan kelompok dan komitmen anggota
kepada kelompok tersebut. Moreland dan Levine (1982) telah membahas gagasan
komitmen anggota terhadap kelompok dengan sangat dalam. Dalam pandangan mereka,
seorang anggota merasa terikat dengan kelompok tersebut pada tingkatan dimana
anggota tersebut sedang menjadi apa yang mereka inginkan di kelompok tersebut
kurang lebih dibanding yang akan mereka dapatkan dari kelompok lainnya. Jika Mike merasa bahwa ia
sedang menjadi lebih dari "Kelompok Studi" dibanding dari kelompok
yang dapat diperbandingkan lainnya, ia akan tetap mendai seorang anggota. Jika
Kim merasa bahwa dia bisa mendapatkan lebih dari kelompok lain, dia akan pergi.
Moreland dan Levine
menguraikan bagaimana orang-orang mempertimbangkan yang sekarang, yang lampau,
dan masa depan ketika memutuskan jika mereka tetap ingin menjadi seorang
anggota dari suatu kelompok. Dengan kata lain, seseorang menimbang apakah salah
satu anggota mendapatkan lebih dari kelompok tersebut dibanding dari kelompok lainnya, jika seseorang memperoleh
lebih dari kelompok tersebut dibanding dengan kelompok lain di masa lalu, dan
jika seseorang berharap untuk mendapatkan lebih dari kelompok tersebut
dibanding dari kelompok lainnya di masa yang akan datang ketika mereka
membuat keputusan. Para ahli teori merasa bahwa secara umum, pengalaman yang
sekarang merupakan hal yang paling utama dalam menentukan komitmen seseorang
terhadap suatu kelompok, sebab apa yang sedang terjadi di saat ini secara
normal adalah yang paling mencolok dalam pikiran masyarakat. Dengan cara yang
sama, pengalaman masa lalu pada umumnya lebih penting dibanding harapan masa
depan hanya karena hal tersebut adalah pengalaman riil yang orang-orang telah
alami.
Akan tetapi ada
pengecualian terhadap keadaan umum ini. Ketika seseorang baru saja bergabung
dengan suatu kelompok, tidak ada pengalaman masa lalu, sehingga orang tersebut
harus memutuskan berdasarkan pada harapan dan pengalaman kini mengenai masa
depan tersebut. Yang sejalan, jika seseorang adalah siap untuk meninggalkan
suatu kelompok, tidak ada masa depan, sehingga keputusan didasarkan pada
pengalaman kini dan pengalaman masa lalu saja.
Walaupun Moreland
Dan Levine tidak mempertimbangkan hal ini, hal tersebut diikuti dari analisa
mereka bahwa tiap-tiap anggota membuat pertimbangan yang sama dan ini, sebagai
hasilnya, masing-masing anggota mempunyai suatu tingkatan komitmen tertentu
kesanggupan terhadap kelompok tersebut. Dengan begitu keterpaduan kelompok
tergantung pada bagaimana masing-masing anggota berkomitmen kepada kelompok
secara keseluruhan.
KETERPADUAN
SEBAGAI SUATU VARIABEL KELUARAN
Keterpaduan adalah
suatu variabel yang menarik untuk dipelajari sebab hal tersebut mempunyai suatu
peran rangkap di dalam proses kelompok. Yang dengan jelas, hal tersebut berdiri
sebagai salah satu variabel keluaran yang utama dalam proses kelompok. Suatu
kelompok dapat menjadi kompak atau tidak kompak dari waktu ke waktu. Akan
tetapi, sebagai tambahan, keterpaduan bertindak sebagai suatu variabel masukan
yang mempengaruhi aktivitas kelompok kemudiannya. Anggota suatu kelompok kompak
bertindak dengan cara yang berbeda bersama-sama dibanding anggota suatu
organisasi yang tidak kompak. Karenanya, keterpaduan mempunyai suatu peran
rangkap sebagai suatu variabel masukan dan suatu variabel keluaran.
Yang pertama kita
akan mendiskusikan peran keterpaduan sebagai suatu variabel keluaran. Dalam
melakukan hal ini, kita akan membuat suatu pembedaan antara dua aspek
keterpaduan yang berbeda. Pembedaan telah dibuat oleh Tziner (1982) dan
konsisten dengan tugas versus pembedaan pemeliharaan yang kita gunakan dalam
buku ini. Satu aspek keterpaduan didasarkan pada anggota kelompok yang menyukai
satu sama lain dan keinginan mereka untuk berada di kelompok tersebut. Kita
akan sebut aspek ini keterpaduan "berdasarkan pemeliharaan". Sebagai
contoh, beberapa orang dapat membentuk suatu kelompok sebab mereka tertarik
satu sama lain. Satu alasan Joan ingin berada di dalam "Kelompok
Studi" adalah sebab dia menyukai anggota lain. Satu alasan mungkin Mike
ingin berada di dalam "Kelompok Studi" adalah sebab ia hanya
menikmati pengalaman bersama-sama dengan orang lain.
Aspek keterpaduan
lainnya didasarkan pada tingkat yang mana kelompok tersebut membantu anggotanya
menjangkau tujuan penting atau mengambil bagian dalam aktivitas-aktivitas yang
diinginkan. Kita akan sebut aspek ini keterpaduan "berorientasi
tugas". Kadang-Kadang banyak anggota kelompok berbagi tujuan yang sama.
Sebagai contoh, Ed, Joan, dan Mike menemukan pemikiran bahwa belajar dalam
suatu kelompok menarik, sebab mereka berpikir hal tersebut akan membantu mereka
memahami matematika dengan lebih baik. Kelompok tersebut memuaskan keinginan
mereka untuk pemahaman ini. Sebagai tambahan, seorang anggota mungkin bergabung
dengan sebab kelompok tersebut merupakan sebuah sarana untuk memuaskan
"tujuan pribadi." Dengan kata lain, orang mencoba untuk menggunakan
kelompok tersebut untuk mencukupi tujuan-tujuan yang tidak dibagi anggota lain.
Sebagai contoh, Ed ingin bertemu Kim sebab ia menemukan dia menarik. Hal tersebut
bukanlah suatu tujuan kelompok, tetapi Ed berpikir bahwa dengan bergabung
dengan kelompok tersebut akan memuaskan keinginan ini.
Dalam Bab 1 kita
membuat klaim bahwa keterpaduan adalah suatu variabel pemeliharaan. Pembaca
mestinya tidak bingung dengan apa yang sedang kita katakan
sekarang. Kita sedang mengakatakan bahwa ada dua aspek keterpaduan. Satu
aspek adalah disebabkan oleh faktor berorientasi tugas dan aspek adalah
disebabkan oleh faktor berbasis pemeliharaan. Hal ini tidak merubah fakta bahwa
keterpaduan itu sendiri adalah suatu variabel pemeliharaan.
Keterpaduan
Berbasis Pemeliharaan
Seperti yang telah
kita catat, suatu keterpaduan kelompok diukur oleh jumlah total kekuatan yang
menarik anggotanya kepada hal tersebut. Banyak sarjana sudah mempertimbangkan
jumlah rasa menyukai di antara anggota sebagai yang paling penting terhadap
kekuatan ini. Jika anggota tidak menikmati bersama dengan satu sama lain,
mungkin akan sulit bagi mereka untuk tertarik kepada kelompok tersebut.
Sesungguhnya, menurut Lott dan Lott (1965), seseorang tidak akan terlalu banyak
kehilangan penjelasan "keterpaduan" secara sederhana sebagai tingkat
dimana masing-masing anggota kelompok menyukai anggota satu sama lain. Para
peneliti sudah biasanya bertindak seperti jika mereka setuju dengan mengakui
hal ini. Di dalam suatu mayoritas kasus besar, para ilmuwan sudah benar-benar
menggunakan "rasa menyukai" antar anggota sebagai ukuran dasar
keterpaduan kelompok. Mereka dengan cara yang sama telah menggunakan rasa
menyukai sebagai metoda utama yang menggerakkan keterpaduan. Karenanya, dalam
praktek, kebanyakan ilmuwan bertindak seperti jika keterpaduan dan rasa
menyukai adalah sama dalam suatu kelompok. Walaupun kita tidak memufakati klaim
ini, kita mengenali letak pentingnya rasa menyukai dalam menentukan keterpaduan
kelompok. Karena alasan ini, diskusi kita mengenai rasa menyukai akan menjadi
luas.
Rasa menyukai
Banyak peneliti
yang telah menguji proses-proses yang dapat mengarahkan seseorang untuk
menemukan orang lain yang menyenangkan. Salah satu dari para peneliti ini,
Newcomb (1960), menciptakan suatu metoda untuk mengelompokkanpertimbangan yang
dapat mendorong kearah rasa menyukai seseorang atau membenci orang lain. Di
dalam sistem ia, ada tiga "alasan" umum bahwa Orang A dapat menyukai
atau tidak menyukai Orang B.
Penghormatan/kekaguman. Pertama,
Orang A mungkin merasakan kualitas-kualitas tertentu di Orang B yang disukai
orang A. Orang A juga dapat melihat berbagai hal yang ia atau dia tidak sukai.
Kualitas ini mempengaruhi apakah A menyukai B. Hal tersebut adalah
"alasan" spesifik untuk rasa menyukai, dan Newcomb mengelompokkannya
bersama-sama. Ia memberi label kategori ini tingkat penghormatan/kekaguman yang
ada antara dua orang.
Timbal balik. Ke dua, Orang A
mungkin menyukai Orang B karena A percaya, pada kebalikannya, bahwa B seperti
A. Efek lingkar ini dapat juga bekerja untuk membuat orang-orang tidak menyukai
satu sama lain. Newcomb menyebut alasan ini timbal balik.
Kesamaan. Ketiga, Orang A
mungkin menyukai atau tidak menyukai Orang B menurut kepada bagaimana Orang A
memikirkan bagaimana Orang B merasakan topik yang sedang dalam pembicaraan
tersebut. Jika A berpikir mereka setuju, A mungkin seperti B. Sebagai
perbandingan, jika Orang A berpikir mereka tidak sependapat, A dapat tidak
menyukai B. Hal ini merupakan suatu pertanyaan kesamaan perasaan mengenai X.
Sebelum kita mulai
menguji alasan untuk rasa menyukai ini, kita harus dengan singkat menjelaskan
ide akan kontak. Seperti kita ketahui, Orang A tidak bisa begitu saja menyukai
Orang B kecuali pada pertamanya mereka bertemu satu sama lain.
Kontak
Orang-orang
menyukai hanya orang-orang yang mempunyai kesempatan untuk bertemu. Klaim ini
dengan tidak sengaja sangat jelas dan nyata. Meskipun demikian, kita mestinya
tidak mengabaikan arti pentingnya. Telah banyak studi yang menguji pentingnya
kontak sebab hal ini berhubungan dengan rasa menyukai, dan mereka pasti
mempunyai beberapa hasil yang menarik.
Satu hal kita yang
kita ketahui bahwa adalah bahwa rintangan orang-orang akan berhubungan dengan
satu sama lain adalah suatu fungsi tingkat di mana mereka ditempatkan dekat
satu sama lain. Kedekatan fisik ini adalah penting. Banyak studi yang telah
menunjukkan persahabatan di sekolah atau tempat kerja lebih mungkin terbentuk antara
orang-orang yang duduk berdekat dengan yang lain, sebagai kebalikan dari mereka
yang duduk jauh sekali dari satu sama lain. Hal ini juga benar antar
orang-orang yang tinggal berdekatan satu sama lain.
Penemuan ini jelas
sekali relevan dengan rasa menyukai dalam kelompok kecil. Orang-Orang dalam
kelompok tidak diragukan lagi berhubungan dengan satu sama lain. Oleh karena
itu terdapat potensi disitu bagi anggota kelompok untuk menyukai satu sama
lain, meningkatkan rintangan suatu kelompok kompak.
Pertemuan-pertemuan Awal dan Kemampuan Untuk Menyukai. Bagaimanapun, kontak dengan anggota lain di dalam suatu pengambilan
keputusan kelompok adalah sering tanpa disengaja. Dapat mungkin terlihat bahwa
kontak yang meningkat, ketika hal tersebut tanpa disengaja, akan juga
meningkatkan rintangan dimana orang-orang akan tidak menyukai satu sama lain.
Seseorang dapat berhipotesis bahwa anggota kelompok akan marah dipaksa
bersama-sama. Akan tetapi, para ilmuwan telah menemukan bahwa rasa tidak
menyukai secara relatif jarang ada antara kenalan baru. Tentu saja, nampaknya
bahwa orang-orang berharap menyukai orang lain yang mereka temui. Tampaknya
terdapat suatu penyimpangan pada orang-orang ke arah rasa menyukai satu sama
lain sampai mereka menemukan suatu alasan baik untuk tidak melakukannya.
Seseorang dapat berkata bahwa orang-orang menemukan satu sama lain "
menyenangkan" sampai terbukti dengan cara lainnya.
Suatu studi yang
dilakukan oleh Darley dan Berscheid (1967) menguji pemikiran ini. Studi mereka
memimpin beberapa wanita untuk mengantisipasi bahwa mereka akan ambil bagian
dalam suatu diskusi berpasangan. Topik tersebut aalah perilaku ketika
berkencan. Para peneliti kemudian menunjukkan kepada wanita-wanita tersebut
informasi tentang mitra "khayalan" mereka. Mereka juga menunjukkan
data mengenai seorang peserta khayalan tambahan di dalam eksperimen tersebut.
Dua bentuk informasi ini adalah serupa.
Studi tersebut kemudian meminta wanita-wanita tersebut untuk mengevaluasi peserta
khayalan tersebut. Wanita-Wanita tersebut menyatakan lebih menyukai , seperti
halnya suatu keinginan yang lebih besar akan bekerja bersama dengan
"mitra" masa depan mereka dibanding dengan "wanita"
khayalan lain”, di samping fakta bahwa data mengenai kedua wanita khayalan
tersebut tadinya serupa.
Nampaknya bahwa
antisipasi akan menemui seseorang mengarah kepada harapan rasa menyukai orang
tersebut. Hal ini bekerja sedikitnya sampai informasi lebih lanjut mengenai orang tersebut menjadi jelas. Studi
menyiratkan bahwa, ketika seseorang menugaskan kita kepada suatu kelompok, kita
biasanya datang ke pertemuan yang pertama dengan berharap menyukai anggota lain
.
Penghormatan
Seperti yang kita
katakan sebelumnya, alasan mengapa Orang A dapat menyukai Orang B adalah bahwa
Orang A merasakan suatu kualitas tertentu dalam Orang B yang disukai Orang A.
Secara sejalan, Orang A mungkin tidak menyukai Orang B sebab A melihat kualitas
pada B yang tidak disukai A. Kita sebut persepsi yang kita punyai mengenai
kualitas orang lain kesan kepribadian kita akan orang tersebut.
Kesan kepribadian
mungkin faktor yang paling besar dalam rasa menyukai berjangka panjang. Kesan
ini adalah gambaran mental yang kita punyai akan orang-orang. Gambaran mental
ini terdiri dari uraian macam orang-orang apa mereka , seperti apa mereka, hal
apa yang mereka lakukan, dan seterusnya. Kelihatannya, kepercayaan kita tentang
karakteristik permanen orang-orang—orang-orang macam apa mereka—mempunyai
dampak besar pada hal apakah kita menyukai mereka.
Penting untuk
menyadari bahwa ciri adalah abstrak. Hal tersebut menyamaratakan terminologi
untuk satu bentuk perilaku, tetapi hal tersebut bukanlah perilaku diri mereka.
Sebagai contoh, kamu tidak bisa lihat suatu sikap "ceroboh." Apa yang
kamu dapat lihat adalah suatu tindakan yang dapat kamu klasifikasikan sebagai
"ceroboh." Pengklasifikasian adalah suatu keputusan penyingkatan. Hal
tersebut tidak menyatu di dalam perilaku (Reeder & Brewer, 1979). Lagi
pula, melakukan sesuatu yang “ceroboh" dalam kebanyakan kejadian mungkin
"cerdas" dalam beberapa keadaan. Sebagai contoh, menjatuhkan sebuah
gelas tampaknya merupakan suatu perilaku ceroboh, tetapi hal ini merupakan
suatu tindakan cerdas jika gelas tersebut cukup panas untuk membakar tangan
kamu dengan sangat buruk.
Kita menggunakan
perilaku yang kita lihat orang-orang lakukan untuk membentuk membentuk kesan
kita terhadap mereka. Pada suatu pesta, seseorang mungkin melakukan suatu
rangkaian perilaku yang kita pertimbangkan sebagai ceroboh. Sebagai contoh,
orang yang menjatuhkan sebuah gelas, menumpahkan jagung brondong, dan menginjak
kaki mitranya.
Kita mungkin
mengetahui perilaku ini dibanding orang lain sebab hal tersebut terutama sekali
mencolok. Dengan perilaku "mencolok", kita maksudkan tindakan yang
terutama sekali menarik perhatian. Banyak riset yang telah menunjukkan bahwa
formasi kesan dimulai ketika seseorang melakukan perilaku mencolok yang kita
ketahui dan mulai untuk memikirkannya.
Setelah mengetahui
perilaku ini, kemudian kita menilai apakah melakukan perilaku semacam itu adalah suatu bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari kepribadian orang . Sebagai gantinya kita bisa memutuskan bahwa
perilaku tersebut adalah suatu kehilangan sesaat disebabkan oleh keadaan.
Sebagai contoh, ketika kita melihat orang tersebut menjatuhkan gelas tersebut
dan meluberkan jagung brondong , kita mungkin berpikir bahwa orang tersebut
memang secara alami ceroboh. Sebagai perbandingan, kita mungkin percaya bahwa
orang tersebut bisa saja mabuk atau gelisah. Dengan kata lain, kita harus
memutuskan apakah karakter orang atau keadaan adalah bertanggung jawab atas
kecerobohan tersebut.
Para ahli teori
sudah menaruh banyak pemikiran dalam menentukan kondisi-kondisi pengamat yang
mana yang melihat karakter seseorang sebagai yang bertanggung jawab atas
tindakannya. Jones dan Davis (1965) menguji apa yang terjadi ketika para pengamat melihat perilaku
tersebut hanya sekali. Dalam hal ini, onlookers memberi tanggung jawab
atas tindakan tersebut pada tingkat dimana perilaku tersebut tak diduga, tidak
biasa, atau tidak bisa dijelaskan oleh keadaan. Sebagai contoh, suatu hari
orang-orang melihat Ted mengeluhkan tentang antrian di toko buku. Jika Ted
terlambat untuk suatu janji temu atau jika antrian tersebut nampak tidak biasa
sepanjang itu dengan semua orang di dalamnya, para pengamat dapat berkata bahwa
bahwa keadaan tersebut bertanggung jawab atas Ted yang menjadi tidak sabar.
Jika antriannya pendek dan bisa diharapkan, Keluhan Ted adalah tidak biasa.
Dalam hal tersebut, onlookers dapat berkata bahwa Ted mempunyai ciri
kepribadian menjadi orang tidak sabar.
Kelley (1967)
menggambarkan contoh perilaku yang terjadi dalam situasi yang berbeda. Para
pengamat mempunyai lebih dari satu contoh yang mereka bisa gunakan untuk
membentuk suatu pertimbangan. Dalam suatu keadaan seperti ini, para pengamat
menempatkan tanggung jawab untuk perilaku kepada tingkat bahwa tindakan
tersebut adalah serupa disemua situasi, konsisten dengan orang yang berbeda,
dan berbeda dari norma. Sebagai contoh, onlookers melihat Ted dalam banyak situasi,
dan ia secara konsisten mengeluhkan tentang harus menunggu. Ia mengeluh kepada
banyak orang dan dalam situasi yang tidak sesuai. Orang lain mengeluh jauh
lebih sedikit tentang penantian tersebut dibanding Ted. Rangkaian perilaku ini
dapat mengarahkan para pengamat untuk mempertimbangkan karakter Ted untuk itu
sebagai seseorang yang tidak sabar.
Saat kita menilai
bahwa karakter orang adalah bertanggung jawab atas perilaku, kita menujukan
ciri relevan itu kepada orang tersebut. Sebagai contoh, kita menujukan ciri
ketidaksabaran ke Ted. Dengan demikian, kita menyebut pekerjaan Jones, Kelley,
dan rekanan mereka sebagai teori atribusi.
Mari kita kembali
ke contoh orang yang ceroboh di pesta tersebut. Jika keadaan berlaku, kita bisa
memutuskan bahwa orang tersebut mempunyai ciri karakter ceroboh. Setelah
membuat atribusi ini, kita sementara menempatkan ciri lain pada orang ini
kepada tingkat dimana kecerobohan menyiratkan ciri yang baru tersebut.
Sebagai contoh, kita bisa percaya bahwa kecerobohan dihubungkan dengan
ketololan. Dalam hal tersebut, kita juga akan mengharapkan untuk melihat
tindakan "dungu" dari orang ini.
Para peneliti
menyebut kecenderungan ini "efek halo" ketika hal tersebut
diterapkan kepada atribut
"baik" dan "efek tanduk" ketika hal tersebut melibatkan
ciri karakter "tidak baik". Sebagai contoh, dalam satu studi, para
peneliti menunjukkan foto peserta dan kemudian meminta mereka untuk membuat
penilaian tentang orang yang difoto tersebut. Para peserta melihat orang-orang
yang lebih menarik sebagai yang lebih cerdas dan lebih menggairahkan untuk
bersama dibanding orang-orang yang lebih sedikit menarik. Karakteristik yang
"baik" " menarik" mengarah kepada karakteristik
"baik" yang lain dari orang tersebut. Efek halo tidaklah sangat kuat,
akan tetapi, jika kamu kemudian mengenali perilaku "cerdas", sebagai
contoh, dari orang yang kamu nilai sebagai orang yang "ceroboh," kamu
dapat merubah kesanmu terhadap orang tersebut. Akan tetapi, orang yang kamu
pikir ceroboh harus bertindak dengan jelas dengan cara yang "cerdas,"
sebab sukar untuk mengubah kesan awal.
Secara
berangsur-angsur kita membentuk suatu kesan yang unik akan seseorang dengan
berlalunya waktu. Kesan ini datang dari
pengamatan orang terhadap kita sendiri dan dari penafsiran kita dari apa yang kita
dengar disekitar dia atau orang lain mengenai dirinya (Hewes et al., 1985).
seperti yang telah kita tunjukkan, berbagai faktor dan situasi masuk ke dalam
arena ketika proses "formasi kesan" ini berlangsung.
Apa sebabnya kita
menggunakan ciri sebagai deskriptor bagi orang-orang? Kenapa kita menyebut
orang-orang "tumpul" atau "giat"? Kita nampak ingin
menjelaskan karakter seseorang. Mengapa? Tampak terdapat dua alasan.
Pertama, kita
merasakan suatu kebutuhan untuk mampu menjelaskan dan meramalkan perilaku orang
lain. Ciri membantu kita menjelaskan dan meramalkan. Hal tersebut dapat memberi
kita suatu penjelasan memuaskan yang tidak sengaja mengenai perilaku. Sebagai
contoh, Jacob menjatuhkan sebuah gelas sebab ia adalah "ceroboh."
Kita tidak harus memikirkan suatu penjelasan lebih lanjut. Sebagai tambahan,
ciri adalah suatu alat yang dapat kita gunakan untuk meramalkan perilaku
selanjutnya. Sebab Jacob adalah ceroboh, kita lebih baik tidak mengundang dia
ke toko Cina/keramik.
Ke dua, kita menggunakan
ciri sebab hal tersebut bertindak sebagai suatu basis untuk mengevaluasi
seseorang. Hal ini krusial rumit terhadap ketertarikan kita dalam rasa menyukai
dan penghormatan/kekaguman. Sebagai contoh, kita dapat berpikir dengan sangat
buruk suatu kecerobohan. Kita percaya bahwa Jacob adalah orang yang ceroboh.
Hal tersebut mengikuti bahwa kita mempunyai suatu alasan untuk berpikir dengan
sangat buruk tentang Jacob. Tentu saja, kita menempatkan atribut yang banyak
juga untuk seseorang. Cara kita mengevaluasi suatu ciri dapat berkontradiksi
dengan evaluasi kita terhadap ciri lain. Sebagai contoh, kita mungkin juga
berpikir bahwa Jacob adalah "lucu." Kita mengevaluasi ciri itu
sebagai suatu atribut yang baik. Sebab kita suka orang-orang "lucu",
kita dapat menganggap Jacob baik sebab ia adalah lucu. Pertanyaan adalah, Ciri
yang mana yang akan lebih kita hargai?
Apakah kita akan berakhir dengan menyukai Jacob atau membenci dia?
Para peneliti sudah
mencoba untuk meramalkan keseluruhan
“rasa menyukai" kita
mengenai seseorang yang mempunyai beberapa ciri yang kita evaluasi dengan cara
yang berbeda. Cukup banyak pekerjaan yang telah mengembangkan rumusan-rumusan
secara aljabar untuk menjawab pertanyaan tersebut. Model terbaik yang dikenal
menjaga apakah kita seperti seseorang tergantung pada rata-rata evaluasi ciri
individu tersebut. Masing-Masing evaluasi dihargai menurut pentingnya ciri
(Anderson, 1974). Model ini berguna cukup baik, tetapi beberapa kasus
mengkelitkannya. Kadang-Kadang kombinasi ciri mengarah kepada situasi yang unik
yang tidak terjadi ketika masing-masing atribut terjadi secara terpisah.
Sebagai contoh,
jika seseorang memberitahu kamu bahwa Jill adalah " bodoh" dan "
wanita berambut pirang," dua ciri tersebut bersama-sama dapat menciptakan suatu
gambaran yang agak negatif dalam pikiranmu. Tanpa bertemu Jill, kamu mungkin
memikirkannya "bertingkah" atau "tidak bertanggungjawab."
akan tetapi, jika orang hanya mengatakan bahwa Jill adalah "wanita
berambut pirang," kamu mungkin berpikir Jill adalah "ramah" dan
"menyenangkan" sebab dia adalah wanita berambut pirang. Dengan cara
yang sama, kombinasi "tak jujur" dan "dermawan" adalah
kejadian lain di mana suatu kombinasi unik merubah berbagai hal. Ciri ini dapat
mengarah kepada suatu gambaran karakter tipe Robin Hood dengan suatu
keseluruhan evaluasi yang positif.
Kesan dan evaluasi
kepribadian orang-orang adalah sangat penting dalam suatu kelompok kecil.
Mereka mempengaruhi cara di mana anggota kelompok saling berhubungan. Kesan
tertentu mempunyai arti yang pantas dipertimbangkan dalam lingkungan kelompok
kecil. Salah satu jenis adalah atribusi kecerdasan/inteligen dan
kemampuan/wewenang. Suls dan Miller (1978) menyelenggarakan suatu studi
mengenai hal ini. Mereka mengharuskan peserta mereka melakukan suatu ujian yang
menguji "kemampuan" mereka pada psikologi sosial. Mereka kemudian
menilai mereka sebagai "sangat baik," "baik,"
"rata-rata," or "kurang" pada ketrampilan psikologi sosial.
Para peneliti meminta para peserta tersebut untuk memilih jenis orang yang
mereka akan ingin bentuk kelompok studi. Tidak anehnya, 93.1 dan 89.4 persen
peserta dalam dua masing-masing studi ingin mitra yang telah dinilai "sangat baik" atau
"baik."
seperti yang dapat
kita lihat, studi ini menunjukkan bahwa kesan kepribadian memainkan suatu peran
utama pada apakah kita menghormati/mengagumi seseorang. Faktor ini dapat
membantu menentukan apakah "penghormatan/kekaguman" akan mempengaruhi
rasa menyukai antara anggota kelompok kecil.
Timbal balik
seperti yang telah
kita diskusikan, salah satu dari faktor yang paling utama di dalam tingkat
dimana Cisco , sebagai contohnya , menyukai Kristin, adalah tingkat dimana
Kristin menyukai Cisco. Para peneliti menyebut proses ini sebagai "timbal
balik." Ada banyak alasan yang memungkinkan dimana Cisco akan cenderung
memberi timbal balik terhadap rasa menyukai Kristin. Persetujuan yang Cisco
dapatkan dari Kristin, sebagai faktor dasar, akan menyebabkan Cisco
mengembalikan rasa menyukai Kristin's. Sebagai tambahan, Cisco dapat menanti-nanti
akan kooperasi dan dukungan dari Kristin. Hal ini menambah timbal balik Cisco.
Kita dapat melihat
bagaimana hal ini bisa bekerja dalam suatu kelompok kecil. Sebagai contoh,
pemimpin kelompok boleh memberi pujian atau kritikan kepada seorang anggota kelompok.
Hal ini mungkin memberi anggota tersebut suatu kesan dari tingkat yang mana
pemimpin menyukai atau tidak menyukai anggota tersebut. Pada gilirannya, kesan
akan mempengaruhi anggota tersebut untuk saling memberi dengan cara yang
serupa. Tentu saja, banyak studi yang telah menggunakan kritik dan pujian dalam
rangka mendukung kecenderungan tingkat rasa menyukai untuk dibalas.
Sesungguhnya, salah satu studi menunjukkan pujian dan kritik secara langsung
dihubungkan dengan keterpaduan kelompok. Dittes (1959) meminta kelompok para
peserta untuk mendiskusikan suatu masalah mengenai kenakalan remaja, dan
menyela diskusi tersebut pada tiga kesempatan untuk mengijinkan para anggota
untuk menilai seberapa diinginkan mereka menemukan satu sama lain sebagai anggota
kelompok. Setelah diskusi tersebut, masing-masing peserta telah ditunjukkan apa
yang dikatakan anggota lain mengenai
dirinya. Sebenarnya, peserta telah ditunjukkan penilaian pa lsu yang
menyiratkan mereka baik itu diterima atau ditolak oleh anggota lain. Setelah
suatu diskusi kelompok kedua, para anggota telah ditanya seberapa banyak mereka
ingin tetap berada dalam kelompok tersebut. Para peserta yang mengira mereka
telah diterima jadi lebih tertarik kepada kelompok dibanding para peserta yang
mengira mereka telah ditolak.
Akan tetapi, kita
tidak akan menyelidiki ke dalam penemuan yang spesifik ini secara detil.
Sebagai gantinya, kita akan menguraikan dua kejadian di mana efek timbal balik
tidak terjadi.
Ketidakkongruennan. Pengecualian ketidak-kongruenan terjadi ketika Orang A percaya
bahwa pujian atau menyalahkan Orang B adalah plin-plan dengan persetujuan Orang
A. Sebagai contoh, Cisco mungkin berpikir dengan kurang baik tentang dirinya
sendiri. Bagaimanapun, ia percaya bahwa Kristin seperti dia. Dalam situasi
seperti ini, Cisco dapat percaya bahwa alasan Kristin adalah salah sebab ia
percaya bahwa dia salah untuk suka kepada dia. Ia kemudian akan tidak
menyukainya seperti halnya pendapatnya.
Deutsch Dan Solomon
(1959) melakukan suatu eksperimen yang menyoroti ketidak-kongruenan masalah
tersebut. Mereka mengharuskan peserta mereka melakukan sesuatu sebagai
"anggota" dari dua "regu." Mereka kemudian memberi evaluasi
palsu kepada peserta mereka mengenai performa mereka, menilai mereka baik itu
baik maupun tidak baik. Masing-masing
peserta yang berikutnya menulis sebuah catatan kepada kepada salah satu dari
"kawan seregunya." Para peneliti mengumpulkan catatan yang asli
tetapi memberi catatan palsu kepada peserta tersebut. Catatan palsu orang ini
menunjukkan bahwa "kawan seregu" ingin maupun tidak ingin peserta tersebut pada
"regu" mereka di masa datang. Para peserta yang berikutnya membuat
evaluasi tertulis dari "kawan seregu" yang mereka kira telah menulis
catatan kepada mereka.
Hasil studi
menunjukkan bahwa peserta memikirkan sebagian besar nilai prestasi mereka
sendiri ketika mereka membaca catatan palsu mereka. Masing-Masing peserta
mengingat "nilai" dalam eksperimen tersebut. Peserta yang percaya
bahwa mereka telah melakukan dengan baik paling menyukai "kawan
seregu" mereka jika penulis catatan tersebut ingin peserta tersebut untuk
tetap dalam "regu" tersebut. Sebagai perbandingan, ini para pelaku
yang "baik" ini tidak terlalu menyukai "kawan seregu" jika
ia atau dia ingin peserta tersebut keluar dari "regu."
Proses ini tidak
berlangsung jika peserta percaya bahwa mereka tidak melakukan dengan baik .
Para pelaku yang "tidak baik" ini melaporkan bahwa rasa menyukai
mereka untuk "kawan seregu" adalah intermediate/sedang. Hal tersebtu
tidak dibuat buat oleh evaluasi
"kawan seregu" mereka. Bukan rasa menyukai maupun membenci yang telah
diberi timbal balik. Hal tersebut nampak bahwa ketika seseorang mengetahui
bahwa ia atau dia telah melakukan suatu tugas dengan sangat buruk, proses
timbal baliknya adalah tidak dibuat buat. Kecenderungan untuk memberi kembali
persetujuan lisan mungkin offset oleh pengetahuan bahwa yang menyutujui
adalah salah.
Akan tetapi,
penafsiran dari studi ini mengarah kepada beberapa permasalahan. Berscheid dan
Walster (1978) mengemukakan beberapa di antaranya. Jika Orang B memuji Orang A
suatu setelah suatu performa yang buruk, Orang A dapat mengira bahwa Orang B
adalah dungu maupun tidak tulus.
Perasaan ini akan mempengaruhi proses timbal balik tersebut dalam suatu cara
yang berbeda dari pengecualian ketidak-kongruenan. Kemungkinan Orang B tidak
tulus mengarahkan kita kepada pengecualian yang kedua mengenai timbal balik.
Ingratiation/menyenangkan. Pengecualian ingrasiasi terjadi ketika Orang A mempercayai bahwa
pujian Orang B adalah berkaitan dengan beberapa alasan tersembunyi untuk
memperoleh kebaikan Orang A. Sebagai contoh, Cisco percaya bahwa Kristin sedang
memuji dia agar mendapatkan penghargaan dikemudiannya dari dia. Pengecualian
ingrasiasi adalah hampir bisa dipastikan terjadi jika Cisco mempunyai alasan
untuk percaya bahwa kata-kata Kristin adalah palsu. Hal ini adalah hampir bisa
dipastikan terjadi ketika Cisco yakin mengenai tingkat di mana ia mendapat
karakteristik yang didasarkan pada pujian Kristin.
Sebagai contoh,
adalah sia-sia untuk memuji orang-orang atas wajah mereka jika mereka
mengetahui bahwa mereka adalah ganteng. Mereka telah mendengarnya sebelumnya
dan mungkin tidak ingin mendengarnya lagi. Hal tersebut sama sia-sianya untuk
memuji orang-orang atas wajah mereka jika mereka mengetahui dengan pasti bahwa
mereka tidaklah ganteng. Mereka akan mengetahui bahwa pujian tersebut adalah
suatu kepalsuan.
Mungkin terdapat
saat ketika seseorang dapat berhasil menggunakan pujian palsu untuk
menyenangkan. Waktu yang paling berhasil adalah ketika seseorang yang dipuji
tidak mengetahui dengan baik kualitas mereka. Sebagai contoh, barangkali
seseorang tidak mengetahui apakah ia atau dia sungguh ganteng (Jones, 1964).
Dalam hal semacam ini, ingrasiasi dapat menciptakan rasa menyukai. Orang tidak
merasa bahwa pujian tersebut adalah palsu. Ia atau dia tidak mencurigai alasan
tersembunyi apapun dan rasa menyukai dapat terjadi melalui timbal balik.
kesamaan
Newcomb memasukkan
"kesamaan" di dalam sistem ilmu bentuk tubuhnya. Ia mempercayainya
sebagai suatu penyebab atas rasa menyukai. Pemikiran tersebut mengacu pada
kesenangan yang seseorang rasakan ketika saling berinteraksi dengan seseorang
yang mempunyai pendapat dan kepercayaan serupa seperti dirinya. Persetujuan
atitudinal, bersama dengan timbal balik rasa menyukai, sangat penting sekali
dalam mendirikan persahabatan kasual. Sedemikian, hal tersebut sangat penting
dalam lingkungan kelompok-kelompok kecil. Kelompok kecil sering melibatkan
hubungan kasual.
Newcomb (1960, 1961)
mengeksplorasi permasalahan ini dalam suatu studi klasik tentang proses
kenalan. Untuk studi tersebut, Newcomb memperoleh penggunaan suatu rumah asrama
dekat Kampus Universitas Michigan. Pada dua kesempatan ia mengundang 17 siswa
pindahan pria untuk tinggal disana untuk satu semester gratis. Sebagai
gantinya, Newcomb memerlukan mereka untuk mengambil bagian dalam empat sampai
lima jam riset dalam satu minggu. Ia melakukan berbagai studi dengan kelompok
tersebut. Sebagian dari eksperimen tersebut menyelidiki pola persahabatan yang
terbentuk dan alasan atas persahabatan tersebut.
Awal semester,
jarak fungsional dan timbal balik rasa menyukai adalah faktor penentu yang
utama dalam rasa menyukai. Hal ini telah diharapkan. Para siswa telah tertarik
ke para siswa yang dekat dengan mereka dan siapa yang nampak menyukai mereka
sebagai balasannya. Akan tetapi, kesamaan sikap menjadi suatu faktor kritis
ketika semester maju. Ketika para siswa mengenal satu sama lain dengan lebih
baik, mereka mempelajari bagaimana mereka semua benar-benar merasakan.
Pendapat-pendapat mulai muncul. Ketika
hal ini terjadi, para siswa mulai menyukai orang lain yang membagi bersama
sikap mereka. Mereka juga berkurang rasa menyukainya bagi mereka yang tidak
sepakat dengan mereka mengenai topik.
Hubungan antara
tingkat yang mana orang-orang percaya mereka setuju satu sama lain dan tingkat
yang mana mereka menyukai moda yang lain
adalah sangat kuat. Byrne (1971) dan teman sekerjanya menyelenggarakan satu rangkaian
studi yang mengungkapkan dapat jadi seberapa kuat hubungan. Riset Byrne
berfokus pada suatu dasar prosedur eksperimental. Untuk studi tersebut, peserta
menilai sikap mereka ke arah masing-masing persoalan-persoalan 26 politis,
sosial, dan religius. Beberapa minggu kemudian, para pelaku eksperimen memberi
para peserta tersebut satu bentuk penilaian untuk persoalan yang sama ini.
Mereka memberitahu mereka bahwa penilaian tersebut adalah mereka orang asing
yang telah mereka temui. Peneliti kemudian bertanya.
Para peserta
menilai rasa menyukai mereka untuk orang yang tak dikenal dan kesediaan mereka
untuk bekerja bersama dia pada suatu proyek. Peserta juga menilai orang asing
tersebut pada karakteristik lain, seperti kecerdasan/inteligen dan karakter.
Yang peserta tidak
ketahui adalah bahwa tidak ada "orang asing" yang nyata. Malahan, para peneliti telah memberi mereka
suatu daftar yang berdasarkan pada pendapat peserta itu sendiri. Para pelaku
eksperimen menuliskan pendapat yang menyetujui atau menentang dengan sikap
peserta dalam suatu cara yang telah
ditentukan. Daftar tersebut berkisar dari total persetujuan, melalui
proporsi persetujuan, hingga total ketidaksetujuan. Studi menemukan
bahwatingkat rasa menyukai orang yang tak dikenal benar-benar dihubungkan
dengan proporsi pernyataan-pernyataan dimana para peserta dan "orang
asing" setuju. Sebagai tambahan, persetujuan yang lebih besar mengarah
kepada suatu efek halo. Para peserta juga menilai seorang orang asing yang
"setuju" sebagai seseorang yang lebih cerdas, terberitahu dengan
baik, moral, dan menyesuaikan dengan baik dibanding orang yang “tidak setuju".
Dalam studi
berikutnya, Byrne menemukan hubungan ini memegang orang-orang dari semua
golongan usia dan kelompok-kelompok ekonomi-sosial. Hal tersebut juga benar
untuk orang-orang dari negara-negara
berbeda dan bahkan orang yang mengidap
skisofrenia yang dirawat dirumah sakit. Dalam semua hal, persetujuan yang
dirasakan mengarah kepada suatu rasa menyukai "orang asing." Akan
tetapi, seperti dengan hubungan manapun, ada pengecualian.
Satu pengecualian adalah bahwa, jika topik
persetujuan atau perselisihan paham tidaklah penting, hal tersebut tidak
mempunyai efek dalam rasa menyukai. Hal ini sangat benar jika orang-orang yang
saling berinteraksi berbicara tentang topik lain yang mereka anggap penting. Sebagai contoh,
Cisco dan Kristin mungkin tidak sama mengenai warna favorit mereka, tetapi
mereka setuju tentang orang yang harus mereka pilih untuk menjadi presiden.
Topik mengenai warna favorit mereka tidaklah penting, dan hal tersebut tidak
menggambarkan apakah mereka menyukai satu sama lain. Akan tetapi topik mengenai
calon presiden adalah penting bagi mereka, dan karena mereka setuju tentang hal
tersebut, mereka mungkin akan saling menyukai satu sama lain.
Pengecualian yang lain
yang Byrne temukan adalah bahwa persetujuan dengan seseorang dengan kualitas
yang tidak diinginkan tidak mempunyai efek dalam eksperimen. Sebagai contoh,
kamu mungkin setuju dengan seorang pencandu obat yang mengatakan bahwa
perlucutan senjata nuklir adalah suatu hal yang baik. Akan tetapi, jika kamu
tidak suka gaya hidup seseorang yang bergantung pada obat, kamu mungkin tidak
akan menjadi teman dengan pencandu obat walaupun kamu menyetujui pendapatnya.
Kesamaan di dalam
pendapat telah secara langsung berhubungan dengan keterpaduan kelompok.
Festinger (1954) melaporkan suatu studi yang ia lakukan dengan Gerard,
Hymovitch, Kelley, dan Raven di mana kelompok-kelompok mempelajari suatu
perselisihan perburuhan dan kemudian mengevaluasi keputusan perserikatan
tersebut dalam perselisihan itu. Setelah itu, masing-masing anggota telah
ditanya seberapa banyak mereka pikir anggota kelompok lain setuju dengan mereka
tentang perselisihan tersebut dan seberapa besar mereka tertarik kepada
kelompok tersebut. Para anggota yang mengira mereka setuju dengan anggota
lain menjadi lebih tertarik kepada
kelompok dibanding para anggota yang berpikir mereka tidak setuju.
Kesimpulan. Rasa menyukai adalah unsur yang paling utama di dalam keterpaduan
kelompok yang berbasiskan pemeliharaan. Hal ini merupakan suatu kekuatan yang
kuat yang mempengaruhi apakah orang-orang ingin bersama dengan satu sama lain.
Sedemikian, hal tersebut mempunyai suatu dampak pada atas apakah suatu kelompok
maju merapat secara terpadu. Riset topik rasa menyukai telah mengungkapkan
berbagai faktor yang mempengaruhi proses bagaimana dan mengapa seseorang
menemukan orang lain menyenangkan. Semua faktor ini masuk ke dalam arena suatu lingkungan
kelompok. Akan tetapi, ada kekuatan lain yang mempengaruhi keterpaduan yang
berbasis pemeliharaan.
Identifikasi dengan
Kelompok
Kadang-Kadang,
keanggotaan kita dalam suatu kelompok menjadi suatu bagian yang sangat penting
dari identitas pribadi kita. Sebagai contoh, Karintha adalah seorang anggota
sebuah regu bolabasket yang disebut {Ikan hiu}. Ketika dia memikirkan dirinya,
salah satu dari pemikiran awal yang muncul kedalam pikiran Karintha adalah
"Aku adalah seekor Ikan hiu." Di dalam situasi ini, kita dapat
mengatakan bahwa Karintha mengidentifikasi ikan hiu tersebut. Menurut Hogg
(1992), ketika kita mengidentifikasi dengan suatu kelompok yang kita lihat
dengan baik atas anggota kelompok lain, bahkan mereka yang kita temukan tidak
terlalu menyenangkan. Hal ini adalah sangat benar ketika keadaan membuat kita
memikirkan keanggotaan kelompok kita. Nadine juga seorang anggota Ikan hiu
tersebut. Karintha tidak menemukan Nadine menyenangkan. Akan tetapi, jika
Karintha mendengar orang luar yang mengkritik performa Nadine sebagai Ikan hiu,
Karintha mungkin cenderung melompat ke pertahanan Nadine. Menurut Hogg,
walaupun Karintha tidak menyukai Nadine, Karintha mengidentifikasi Nadine sebab
mereka adalah anggota regu yang sama. Hogg menyebut perasaan Karintha terhaap
Nadine sebagai atraksi sosial untuk membedakannya dari rasa menyukai
reguler.
Hogg mengklaim
bahwa ketika kita mengidentifikasi diri kita dengan suatu kelompok, kita
membentuk dalam kepala-kepala kita suatu prototipe dari anggota kelompok yang
"ideal" tersebut. Sebagai contoh, Karintha mungkin melihat anggota
Ikan hiu yang "ideal" sebagai trampil, pekerja keras, dan mendukung.
Hogg percaya bahwa kita secara sosial menjadi atraktif bagi anggota lain suatu
kelompok yang kita identifikasikan diri kita dengan kepada tingkat bahwa kita
percaya anggota lain ini mendekati ciri anggota yang "ideal." Ingat
kembali diskusi kesan kepribadian kita.
Kita dapat membayangkan jika kesan Karintha tentang Nadine adalah sebagai
trampil, pekerja keras, dan anggota regu yang mendukung, Karintha akan secara
sosial menjadi tertarik kepada Nadine. Sebagai perbandingan, jika Karintha
melihat Cecilee, anggota Ikan hiu lainnya, jauh dari yang ideal tersebut,
Karintha tidak akan secara sosial tertarik kepada Cecilee dan akan lebih
sedikit mungkin untuk mempertahankan Cecilee dari kritik luar seperti Karintha
mempertahankan Nadine.
Hogg dan rekanan
(Hogg & Hardie, 1991; Hogg, Cooper-Shaw,& Holzworth, 1993) telah
melakukan beberapa studi untuk mencoba untuk membedakan atraksi sosial dari
rasa menyukai yang normal. Mereka sudah menggunakan kedua kelompok yang sudah
ada (suatu regu olahraga, suatu organisasi di bidang pendidikan) dan kelompok
eksperimental dalam studi ini. Di dalam studi ini, mereka telah meminta anggota
kelompok untuk membuat daftar ke tiga anggota kelompok yang mereka anggap adalah
terdekat dengan prototipe kelompok, ke tiga anggota yang mereka sangat sukai,
dan ke tiga anggota yang mereka paling inginkan untuk berada dalam kelompok
mereka. Seperti yang Hogg harapkan, mereka biasanya menemukan bahwa ada lebih
tumpang-tindih antara anggota yang terlihat sebagai "prototypical"
dan anggota yang mereka inginkan berada dalam kelompok mereka dibanding antara
anggota yang terlihat seperti prototypical dan anggota yang mereka sukai. Efek
ini adalah yang paling kuat bagi para anggota yang sangat mengenali kelompok
tersebut.
Hogg merasakan
bahwa rasa menyukai dan atraksi sosial mempunyai efek terpisah pada keterpaduan
kelompok. Hal tersebut adalah mungkin bahwa masing-masingnya adalah suatu
faktor yang lebih penting dibanding hal lain
yang menentukan keterpaduan kelompok dalam keadaan yang berbeda. Hal
tersebut akan mengikuti dari klaim Hogg's bahwa ketika anggota kelompok
mengidentifikasi dengan benar-benar kelompok mereka, keterpaduan akan lebih
tergantung pada seberapa banyak atraksi sosial yang dipunyai anggota kelompok
bagi satu sama lain dibanding pada seberapa banyak mereka menyukai satu sama
lain. Sebagai perbandingan, ketika anggota kelompok tidak mengidentifikasi
dengan kelompok mereka, keterpaduan akan tergantung lebih pada rasa menyukai
yang bertimbal balik. Riset untuk mengevaluasi pemikiran ini perlu dilakukan
sebelum kita mempunyai kepercayaan pada hal tersebut.
Kebutuhan
Psikologis
Selalu terdapat
spekulasi yang mungkin orang-orang tertarik kepada suatu kelompok agar mencukupi
beberapa kebutuhan psikologis yang mendalam. Ketika kita membahas Bab 1,
Mcclelland (1961) memberi hipotesis bahwa sebagian orang mempunyai kebutuhan
tinggi tertentu untuk keanggotaan dengan
orang lain. Hal tersebut mengikuti bahwa orang-orang yang tinggi akan kebutuhan
ini akan mungkin ingin menjadi seorang anggota dari suatu kelompok. Dengan
begitu, tingkat dimana para anggota kelompok mempunyai suatu kebutuhan untuk
keanggotaan akan menjadi sebuah faktor dalam jumlah keterpaduan yang
berbasiskan pemeliharaan dalam kelompok mereka.
Dengan cara yang
sama, Mcclelland juga percaya bahwa sebagian orang mempunyai kebutuhan tinggi
tertentu akan kekuatan. Seseorang dapat membayangkan seseorang yang mempunyai
suatu keinginan kuat untuk mendominasi orang lain dapat bergabung dengan suatu
kelompok dalam rangka mengambil suatu peran kepemimpinan. Menjadi pemimpin akan
mencukupi kebutuhannya akan rasa kendali. Kelompok tersebut akan terus menjadi
menarik hanya sepanjang orang dapat dengan sukses mendominasi anggota lain .
Keinginan anggota
suatu kelompok untuk mencukupi kebutuhan psikologis semacam ini dapat secara
tidak langsung mempengaruhi keterpaduan melalui efek langsungnya pada proses
kelompok. Bayangkan suatu kelompok berisi seorang anggota yang mempunyai suatu
keinginan yang sangat kuat untuk mendominasi. Bayangkan komunikasinya akan
seperti apa. Seperti yang dapat anda bayangkan, komunikasi ini mungkin akan
mempunyai suatu efek besar pada atraksi anggota lain kepada kelompok tersebut. Persisnya akan menjadi seperti apa komunikasi ini?
Akankah anggota kelompok yang
menginginkan kewenangan mencoba untuk membuat anggota kelompok lainnya merasa
tidak berharga? Atau ia akan merasa aman sebagai pemimpin dan mencoba untuk membuat
kelompok tersebut atraktif terhadap para anggota lain ?
Kebutuhan
Komunikasi dan Status. Suatu studi yang dilakukan oleh
Kelley (1951) mengemukakan beberapa jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini.
Ia berteori bahwa orang-orang menginginkan mempunyai status yang tinggi di
dalam kelompok mereka. Idenya adalah bahwa kebanyakan orang-orang mempunyai
kebutuhan psikologis untuk mempunyai status. Kelley menghipotesiskan lebih
lanjut bahwa. keinginan ini mempengaruhi
jenis komunikasi yang dipertukarkan para anggota kelompok. Ia membagi kelompok
beranggotakan delapan orang ke dalam dua sub kelompok beranggotakan empat
orang. Para peneliti kemudian memberitahu kepada sub-sub kelompok tersebut
bahwa salah satu dari mereka akan menerima serangkaian pola segiempat panjang.
Ia memberi mereka instruksi dimana mereka akan menulis pesan kepada kelompok
yang kedua yang akan membantu kelompok yang kedua mereproduksi pola tersebut. Para peneliti
juga berkata bahwa para anggota kelompok dapat menulis catatan kepada satu sama
lain di dalam sub-sub kelompok mereka. Pesan tersbut tidak harus terbatas pada
informasi teknis. Anggota dari tiap subkelompok kemudian memasuki
ruangan-ruangan yang berbeda. Peneliti berkata ia akan memberi mereka tugas dan
mengambil pesan mereka kembali kepada mereka.
Para peserta berpikir
bahwa eksperimen tersebut akan seperti yang telah uraikan peneliti kepada
mereka. Dalam keadaan yang sebenarnya, ia tidak pernah mengirim pesan yang riil
tersebut. Malahan, pelaku eksperimen mengumpulkan semua catatan peserta dan
memberikan orang-orang yang palsu yang telah ia tulis sendiri. Lebih lanjut, ia
menmpatkan keduanya tugas memproduksi kembali pola-pola. Tidak terdapat
"pengiriman" ke sub-kelompok. Yang paling utama, Kelley memberitahu
kepada para peserta tentang status dan ketetapan pekerjaan mereka. Ia
menugaskan masing-masing peserta suatu pekerjaan, sebagai penerjemah pesan atau
suatu produsen pola-pola. Ia memberitahu kepada mereka bahwa yang sebelumnya
adalah suatu pekerjaan berstatus tinggi dan yang berikutnya adalah suatu tugas
berstatus rendah. Ia juga memberitahu kepadamasing-masing anggota apakah pekerjaan merupakan subyek terhadap
perubahan (bergerak) atau permanen (tidak berrgerak).
Kelley kemudian
menganalisa pesan yang dikirimkan peserta kepada satu sama lain. Catatan yang dikirimkan
kepada "pengiriman" sub-kelompok yang khayalan mengungkapkan
perbedaan di antara anggota kelompok tersebut. Para peneliti menentukan bahwa
para peserta yang berstatus tinggi/tidak bergerak dan berstatus rendah/bergerak
mengirim lebih banyak pesan yang "membentuk keterpaduan" dibanding
anggota lainnya. Catatan mereka berisi lagu pembukaan terhadap persahabatan,
dorongan, dan pujian dan pernyataan-pernyataan lain yang semacamnya. Kelley
menafsirkan hasil di bawah asumsi ini bahwa para peserta ingin mempunyai status
yang tinggi jika mereka merasa bahwa mereka bisa mencapai hal tersebut. Peserta
berstatus tinggi/tak bergerak mengetahui bahwa mereka akan mempertahankan
status mereka, dan dengan demikian merasa nyaman dalam mengirimkan pesan yang
membentuk keterpaduankepada sub-kelompok lain. Para peserta yang berstatus
rendah/bergerak mungkin berpikir bahwa mengirimkan pesan ini dapat membantu
mereka memperoleh status yang tinggi. Sebagai perbandingan, Kelley percaya
bahwa para peserta berstatus tinggi/tak bergerak mungkin merasa bahwa status
mereka terancam dan dengan demikian menahan diri dari memberi harapan kepada
anggota lain. Akhirnya, para peserta yang berstatus rendah/bergerak telah
berhenti kepada nasib mereka dan tidak melihat titik apapun di dalam
mengirimkan pesan yang membentuk keterpaduan. Belakangan dua anggota kelompok
ini mengirim pesan jauh lebih sedikit yang telah dirancang untuk membangun
keterpaduan.
Yang menarik, di
dalam sub-sub kelompok pola-pola ini berubah. Di dalam kelompok mereka sendiri,
anggota yang bergerak mengirim lebih banyak pesan yang " membentuk
keterpaduan" dibanding anggota tak bergerak lakukan. Hal ini adalah benar
apapun juga status mereka . Sungguh sial, adalah mustahil untuk menentukan efek
catatan anggota pada satu sama lain. Sebab tidak ada yang anggota pernah
menerima catatan yang nyata, studi tidak bisa menguji apakah catatan tersebut
mempengaruhi atraksi penerima tersebut kepada sub-kelompok. Bagaimanapun, studi
mengungkapkan bahwa anggota kelompok berkomunikasi dengan cara yang berbeda,
berdasar pada kemampuan dan status mereka untuk merubah status itu. Hal ini
adalah jenis komunikasi yang
berbeda yang bisa mempengaruhi
keterpaduan kelompok.
Kebutuhan
Evaluasi. Ada juga beberapa bukti bahwa orang-orang
ingin bersama dengan orang lain agar belajar lebih banyak tentang diri mereka
sendiri. Teori perbandingan sosial Festinger (1954) mengemukakan bahwa
orang-orang mempunyai suatu keinginan untuk mengevaluasi kemampuan diri mereka
sendiri. Kita akan menjelaskan teori ini secara lebih lengkap dalam Bab 6,
"Penyesuaian dan defian," tetapi Gagasan Festinger mempunyai aplikasi
untuk bagian ini juga.
Singer dan Shockley
(1965) melakukan suatu eksperimen untuk menguji ide Festinger's. Mereka meminta
38 peserta untuk melengkapi suatu tugas
palsu. Para peserta kemudian menerima suatu nomor yang mewakili “skor” mereka
pada tugas tersebut. Para peneliti memberi 24 dari mereka suatu penafsiran arti
dari “skor” tersebut. Diluar dari 24 ini, hanya 2 yang dipilih untuk menunggu
dengan para peserta lain selagi para peneliti mempersiapkan bagian kedua dari
eksperimen tersebut. Sebagai perbandingan, 6 dari 14 yang tidak menerima suatu
penafsiran akan skor mereka ingin menunggu dengan peserta lain. Mereka kemudian
bisa saling berbicara antar diri mereka sendiri. Nampak bahwa orang-orang yang
tidak mengetahui seberapa baik mereka telah melakukan hal tersebut merasakan
keinginan untuk berhubungan dengan orang lain yang telah melakukan tugas
tersebut.
Kesimpulan. Seperti yang telah kita
diskusikan, keanggotaan kelompok dalam dirinya dapat menjadi bagi beberapa
manusia sebab keanggotaan dapat mencukupi berbagai kebutuhan psikologis.
Khususnya, kebutuhan untuk keanggotaan, kekuatan dan status, dan pengetahuan
tentang diri mereka dapat menarik orang-orang ke dalam kelompok. Oleh karena
itu, kebutuhan-kebutuhan semacam ini dapat menjadi sebuah faktor dalam
keterpaduan yang berbasisikan pemeliharaan.
Keterpaduan berbasis Tugas
Seperti yang telah
kita sebutkan sebelumnya, keterpaduan berbasis tugas dapat menjadi hasil
keinginan para anggota kelompok untuk meraih kelompok lain maupun tujuan pribadi atau ketertarikan para anggota
terhadap aktivitas-aktivitas kelompok. Studi-studi telah dilakukan agar memahami
dampak faktor-faktor ini.
Tujuan-tujuan Kelompok
Suatu kelompok
mungkin menarik seseorang jika kelompok tersebut mempunyai suatu tujuan yang
menarik. Suatu studi klasik dilaporkan Sherif dan Sherif (1953) telah
menunjukkan kecenderungan ini di tempat kerja. Studi tersebut mengambil tempat
pada suatu perkemahan musim panas untuk anak-anak lelaki berusia 12 tahun. Para
pelaku eksperimen pertama-tama mendirikan permusuhan didalam kelompok antara
para lelaki. Para peneliti kemudian berusaha keras untuk mengevaluasi berbagai
metoda untuk mengurangi permusuhan ini.
Studi tersebut
membagi lelaki ke dalam dua kelompok, yang disebut "Bull Dog" dan
"Red Devil" Masing-Masing kelompok tinggaldi suatu bagian kemah yang berbeda dan melakukan aktivitas yang diperlukannya,
seperti mempersiapkan makanan, secara terpisah. Untuk menciptakan permusuhan
intergroup, peneliti mengatur permainan, kontes, dan suatu keadaan sedemikian
rupa sehingga satu kelompok bertentangan dengan aktivitas kelompok lain. Metoda
ini berhasil membangkitkan banyak kebencian. Penyebutan nama dan perkelahian
terjadi tiba-tiba.
Para pelaku
eksperimen selanjutnya mencoba untuk mengurangi permusuhan ini dengan
pertama-tama hanya mengatur kontak diantara kelompok-kelompok tersebut. Hal ini
tidak mempunyai efek atas permusuhan. Mereka kemudian mengatur tugas yang
memerlukan kooperasi antar kelompok. Para peneliti yang dengan diam-diam
memecahkan keseluruhan sistem penyediaan air kemah dan kemudian mengatur
kelompok untuk memperbaikinya bersama-sama. Mereka juga mengharuskan keseluruhan
kemah untuk mengumpulkan uang untuk pergi ke bioskop. Sebagai tambahan, para
pelaku eksperimen memilih suatu regu baseball kemah untuk bermain dengan regu
dari kemah lain. Tugas kerjasama ini akhirnya mengarah pada beberapa
pengurangan dalam permusuhan. Lebih lanjut, ada beberapa identifikasi dengan
kemah secara keseluruhan.
Studi ini
memperlihatkan bahwa, bahkan di dalam atmospir permusuhan ini, tujuan-tujuan
kelompok mempunyai kuasa untuk mempengaruhi keterpaduan. Peserta kemah
mempunyai keinginan untuk meraih tujuan-tujuan perkemahan. Pertama-tama hal ini
mengarah kepada atraksi ke kelompok mereka sendiri dan, berikutnya, kepada
beberapa atraksi terhadap kelompok yang lebih besar dari keseluruhan kemah.
Tujuan-tujuan Pribadi
Seorang anggota
dapat juga tertarik ke suatu kelompok karena hal tersebut menyediakan tujuan
untuk memnuhi tujuan-tujuan yang tidak bertalian dengan tujuan kelompok manapun
yang dinyatakan. Sebagai contoh, Fred mungkin memutuskan bahwa ia ingin menjadi
presiden kelas perguruan tingginya. Ia telah mendengar bahwa lima dari enam
presiden kelas yang terakhir adalah anggota suatu kelompok persaudaraan
tertentu. Anggota kelompok persaudaraan adalah populer dan mendapatkan banyak
ekspose di kampus. Fred menemukan ide keanggotaan di dalam kelompok
persaudaraan sangat menarik sebab keanggotaan akan membantu dia memenangkan
pemilihan untuk presiden kelas tersebut.
Deutsch (1959)
melakukan suatu eksperimen yang berdasarkan pada ide ini. Ia memberi alasan
bahwa kesempatan untuk menerima suatu hadiah pribadi ketika kelompok tersebut
sukses akan meningkatkan ketertarikan seseorang kepada suatu kelompok. Lebih
lanjut lagi ia mempercayai bahwa semakin
besar harapan untuk berhasil, semakin besar atraksi yang akan ada. Deutsch
bekerja dengan kadet Angkatan Udara dalam studinya. Kadet menerima penghargaan
uang pribadi atau suatu istirahat tiga hari jika kelompok mereka melakukan
tugas tersebut dengan sukses.
Para peneliti
percaya bahwa tiga faktor yang mempengaruhi peluang suatu persepsi dari
kelompoknya yang berhasil pada suatu tugas. Hal tersebut adalah:
1.
kemungkinan bahwa kelompok
tersebut berkesempatan memenangkan hadiah,
2. motivasi para anggota kelompok lain untuk berhasil, dan
3. kemampuan kelompok untuk melaksanakan tugas
tersebut.
Studi Deutsch's
menggunakan tiga faktor ini untuk menciptakan berbagai situasi pengujian.
Deutsch membentuk
kelompok beranggotakan tiga orang. Eksperimen tersebut terdiri dari
urutan-urutan berikut:
1. Peneliti memberitahu kepada para kadet
tersebut bahwa mereka mempunyai persentase suatu 90- atau suatu 10-persen
kesempatan memenangkan hadiah tersebut. Dengan demikian pelaku eksperimen
memanipulasi faktor yang berkenaan dengan kemungkinan mendapatkan kemenangan
.
2. Peserta menulis catatan ringkas untuk satu
sama lain mengenai perasaan mereka mengenai bekerja dalam kelompok tersebut.
Sang pelaku eksperimen mengumpulkan catatan-catatan ini.
3. para kadet melakukan suatu ujian
"kecerdasan/inteligen kelompok" palsu. Hal seharusnya meramalkan
kemampuan mereka untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka.
4. Peneliti memberi catatan palsu kepada para
kadet tersebut, menurut dugaan ditulis oleh anggota lain. Hal ini menyatakan
baik keinginan maupun keengganan untuk bekerja dalam kelompok
tersebut. Sang pelaku eksperimen dengan begitu menggerakkan faktor tersebut
mengenai persepsi dari motivasi anggota yang lain.
5. Peserta menerima hasil ujian
kecerdasan/inteligen kelompok palsu tersebut. Peneliti dengan demikian
memanipulasi faktor tersebut untuk kemampuan kelompok dirasakan.
6. Peserta melakukan lima tugas dari berbagai
jenis tugas.
7. Kadet menilai perasaan mereka mengenai
kelompok dan pencapaian mereka.
Hasil dari studi
tersebut mendukung ide Deutsch's. Para peserta telah tertarik kepada kelompok
jika mereka pikir kelompok tersebut bisa membantu mereka memenangkan tujuan
pribadi mereka. Kemampuan dan motivasi kelompok yang dirasa tinggi, dan dalam
beberapa hal merasakan kemungkinan kemenangan, peserta yang diarahkan ingin
tinggal di dalam kelompok mereka lebih sering daripada tidak. Sebagai tambahan,
anggota ini merasakan lebih banyak semangat regu, merasa lebih diwajibkan
kepada kelompok, percaya kelompok tersebut membantu pencapaian mereka, dan
memberi suatu penilaian yang lebih tinggi terhadap pencapaian kelompok
dibanding subyek yang merasa bahwa mereka berada dalam kelompok yang kurang
mampu.
Ada suatu
kesimpulan di dalam ide di mana suatu kelompok lebih menarik jika kelompok
tersebut membantu seseorang menemukan suatu tujuan pribadi. Kesimpulannya
adalah bahwa suatu kelompok akan lebih kompak jika tujuan pribadi anggotanya
bersamaan dengan waktu. Deutsch (1949, 1973) melakukan suatu studi yang lebih
awal yang menyoroti cara proses tersebut bekerja ini. Ia menugaskan kelompok
para siswanya berbagai tugas. Berikutnya, ia memberitahu kepada kelompok
tersebut bahwa pekerjaan mereka akan dinilai dengan cara kerja sama atau dengan
cara bersaing. Di dalam kelompok kerjasama, masing-masing anggota kelompok akan
menerima nilai yang sama, berdasarkan pada keseluruhan pencapaian kelompok
tersebut. Untuk kelompok yang kompetitif, Deutsch berkata ia akan membandingkan
pencapaian individu dari tiap anggota dan menilainya terhadap satu sama lain.
Jika dibandingkan
dengan kelompok yang kompetitif, kelompok yang kerjasama menunjukkan lebih
banyak keakraban dan bantuan yang bermanfaat dalam diskusi kelompok. Mereka
juga lebih dicukupi dengan kelompok secara keseluruhan dan dengan kontribusi
masing-masing anggota kepada organisasi tersebut. Sebagai tambahan, anggota
kelompok kerjasama merasakan suatu keinginan yang lebih besar untuk memenangkan
rasa hormat satu sama lain, seperti halnya perasaan suatu kewajiban yang lebih
banyak untuk membantu satu sama lain.
Mungkin tidak
terlalu mengejutkan untuk menemukan bahwa para anggota tersebut tertarik ke
kelompok yang membantu mereka mencapai tujuan mereka. Penemuan suatu studi oleh
Shaw dan Gilchrist (1955) mungkin lebih mengejutkan. Mereka menunjukkan bahwa
ada batasan terhadap efek ini. Di dalam studi, satu pasang konfederat,
yang sedang bekerja sama dengan para
pelaku eksperimen, dan satu pasang peserta bekerja pada satu rangkaian dari
empat tugas. Hal ini telah dipasang sedemikian rupa sehingga sekutu akan secara
terus menerus "berhasil." Dalam perbandingan, peserta akan selalu
"gagal." Setelah masing-masing tugas, para peneliti bertanya kepada
para peserta dengan siapa mereka ingin melaksanakan tugas yang berikutnya.
Setelah tugas yang pertama, 36 dari 48 peserta ingin bekerja dengan salah satu
dari sekutu "sukses". Akan tetapi, jumlah ini menurun sampai 25
setelah tugas yang kedua , dan sampai 21 pada dua tugas terakhir. Ada
sedikitnya dua penafsiran yang mungkin dari penemuan ini. Satu penafsiran dapat
menjadi apakah orang-orang yang secara konstan gagal boleh datang untuk lebih
memilih bekerjasama dengan kegagalan-kegagalan konsisten lainnya. Penjelasan
lain bisa jadi orang-orang tersebut mungkin tetap ingin berhasil tetapi lebih
memilih untuk bekerjasama dengan orang-orang yang sudah biasa.
Atraksi terhadap
Aktivitas-aktivitas kelompok
Orang-orang juga
bergabung dengan kelompok jika kelompok tersebut melakukan hal-hal kecil yang
calon anggota suka lakukan. Keterpaduan meningkat ketika orang-orang menikmati
hal-hal yang dilakukan dalam kelompok. Thibaut (1950) melakukan suatu
eksperimen untuk menguji jika suatu aktivitas kelompok dengan sendirinya dapat
mempengaruhi keterpaduan.
Studi Thibaut's
kelompok anak-anak lelaki yang ada sebelumnya dari perkemahan musim panas dan penempatan pemondokkan ke dalam dua regu.
Regu-regu tersebut memainkan serangkaian permainan dari empat permainan.
Permainan tersebut memerlukan kedua regu untuk melakukan aktivitas-aktivitas
yang berbeda. Dalam semua empat kasus, peneliti memberi regu yang sama
permainan yang lebih menyenangkan dari dua tugas. Sebagai contoh, dalam satu
permainan regu yang "diistimewakan" harus melempar sebuah kantong
kacang kesebuah target. Sebagai perbandingan, regu yang "serba
kekurangan" harus lebih dulu menghambat target tersebut dan mendapatkan
kembali kantong kacang tersebut. Para anak laki-laki telah berada di dalam
kelompok, sehingga eksperimen tersebut menguji efek aktivitas itu sendiri atas
keterpaduan.
Thibaut bertanya
kepada anak lelaki anggota mana dari keseluruhan kelompok yang mereka lebih
pilih untuk main. Ia bertanya kepada mereka dua kali, sebelum dan setelah
permainan tersebut. Jika mereka memilih lebih banyak anggota dari regu mereka
sendiri setelah bermain dibanding sebelumnya, seeorang dapat menyimpulkan bahwa
keterpaduan regu telah meningkat. Hasil menunjukkan bahwa regu "yang
diistimewakan" meningkat keterpaduannya dengan jelas dan nyata sebuah regu yang "serba
kekurangan" juga menjadi lebih kompak, tetapi kepada perluasan yang lebih
sedikit. Aktivitas kelompok telah mempengaruhi keterpaduan.
Ke arah
Suatu Teori Keterpaduan Umum sebagai Keluaran
Dengan meletakkan
semuanya bersama-sama, kita mempunyai suatu awal pada suatu teori umum dari
faktor-fakktor yang mempengaruhi jumlah keterpaduan tersebut dalam suatu
kelompok. Faktor seperti rasa menyukai untuk lain anggota, identifikasi dengan
kelompok, dan kepuasan kebutuhan psikologis bertindak sebagai variabel masukan
yang mempengaruhi komitmen anggota dan keterpaduan yang berbasis pemeliharan
seperti variabel keluaran. Dengan cara yang sama, kesempatan untuk menjangkau
kelompok dan tujuan pribadi dan mengambil bagian dalam aktivitas-aktivitas
menarik bertindak sebagai variabel masukan yang mempengaruhi komitmen anggota
dan keterpaduan berbasis tugas seperti variabel keluaran.
Masalahnya adalah
bahwa sangat sedikit riset dan penteorian yang telah dilakukan tentang peran
proses sebagaivperantara antara faktor masukan dan keluaran. Jelas sekali harus
ada jenis komunikasi tertentu yang mengarah kepada sejumlah keterpaduan yyang
lebih sedikit atau lebih besar. Ada beberapa penemuan yang mengemukakan bahwa
jenis ini dapat jadi seperti itu. Dalam Bab 2 kita membahas riset yang
dilakukan Bales dan rekanannya dengan menggunakan kelompok yang mendiskusikan
permasalahan "hubungan antar manusia". Bales (1953) membandingkan
yang paling banyak dan yang paling sedikit mencukupi diantara enambelas
kelompok ini, dan menemukan bahwa yang paling dicukupi dari kelompok tersebut
lebih setuju dengan satu sama lain, lebih sedikit menentang dengan satu sama
lain, dan menunjukkan lebih sedikit ketegangan dan pertentangan dibanding yang
paling sedikit dicukupi dari kelompok tersebut. Banyak hal-hal yang harus
dilakukan mengenai persoalan ini sebelum kita dapat membuat setiap klaim pasti
tentang peran komunikasi sebagai faktor dalam keterpaduan kelompok. Sampai
kemudian, kita tidak bisa mengemukakan suatu teori input yang memproses output
akuntansi bagi keterpaduan sebagai suatu variabel keluaran.
Meskipun begitu,
kita memang mempunyai beberapa ide umum tentang bagaimana suatu kelompok dapat
menghasilkan keterpaduan sebagai suatu variabel keluaran. Sebagai tambahan,
keterpaduan dapat juga mempengaruhi kelompok tersebut sebagai suatu variabel
masukan. Kita akan mendiskusikan proses ini berikutnya.
KETERPADUAN
SEBAGAI SUATU VARIABEL MASUKAN
Sampai sekarang kita sudah membayangkan
keterpaduan sebagai sebuah hasil dari beberapa faktor. Seperti halnya adalah
suatu variabel keluaran. Terdapat alasan baik untuk hal ini. Ketika suatu
kelompok yang pertama mulai, ada kecil atau tidak ada keterpaduan. Akan tetapi,
sekali suatu kelompok telah bersama-sama untuk sekali waktu, level tertentu
keterpaduan dibentuk. Tingkat keterpaduan kemudian akan menjadi suatu faktor di
dalam diskusi kelompok yang berikut.nya Karenanya, hal tersebut akan menjadi
suatu variabel masukan. Layaknya suatu variabel, akan jadi ditengahi
melalui/sampai diskusi kelompok. Ketika ini berlangsung, hal tersebut dapat
mempengaruhi semua variabel keluaran yang sudah kita membahas dalam buku ini.
Keterpaduan dapat secara genap tidak langsung mempengaruhi dirinya sendiri.
Kita sudah
membedakan keterpaduan berbasis tugas dan berbasis pemeliharaan. Seperti akan
kita lihat, ketika bertindak sebagai variabel masukan, dua aspek keterpaduan ini mempunyai efek berbeda pada proses kelompok dan keluaran.
Keterpaduan,
Komunikasi, dan Pengaruh Sosial
Lott dan Studi Lott'S
Wajar anggota
kelompok yang adalah kompak mungkin cenderung untuk berbicara dengan satu sama
lain lebih dari anggota kelompok yang tidak kompak. Hal tersebut jjuga karena
keterpaduan kelompok akan mempengaruhi proses "pengaruh sosial." Kita
akan menguraikan "pengaruh sosial" Lebih lanjut di bab 7. Untuk
sekarang, kita dapat hanya mengatakan bahwa "pengaruh sosial" mengacu
pada tatacara di mana anggota kelompok mempengaruhi kepercayaan, sikap, dan
perilaku satu sama lain. Keterpaduan perlu mempengaruhi usaha pada pengaruh
sosial selama diskusi kelompok, dan usaha ini perlu] mengubah sikap anggota
kelompok setelah diskusi selesai.
Lott Dan Lott
(1961) menghadirkan bukti yang nampak konsisten dengan klaim ini. Mereka
bertanya 15 kampus berkelanjutan dari 6 sampai 10 anggota kelompok untuk
mendiskusikan ya atau tidaknya para siswa adalah yang senang/puas, malas, dan self-centered.
Mereka mengukur berapa banyak komunikasi terjadi. Mereka juga meminta pendapat
anggota kelompok tentang ini sebelum dan setelah diskusi, untuk melihat jika
diskusi mengarahkan para anggota untuk mengubah pendapat ini. Yang terakhirnya,
mereka bertanya kepada anggota kelompok berapa banyak mereka menyukai satu sama
lain dalam rangka mengukur keterpaduan kelompok. Mereka menemukan bahwa rasa
menyukai yang tinggi di antara para anggota mengarah kepada sejumlah
perbincangan yang lebih besar mengenai persoalan tersebut dalam pembahasan. Pada
gilirannya, terdapat suatu pengaruh kelompok signifikan pada pendapat anggota
mengenai persoalan tersebut. Pendapat anggota menjadi semakin dekat satu sama
lain setelah diskusi dalam kelompok dengan rasa menyukai yang tinggi.
Sayangnya, Lott dan
Studi Lott's meremehkan kompleksitas hubungan antara keterpaduan, komunikasi,
dan pengaruh sosial. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya dalam bab ini,
Lott dan Lott dalam artikel lain mengklaim bahwa rasa menyukai antar anggota
merupakan suatu ukuran keterpaduan kelompok yang cukup. Sayangnya, klaim ini
melewatkan pembedaan antara pemeliharaan dan keterpaduan yang berbasis tugas.
Studi Back
Suatu studi klasik
oleh Back (1951) menggambarkan pentingnya pembedaan ini. Back ingin melihat
jika berbagai faktor yang menyebabkan keterpaduan akan mempengaruhi pengaruh
sosial dengan cara yang berbeda. Ia menggunakan tiga manipulasi berbeda untuk
mempengaruhi keterpaduan di dalam diadnya, atau kelompok beranggota dua orang.
Dalam manipulasi "rasa menyukai", ia memberitahu para peserta bahwa
mereka akan dengan pasti akrab bergaul dengan mitra pasangan mereka, yang mana
mereka mungkin akan akur, atau bahwa mereka mungkin saling mengganggu satu sama
lain. Manipulasi yang pertama ini dengan jelas merupakan suatu usaha untuk mendorong
tinggi versus rendah versus tidak adanya keterpaduan berbasis pemeliharaan. Di
dalam manipulasi "tugas", ia memberitahu kepada para peserta bahwa
individu yang melakukan tugas dengan baik akan menerima lima dolar untuk
pencapaian mereka atau hanya mendukung mereka untuk melakukan tugas dengan
baik. Manipulasi yang kedua ini dengan jelas merupakan suatu usaha untuk
mendorong tinggi versus pemeliharaan berorientasi tugas yang rendah. Dalam manipulasi "gengsi", ia memberitahu
kepada para peserta tersebut, bahwa berdasarkan pada classwork mereka, mereka harus merupakan yang terbaik dari semua
kelompok atau sekedar kelompok yang melakukan tugas dengan baik. Tidak jelas
apakah ini adalah suatu tugas atau manipulasi berbasis pemeliharaan.
Di dalam studi yang
nyata, Back memberi para pesertanya serangkaian dari tiga foto. kemudian Ia
memberitahu kepada mereka untuk menulis suatu draft persiapan dari suatu cerita
yang menjelaskan dan menghubungkan foto-foto tersebut. Setelah menyelesaikn
cerita tersebut, subyek mengembalikan foto tersebut dan kemudian bertemu dalam
kelompok dua orang, atau pasangan. Peneliti memberi tahu para peserta bahwa
mereka telah menulis cerita mengenai gambar yang sama dan bahwa mereka akan
menukar informasi sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat melakukan suatu
pekerjaan yang lebih baik pada pekerjaan yang berikutnya yang menjelaskan foto
tersebut. Dalam keadaan yang sebenarnya, masing-masing anggota suatu pasangan
yang yang telah melihat gambar yang sedikit berbeda. Ini arti bahwa beberapa
perselisihan paham antara para anggota pasangan mungkin terjadi.
Back menganalisa
masing-masing interaksi pasangan untuk melihat berapa banyak anggota yang
berkomunikasi dan bagaimana mereka mencoba untuk mempengaruhi satu sama lain.
Ia kemudian membandingkan masing-masing cerita akhir dan cerita persiapan para
peserta untuk melihat apakah para pasangan telah benar-benar mempengaruhi satu
sama lain. Penemuan tergantung pada jenis manipulasi keterpaduan. Mari kita
memperhatikan hasil ini untuk variabel yang berbeda pada gilirannya.
Jumlah komunikasi.
Back mengukur jumlah komunikasi menurut berapa banyak detik yang dihabiskan
para pasangan untuk berbicara. Hasil dapat ditemukan di Tabel 3.1.
Tabel 3.1
|
Jenis Manipulasi
|
||
Keterpaduan
|
menyukai
|
Tugas
|
gengsi
|
Tinggi
|
449
|
321.5
|
362.5
|
Rendah
|
412.5
|
415.5
|
307
|
Nihil
|
330
|
Tidaklah
mengejutkan, kohesi yang semakin berbasis pemeliharaan di dalam kelompok,
semakin banyak para anggota kelompok yang berbicara dengan satu sama lain.
Bahkan pasangan menceritakan bahwa mereka "mungkin" akan menyukai
satu sama lain yang berbicara untuk sejumlah waktu yang secara relatif lama.
Hal ini adalah konsisten dengan penemuan studi Lott dan Lott'S (1961). Akan
tetapi, pasangan pemeliharaan tugas yang rendah berbicara lebih tinggi. Peserta
ini nampak memandang satu sama lain semata-mata hanya sebagai perkakas untuk
menuju keberhasilan pencapaian tugas yang baik, dan pasangan pemeliharaan tugas
yang tinggi mereka nampak merasa tidak perlu berbicara banyak dalam melaksanakan
tugas tersebut dengan baik. Kelompok "gengsi" yang tinggi dan rendah
tampak bertindak seperti kelompok "rasa menyukai" mengenai hal ini,
walaupun mereka berbicara lebih sedikit secara keseluruhan.
Pengaruh Sosial. Keseluruhan,
pasangan yang sangat kompak dari semua tiga jenis kelompok terlibat dalam
pengaruh yang lebih dicoba dibanding pasangan keterpaduan rendah. Usaha pada
pengaruh melibatkan menyatakan posisi mereka sendiri, membantah, dan memberi
alasan untuk meyakinkan satu sama lain. Dengan cara yang sama, pasangan
berkohesif tinggi mempunyai reaksi lisan yang lebih terhadap usaha pengaruh ini
dibanding yang dilakukan pasangan lain. Mitra yang kompak akan setuju atau
tidak setuju dengan satu sama lain, dan menolak cerita dari satu sama lain.
Pengaruh yang dicoba dan reaksi lisan terhadap usaha ini merupakan yang paling
tinggi untuk kelompok manipulasi "tugas", menyediakan lebih banyak
bukti dimana anggota dari pasangan ini menggunakan satu sama lain sebagai alat
untuk menuju keberhasilan pencapaian tugas baik. Terakhir, terdapat lebih
banyak pengaruh yang nyata dari cerita satu sama lain dalam pasangan kompak
yang tinggi dibanding yang rendah untuk manipulasi "rasa menyukai"
dan " tugas", walaupun keterpaduan tidak mempunyai efek atas pengaruh
nyata dalam pasangan "gengsi".
Implikasi. Studi Back mengarah
kepada beberapa implikasi lebih lanjut yang menarik yang menyertakan efek
keterpaduan pada interaksi. Sepertinya cukup beralasan untuk memperkirakan
bahwa semakin kompak suatu kelompok, semakin "ramah" percakapannya
nantinya. Seseorang juga bisa mengharapkan bahwa kelompok seperti itu akan
mempunyai keterpaduan yang lebih besar di masa yang akan datang. Prediksi ini
berisi beberapa kebenaran. Akan tetapi, hasil Back dengan jelas menunjukkan
bahwa mereka terlalu sederhana. Pertama, temuan yang diharapkan ini tidak
terjadi pada kelompok "tugas". Ke dua, kelompok kompak yang tinggi
lebih argumentatif dibanding kelompok kompak yang sedikit. Diskusi mereka
nampak untuk menimbulkan banyak konflik.
Mengapa hal ini
terjadi? Mungkin saja kelompok yang sangat kompak tersebut tidak takut untuk
berargumen. Mereka mengetahui bahwa mereka betul-betul "yang direkatkan
jadi satu," dan bahwa beberapa konflik tidak akan mencabik mereka
terpisah. Sebagai perbandingan, suatu kelompok yang tidak kompak mungkin takut
bahwa suatu perkelahian akan merobek mereka terpisah, dan dengan demikian
menjadi ragu-ragu untuk berargumen.
Sesungguhnya, oleh
karena perasaan mereka "yang direkatkan jadi satu," suatu kelompok
kompak harus lebih mungkin untuk terlibat dalam setiap jenis komunikasi yang
tidak menyenangkan. Suatu studi oleh Pepitone dan Reichling (1955) berkaitan
dengan titik ini. Anggota pasangan adalah yang diberitahu bahwa mereka akan
atau tidak akan suka satu sama lain. Kemudian, seseorang diperkenalkan saat
"sang pelaku eksperimen" menghina kedua peserta. Sementara sesudah
itu melakukan suatu tugas, pasangan yang terdiri atas anggota yang telah
diberitahu bahwa mereka ingin satu sama lain menghabiskan lebih banyak waktu
menyatakan permusuhan mengenai sang eksperimenter dan tugas mereka untuk satu
sama lain dibanding pasangan yang terdiri atas anggota yang telah diberitahu
mereka tidak akan saling menyukai satu sama lain.
Apa yang harus kita
harapkan adalah untuk komunikasi diantara anggota kelompok kompak untuk sebagai
alternatif lebih berargumentatif dan ramah dan tak ramah dibanding yang berada
pada kelompok yang tidak kompak. Sesungguhnya, dalam Bab 8, "Proses
Kelompok," kita akan menguraikan pekerjaan oleh Robert F. Bales yang
menyediakan suatu penjelasan mengapa hal ini harus terjadi.
Keterpaduan Dan Kepuasan
Exline (1957)
melakukan sebuah studi menarik mengenai peran keterpaduan sebagai suatu
variabel masukan. Eksperimennya adalah meragukan, tetapi hal tersebut memberi lebih
menerangi pertanyaan tentang bagaimana keterpaduan mempengaruhi suatu kelompok.
Exline memanipulasi keterpaduan berbasis pemeliharaan dengan memberitahu para
pesertanya bahwa, kepribadian orang yang didasarkan pada kepalsuan mengukur
subyek yang telah mengisi sebelumnya, mereka akan "menyenangkan" atau
tidak menyenangkan. Yang berikutnya Exline telah mengharuskan para pesertanya
mengambil bagian dalam suatu latihan "permainan peran". Hal ini
adalah suatu situasi dramatis yang diimproisasi di mana masing-masing peserta
mempunyai suatu peran rahasia untuk dimainkan. Jika dibandingkan dengan semakin
sedikit kelompok menyenangkan, kelompok yang semakin menyenangkan mempunyai
anggota yang menyatakan bahwa mereka mempunyai lebih banyak rasa menyukai
terhadap satu sama lain. Mereka juga mempunyai suatu keinginan yang lebih besar
untuk bekerja sama. Sebagai tambahan, mereka menjadi lebih dicukupi dengan
pencapaian mereka dan lebih mampu untuk memperkirakan peran satu sama lain yang
ditugaskan dalam latihan tersebut. Penemuan nampak mengungkapkan bahwa
keterpaduan mempunyai suatu efek positif atas kepuasan anggota kelompok.
Akan tetapi,
terdapatpermasalahan dengan studi ini,
Exline tidak meneliti latihan kelompok tersebut. Oleh karena itu, kita tidak
bisa mendapatkan satu gambaran jelas tentang koneksi yang mungkin ada di antara
masukan keterpaduan dan keluaran kepuasan. Pada satu sisi, bisa jadi bahwa
kelompok yang semakin menyenangkan benar-benar melakukan pekerjaan yang lebih
baik dalam melakukan latihan dibanding kelompok yang semakin sedikit "
menyenangkan". Pada sisi lain, mungkin saja bahwa kelompok yang semakin
menyenangkan tidak benar-benar melaksanakan lebih baik. Barangkali mereka
menjadi lebih dicukupi hanya oleh karena keterpaduan mereka. Hasil Exline
menyatakan bahwa ada suatu koneksi antara keterpaduan dan kepuasan. Akan
tetapi, studinya adalah suatu contoh kerancuan yang hadir ketika para peneliti
mengabaikan proses kelompok. Kita harus lebih mengetahui sebelum kita dapat
membuat pernyatan-pernyataan terbatas.
Keterpaduan Dan Produktivitas Tugas
Perhatian kita yang
berikutnya mengenai keterpaduan sebagai suatu variabel masukan yang melibatkan
hubungan antara hal tersebut dan produktivitas tugas. Selama bertahun-tahun,
hubungan ini telah dianggap sebagai sesuatu yang kompleks dan sedikit banyaknya
belum jelas. Lusinan studi telah dilakukan sejak awal era tahun 1950an, dengan
penemuan yang berlawanan. Kadang-kadang kelompok kompak menjadi lebih produktif
dibanding kelompok yang tidak kompak, kadang-kadang mereka lebih sedikit
produktif, dan kadang-kadang keterpaduan tidak tampak mempengaruhi
produktivitas sama sekali.
Baru-baru ini,
telah menjadi sesuatu yang penting bahwa mempertimbangkan pembedaan antara
keterpaduan tugas- dan berbasis pemeliharaan menjelaskan banyak kebingungan
ini. Suatu studi oleh Zaccaro dan Lowe (1988) mencerminkan pemahaman baru ini.
Peneliti membentuk kelompok beranggotakan empat orang untuk melaksanakan suatu
tugas produktivitas. Sebelum tugas tersebut, para eksperimenter melakukan
manipulasi untuk mempengaruhi keterpaduan berbasis tugas dan berbasis
pemeliharaan yang tinggi ataupun rendah. Pertama, separuh kelompok melakukan
suatu latihan yang dirancang untuk menghasilkan keterpaduan berbasis
pemeliharaan. Kelompok tersebut untuk sementara dipecah ke dalam pasangan yang
bercakap-cakap satu sama lain, dan kemudian semua empat anggota kelompok
mengambil giliran memperkenalkan mitra pasangan mereka kepada kedua anggota
lainnya. Separuh kelompok lain tidak melakukan latihan ini, mengarah kepada
keterpaduan berbasis pemeliharaan yang lebih rendah. Ke dua, separuh dari
kelompok keterpaduan berbasis pemeliharaan
yang tinggi dan separuh yang rendah telah diberitahu mengenai pentingnya
pencapaian yang baik pada tugas mereka yang akan datang dan menawarkan kredit
tambahan jika mereka adalah kelompok yang melakukan paling baik. Manipulasi ini
telah dirancang untuk meningkatkan keterpaduan berbasis tugas. Kelompok
lain tidak diberitahu apapun, menghasilkan
pemeliharaan berbasisi tugas yang lebih rendah. Sebagai konsekwensi dari
manipulasi ini, kelompok tersebut baik
tinggi maupun rendah pada
keterpaduan berbasisi tugas dan baik
tinggi maupun rendah pada
keterpaduan berbasisi pemeliharan. Yang terakhir, kelompok yang melakukan tugas
produktivitas tersebut, yang melibatkan melipat banyak lembar kertas ke dalam
bentuk tenda sebanyak mungkin yang mereka bisa lakukan dalamlima belas menit.
Selama perfortma tersebut, para peneliti mengukur berapa banyak komunikasi yang
terjadi. Para peneliti juga menanyai para peserta tersebut seberapa
sungguh-sungguhkah mereka dalam melakukan tugas mereka dengan baik.
Hasil menunjukkan
bahwa kelompok yang tinggi pada keterpaduan berbasis tugas menjadi lebih merasa
terikat dengan pencapaian tugas dan lebih produktif dibanding kelompok yang
rendah pada keterpaduan berbasisi tugas. Sebagai perbandingan, kelompok yang
tinggi dan rendah pada keterpaduan berbasis pemeliharaan adalah produktivitas
sama. Yang secara menarik, kelompok yang tinggi dlam keterpaduan berbasis
pemeliharaan juga merasa sangat terikat dengan tugas tersebut. Akan tetapi,
secara konsisten dengan Lott dan Lott (1961) dan Back (1951), mereka juga
sangat banyak bicara, dan kelompok yang semakin banyak bicara adalah lebih
sedikit produktif. Hal ini adalah hanya satu saja dari beberapa studi yang
sudah menemukan bahwa berbicara melukai performa dalam tugas produktivitas.
Dengan begitu, bicara yang lebih tinggi membatalkan efek dari motivasi tinggi
dalam kelompok keterpaduan yang berbasis pemeliharaan yang tinggi.
Suatu tinjauan
ulang literatur oleh Mullen & Copper (1994) menunjukkan bahwa, secara umum,
kelompok kompak menjadi lebih produktif dibanding kelompok tidak kompak,
terutama ketika ukuran kelompok secara relatif kecil. Akan tetapi, hubungan ini
lebih kuat bagi keterpaduan berorientasi tugas dibanding untuk keterpaduan
berbasis pemeliharaan. Jelas sekali, saat kelompok adalah kompak karena para
anggota mereka memperhatikan tugasnya, pada umumnya mereka akan menjadi lebih
produktif dibanding kelompok yang tidak kompak sebab anggota mereka tidak
memperhatikan tugas mereka. Hubungan ini tidak dianggap benar ketika
keterpaduan kelompok ditentukan oleh rasa menyukai atau rasa membenci. Akan
tetapi, kelompok yang kompak karena rasa menyukai mungkin masih memperhatikan
tugas mereka. Akankah hal ini membuat mereka produktif?
Suatu studi oleh
Schachter, Ellertson, Mcbride, dan Gregory (1951) yang ditujukan bagi persoalan
ini.
Mereka melakukan
suatu studi yang serupa dengan studi oleh Kelley yang telah kita uraikan
sebelumnya. Akan tetapi, dalam eksperimen Schachter et al., peran keterpaduan
berubah dari suatu keluaran kepadasuatu variabel masukan. Dalam studi tersebut,
para peneliti meminta kelompok beranggota tiga wanita untuk mengerjakan
pembuatan papan catur. Studi tersebut membagi tugas itu ke dalam tiga bagian.
Tugas tersebut melibatkan memotong karton, memberi pemberat, dan mengecat pola
papan tersebut. Para eksperimenter berkata mereka akan menugaskan masing-masing
peserta dalam kelompok salah satu dari tugas ini. Para eksperimenter berkata
bahwa para peserta akan bekerja dalam ruangan yang terpisah, dan mereka bisa
menukar catatan via para pesuruh. Peneliti juga memberitahu kepada para peserta
tersebut bahwa mereka dengan pasti mungkin akan menyukai atau bahwa mereka
tidak akan menyukai "teman sekerja" mereka. Ini adalah suatu
manipulasi keterpaduan yang sukses, berdasar pada penilaian berikutnya atas
rasa menyukai.
Dalam keadaan yang
sebenarnya, semua peserta melakukan pekerjaan yang sama tersebut. Masing-masing
berakhir memotong karton. Pelaku eksperimenter juga menginterupsi catatan
mereka dan menggantikan nya dengan suatu rangkaian pesan yang distandardisasi
yang mereka beri kepada para peserta tiap empat menit.
Empat catatan yang
pertama serupa untuk semua peserta. Akan tetapi, mulai pada 16 menit studi
tersebut, catatan tersebut mulai meminta para wanita tersebut mempercepat atau
memperlambat pemotongan karton tersebut. Catatan ini bertindak sebagai suatu
manipulasi untuk melihat bagaimana kelompok bisa mempengaruhi masing-masing
anggota. Peneliti mengukur produktivitas dengan menghitung banyaknya papan
catur yang melalui segmen delapn menit. Hasil studi ditunjukkan Tabel 3.2.
Tabel 3.2
|
Segmen (dalam menit)
|
|||
Induksi
|
Kohesif
|
8-16
|
16-24
|
24-32
|
Lebih cepat
|
Tinggi
|
5.31
|
8.23
|
11.23
|
Lebih cepat
|
Rendah
|
6.16
|
9.08
|
11.25
|
Lebih lambat
|
Tinggi
|
6.31
|
5.31
|
4.15
|
Lebih lambat
|
Rendah
|
6.42
|
5.84
|
6.00
|
Tampak bahwa para
anggota itu dalam kelompok keterpaduan berbasis pemeliharaan yang tinggi adalah
peka untuk mempengaruhi anggota kelompok lain. Sebagai konsekwensinya, mereka
mengarahkan ke arah tujuan nyata kelompok. Mereka mempercepat ataupun
memperlambat ketika anggota lain
memintanya. Dengan kata lain, orang-orang di dalam kelompok kompak
cenderung mengikuti tindakan kelompok sekalipun tindakan tersebut melukai hasil
keluaran tugas tersebut. lebih penting sepakat dengan kelompok tersebut
dibanding untuk bekerja secara produktif jika kelompok tersebut memberi pesan
untuk melambat. Sebagai perbandingan, anggota kelompok berbasis pemeliharaan
yang rendah mengikuti usul tersebut untuk mempercepat, tetapi mereka tidak
memperlambat ketika anggota lain memintanya. Mereka tidak selalu melakukan apa
yang diinginkan dari keseluruhan keinginan kelompok.
Implikasi dari penemuan
ini adalah bahwa kelompok yang tinggi pada keterpaduan berbasisi pemeliharaan
adalah peka untuk mempengaruhi kelompok mereka. Jika kelompok mereka
memperhatikan pencapaian tugas, mereka akan jadi produktif, dan jika kelompok
mereka tidak memperhatikan tugas tersebut, mereka tidak akan produktif. Sebagai
perbandingan, kelompok yang rendah pada keterpaduan berbasisi pemeliharaan
adalah lebih sedikit peka untuk mempengaruhi kelompok mereka, sedemikian rupa
sehingga apakah kelompok yang memperhatikan pencapaian tugas akan hanya
mempunyai sedikit efek.
Keterpaduan, Ketelitian Keputusan dan Kwalitas
Hubungan keterpaduan dengan ketelitian
keputusan dan mutu tidaklah seluruhnya jelas. Setelah meninjau ulang riset yang
lampau, Mullen, Anthony, Salas, dan Driskell (1994) menyimpulkan bahwa
keterpaduan berbasis tugas mengarah kepada keputusan yang lebih baik, sedangkan
keterpaduan berbasis pemeliharaan mengarah kepada keputusan yang lebih buruk.
Jika benar, penemuan ini akan bersifat serupa untuk keterpaduan dan produktivitas. Seperti pada
hal tersebut, suatu kelompok yang kompak sebab anggotanya memperhatikan tugas
tersebut akan bekerja lebih keras dan dengan begitu memperbaiki keputusan
dibanding suatu kelompok yang anggotanya tidak memperhatikan tugas tersebut.
Sebagai perbandingan, kelompok yang kompak sebab anggota mereka menyukai satu
sama lain dapat menempatkan lebih banyak penekanan pada keakuran dengan satu
sama lain dibanding membuat suatu keputusan baik, dan sebagai hasilnya
memperburuk keputusan dibanding kelompok yang anggotanya tidak menyukai satu
sama lain. Sesungguhnya, terdapat alasan untuk percaya bahwa, di bawah beberapa
kondisi, menjadi akur merupakan sesuatu yang sedemikian penting bagi
kelompok-kelompok yang sangat kompak dimana anggota mereka menjadi ragu-ragu
untuk secara bebas menukar pemikiran. Dalam keadaan ini, kelompok dapat membuat
keputusan yang sangat buruk. Kondisi ini dikenal sebagai groupthink. Kita akan mendiskusikan groupthink secara detil dalam
Bab 12, "Teori Keputusan."
Masalah dengan
kesimpulan umum ini adalah bahwa Mullen et al. tidak membedakan antara tugas
ketelitian dan kwalitas didalam peninjauan ulang mereka. Tidak jelas bahwa
kesimpulan mereka adalah benar untuk kedua jenis tugas. Sebagai contoh, Zaccaro
dan Mccoy (1988) melakukan suatu studi di mana mereka memanipulasi keterpaduan
tugas- dan berbasiskan pemeliharaan dengan cara yang sama seperti yang telah
didiskusikan Zaccaro dan Lowe (1988). Setelah itu, kelompok melakukan suatu
tugas ketelitian permainan bertahan seperti yang akan kita bahas pada Bab 2.
Ketelitian adalah paling tinggi untuk kelompok yang tinggi pada keterpaduan
pemeliharaan- dan berbasis tugas dibanding kelompok yang rendah dalam kedua
jenis keterpaduan. Penemuan ini menyatakan bahwa ketelitian tugas mungkin lebih
baik dilakukan oleh kelompok yang anggotanya saling menyukai satu sama lain dan
memperhatikan tugas mereka. Jika demikian, maka penyamarataan Mullen et al.'s
adalah salah.
Ke arah Suatu Teori Keterpaduan Umum sebagai Masukan
Kita berada dalam
keadaan yang jauh lebih baik untuk mengemukakan suatu teori keterpaduan umum
sebagai suatu variabel masukan dibanding kita untuk keterpaduan sebagai suatu
variabel keluaran, sebab kita mengetahui lebih banyak tentang peran komunikasi
seperti proses dalam hal ini. Saat keterpaduan berkaitan dengan faktor-faktor
tugas, anggota dari kelompok yang sangat kompak menjadi lebih
didedikasikan kepada tugas mereka
dibanding anggota kelompok yang lebih sedikit kompak. Komunikasi sebagian besar
berorientasi tugas dan, sebagai konsekwensinya, pencapaian tugas menjadi lebih
baik bagi kelompok yang sangat kompak. Sebagai perbandingan, saat keterpaduan
berkaitan dengan faktor pemeliharaan, anggota dari kelompok yang sangat kompak
dapat mungkin atau tidak mungkin didedikasikan kepada tugas mereka. Jika mereka
didedikasikan kepada tugas mereka, mereka akan bertindak seperti kelompok
keterpaduan tugas yang tinggi dan melakukan hal tersebut dengan baik. Jika
mereka tidaklah dididdikasikan kepada tugas mereka, komunikasi mereka akan
sebagian besar berorientasi pemeliharaan, dan mereka akan melaksanakan dengan
kurang baik pada tugas mereka dibanding kelompok yang tidak kompak.
Kita lihat bahwa,
sebagai suatu variabel masukan, keterpaduan berpengaruh atas proses pengaruh
sosial dan pada pencapaian tugas. Seperti, hal tersebut dapat merupakan suatu
alat yang kuat. Keterpaduan yang ditingkatkan dapat mengarah kepada kelompok
yang lebih sukses. Dapatkah kita mempengaruhi apakah suatu kelompok kompak?
Dalam bagian yang berikutnya kita menyediakan beberapa rekomendasi.
MELETAKKAN TEORI KE DALAM PRAKTEK
Ada keuntungan yang
terbatas untuk suatu kelompok yang mempunyai anggota yang tertarik kepada hal
tersebut. Keterpaduan dapat meningkatkan fungsi kelompok tersebut. Anggota dari
kelompok yang sangat kompak cenderung percaya dan mempunyai kepercayaan pada
satu sama lain. Hal ini mengarah kepada suatu atmospir yang mengijinkan
ungkapan sudut pandang yang berlawanan. Ungkapan bebas semacam ini diperlukan
bagi kelompok untuk membuat keputusan terbaiknya. Keterpaduan juga menyediakan
potensi suatu kelompok untuk bekerja pada tingkatannya yang paling produktif
dan paling cepat. Yang terakhir, kelompok kompak mempunyai para anggota yang
menikmati kebersamaan. Interaksi di dalam suatu kelompok ramah menciptakan
perasaan yang baik. Keseluruhan pengalaman kelompok kompak membawa kepuasan.
Hal ini adalah tujuan berharga di dalam diri mereka dan mengenai diri mereka.
Kita mestinya tidak melupakannya bahkan di saat menekan kebutuhan tugas.
Akan tetapi,
terdapat suatu sisi buruk terhadap keterpaduan. Keterpaduan yang semata-mata
merupakan suatu hasil rasa menyukai para anggota kelompok yang dapat mengarah
kepada pencapaian kelompok lemah. Jika kelompok tersebut menjadi lebih terkait
dengan memelihara hubungan baik atau bersenang senang dengan satu sama lain,
tugas pekerjaan akan terbengkalai. Oleh karena itu, apapun faktor yang mengarah
kepada keterpaduan, kelompok tersebut harus termotivasi untuk melaksanakan
tugasnya. Jika ya, kelompok tersebut akan bekerja dengan baik bersama-sama.
Seperti yang dapat
anda lihat, kelompok yang kompak mempunyai banyak sekali kwalitas. Sayangnya,
seseorang tidak bisa memaksa suatu kelompok untuk kompak. Sebagai contoh, para
anggota boleh terus terang jika tidak menyukai satu sama lain, atau para
anggotanya tidak memperhatikan tugasnya. Ada sedikit yang bisa dilakukan
mengenai hal ini.
Akan tetapi, dalam
banyak hal, suatu kelompok dapat melaksanakan tindakan spesifik dalam rangka
meningkatkan keterpaduannya sendiri. Rekomendasi berikut mungkin sangat
menolong:
1. Kelompok dapat
meningkatkan jumlah komunikasi antar anggotanya. Akan tetapi, kesuksesan dari
strategi ini, tergantung pada isi dari komunikasi tersebut. Strategi akan
berbalik menyerang jika pembicaraan yang ekstra berisi kebanyakan perselisihan
paham atau ungkapan tidak menyukai. Akan tetapi, ingatlah bahwa saat suatu
kelompok mencapai keterpaduan, ada suatu bahaya dari terlalu banyaknya
konsentrasi pada persetujuan dan perasaan baik antar anggota. Kelompok harus
mencapai suatu timbangan sesuai.
2. Kelompok dapat mengangkat daya pikat
interaksi kelompok. Sebagai contoh, mendorong beberapa humor saat membuat
keputusan kelompok. Hal ini akan membantu menetralkan tekanan dan ketertarikan
yang disebabkan oleh perhatian kepada tugas tersebut. Sedikit kesenangan di
permulaan, dan terutama sekali pada bagian akhir, dari suatu pertemuan adalah
baik. Sebagai tambahan, suruh para anggota melakukan tugas yang tidak terlalu
menarik bersama-sama, seperti diusulkan Bab 2, bahkan atas biaya produktivitas.
3. Kelompok dapat mempertinggi nilai yang
dirasa menjadi anggota kelompok dalam tiga cara:
a. Kelompok dapat
menekankan kepentingan tujuan-tujuannya. Memperjelas bahwa tujuan kelompok
adalah penting terhadp anggota individu yang dapat meningkatkan kesanggupan
anggota tersebut terhadap kelompok dan meningkatkan usaha mereka.
b.Kelompok dapat menekankan saling
ketergantungan antar anggota saat mereka melaksanakan tugas. Beri masing-masing
anggota peran kepemimpinan untuk dilakukan (lihat Bab 11,
"Pendekatan-pendekatan berdasarkan komunikasi terhadap
Kepemimpinan"). Puji dan salahkan kelompok tersebut secara keseluruhan
untuk pencapaian yang baik dan tidak baik. Jangan memusatkan pada anggota
individu
.
c. Kelompok dapat menekankan identitasnya.
Pastikan semua orang menyadari sejarah kelompok. Perbicangkan tentang
pengalaman umum yang anggota telah bagi bersama. Bertemu di waktu dan tempat
yang sama. Beri kelompok tersebut sebuah nama. Lakukan aktivitas sosial
bersama-sama. Jika kamu tidak keberatan menjadi sedikit, undang kompetisi
dengan kelompok lain. Kamu dapat juga memperkuat penghalang, seperti upacara inisiasi, dimana
orang-orang harus menyeberang agar menjadi anggota kelompok.
Rekomendasi-rekomendasi
ini dapat membantu suatu kelompok menjadi lebih kompak. Anggota suatu kelompok
yang sangat kompak lebih dapat beradaptasi untuk bekerja sama dengan satu sama
lain dan untuk bersaing dengan kelompok lain. Kemampuan untuk bersaing ini
adalah suatu aspek keterpaduan yang penting. Di dalam bab yang berikutnya kita
akan mengalihkan perhatian kita dari dinamika di dalam suatu kelompok kepada
dinamika konflik antar kelompok.
RINGKASAN
Di dalam bab ini,
kita menyetujui ahli teori yang telah menggambarkan keterpaduan sebagai hasil
dari semua kekuatan yang menarik anggota kepada kelompok mereka. Layaknya suatu
hasil, hal tersebut adalah suatu variabel keluaran. Kelompok menjadi lebih
kompak ketika anggota mereka merasa terikat dengan kelompok tersebut. Ada dua
jenis kekuatan umum yang mengarah kepada komitmen anggota dan keterpaduan
kelompok. Hal ini adalah faktor berbasis pemeliharaan dan faktor berbasis
tugas. Oleh karena pembedaan ini, kita dapat memperbicangkan tentang
keterpaduan pemeliharaan- dan keterpaduan berbasis tugas secara terpisah.
Faktor yang paling
utama dalam keterpaduan berbasis pemeliharaan adalah jumlah rasa menyukai antar
anggota kelompok. Agar rasa menyukai terjadi, orang-orang harus bertemu satu
sama lain. Setelah kontak awal ini, orang-orang dapat menyukai satu sama lain
atas beberapa alasan. Mereka dapat menyukai satu sama lain oleh karena
karakteristik yang mereka hormati/kagumi dari kepribadian satu sama lain.
Sebagai tambahan, seseorang dapat menyukai seseorang sebab ia nampak seperti
orang yang setuju dengan dia mengenai persoalan penting lainnya.
Suatu faktor kedua
dalam keterpaduan berbasis pemeliharaan adalah identifikasi anggota dengan
kelompok tersebut. Ketika ini terjadi, anggota datang untuk
menghormati/mengagumi anggota kelompok lain yang mereka rasa mencerminkan hal
yang ideal untuk kelompok tersebut. Sepertiga faktor di dalam keterpaduan
berbasis pemeliharaan adalah kebutuhan psikologis para anggota. Hal ini
meliputi kebutuhan akan kekuasaan, keanggotaan, status, dan evaluasi dari
kepercayaan seseorang.
Pemeliharaan
berbasis tugas adalah suatu hasil atraksi anggota kelompok kepada aktivitas dan
tujuan kelompok. Faktor ini dibagi oleh anggota kelompok. Sebagai tambahan,
dapat terdapat tujuan-tujuan pribadi yang
tidak dibagi oleh anggota kelompok lain yang dapat menarik orang-orang
kepada kelompok.
Keterpaduan juga
bertindak sebagai suatu variabel masukan. Seperti, hal tersebut mempengaruhi
proses kelompok dan keluaran. Efek keterpaduan sebagai suatu variabel masukan
dapat tergantung pada apakah hal tersebut adalah tugas- atau berbasis
pemeliharaan. Jika dibandingkan dengan kelompok yang lebih sedikit kompak,
anggota dari kelompok kompak mencoba untuk mempengaruhi satu sama lain secara
lebih sering, dan mereka menemukan bahwa lebih nyaman untuk tidak setuju dengan
satu sama lain. Akan tetapi, sedangkan kelompok yang tinggi dalam keterpaduan
berbasis pemeliharaan cenderung menjadi lebih banyak bicara secara keseluruhan
dibanding kelompok keterpaduan berbasis pemeliharaan yang rendah, kelompok keterpaduan
berbasis tugas yang tinggi sering berbicara kurang dari kelompok yang rendah
dalam pemeliharaan berbasis tugas. Sebagai tambahan, sedangkan kelompok
keterpaduan berbasis tugas yang tinggi melakukan tugas mereka lebih baik
daripada anggota keterpaduan berbasis tugas yang rendah, hal yang sama adalah
benar untuk keterpaduan berbasis pemeliharaan hanya ketika anggota termotivasi
untuk melaksanakan tugas mereka. Saat anggota kelompok tidaklah tertarik akan
pencapaian tugas mereka, kelompok kompak berbasis pemeliharaan adalah lebih
lemah pada tugas mereka dibanding kelompok yang tidak kompak.
Sumber:
http://www.udel.edu/commication/COMM356/point/chap 3.htm tentang Keterpaduan/kekompakkan/Ke-ertan
http://www.udel.edu/commication/COMM356/point/chap 3.htm tentang Keterpaduan/kekompakkan/Ke-ertan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar