1.
Kelembagaan
Pengertian lembaga sampai saat ini
masih menjadi bahan perdebatan yang sengit di kalangan ilmuan sosial. Terdapat
kebelumsepahaman tentang arti “kelembagaan” di kalangan ahli. Dalam literatur,
istilah “kelembagaan” (social institution) disandingkan atau disilangkan
dengan “organisasi” (social organization). Bahkan lebih jauh Uphoff
(1986), memberikan gambaran yang jelas tentang keambiguan antara lembaga dan
organisasi :
“What contstitutes an ‘institution’ is a
subject of continuing debate among
social scientist….. The term institution
and organixation are commonly used interchangeably and this contributes to
ambiguityand confusion” (Norman
Uphoff, 1986).
Sementara itu, Koentjaraningrat
(1997) mengemukakan bahwa belum terdapat istilah yang mendapat pengakuan umum
dalam kalangan para sarjana sosiologi untuk menterjemahkan istilah Inggris ‘social
institution’. Ada yang menterjemahkannya dengan istilah ‘pranata’
ada pula yang ‘bangunan sosial’ (Koentjaraningrat, 1997).
Istilah lembaga dan organisasi
secara umum penggunaannya dapat dipertukarkan dan hal tersebut menyebabkan
keambiguan dan kebingungan diantara keduanya. Pembedaan antara lembaga dan
organisasi masih sangat kabur. Organisasi yang telah mendapatkan kedudukan
khusus dan legitimasi dari masyarakat karena keberhasilannya memenuhi kebutuhan
dan harapan masyarakat dalam waktu yang panjang dapat dikatakan bahwa
organisasi tersebut telah “melembaga”. Namun demikian, menurut para ahli
setidaknya ada empat cara membedakan kelembagaan dengan organisasi, yaitu
(Syahyuti, 2006) :
1.
Kelembagaan adalah tradisional, organisasi modern.
2.
Kelembagaan dari masyarakat itu sendiri, organisasi datang dari atas.
3.
Kelembagaan dan organisasi berada dalam satu kontinuum. Organisasi
adalahkelembagaan yang belum melembaga (lihat Norman Uphoff). Yang
sempurna adalah organisasi yang
melembaga.
4.
Organisasi merupakan bagian dari kelembagaan. Organisasi sebagai organ kelembagaan.
Kotak 1. Komponen Kelembagaan
1. Person (=orang). Orang-orang yang terlibat di dalam satu kelembagaan
dapat diidentifikasi dengan jelas.
2. Kepentingan. Orang-orang tersebut sedang diikat oleh satu
kepentingan/tujuan, sehingga mereka terpaksa harus saling berinteraksi.
3. Aturan. Setiap kelembagaan mengembangkan seperangkat
kesepakatan yang dipegang secara bersama, sehingga seseorang dapat menduga
apa perilaku orang lain dalam lembaga tersebut.
4. Struktur. Setiap orang memiliki posisi dan peran, yang harus
dijalankannya secara benar. Orang tidak bisa merubah-rubah posisinya dengan
kemauan sendiri.
Sumber :
Syahyuti, 2006
|
Inti dari kelembagaan
adalah interaksi. Untuk mempelajari kelembagaan adalah dengan
memperhatikan interaksi yang terjadi : Apakah interaksi tersebut berbentuk
formal ataukah nonformal ? Apakah berpola horizontal atau vertikal ? Apakah berbasiskan
ekonomi atau bukan (biasanya disebut ”sosial”) ? Apakah hanya sesaat atau
berlangsung lama ? Apakah merupakan hal yang biasa atau hal baru ? Apakah
berpola atau acak ? Apakah karena perintah atau bukan ?. Dari interaksi yang
terjadi dalam kelembagaan, maka ada sepuluh prinsip dalam pengembangan
kelembagaan seperti pada Kotak 2.
Kotak 2. Prinsip Pengembangan
Kelembagaan
1. Bertolak atas existing condition
2. Kebutuhan
3. Berpikir dalam kesisteman
4. Partisipatif
5. Efektifitas
6. Efisiensi
7. Fleksibilitas
8. Nilai tambah atau keuntungan
9. Desentralisasi
10. Keberlanjutan
Sumber :
Syahyuti (2006).
|
2.
Kelompok
Dalam perspektif
pembangunan, kelompok dianggap sangat strategis dalam meningkatkan partisipasi
sosial, memfasilitasi proses belajar, dan bahkan sebagai wadah bersama dalam
penyaluran aspirasi. Sejalan dengan pandangan ini, kenyataan menunjukkan bahwa
di setiap desa terdapat banyak jenis dan jumlah kelompok, seperti kelompok
tani, kelompencapir, kelompok masyarakat – Inpres Desa Tertinggal (pokmas IDT), dan perkumpulan
petani pemakai air (P3A). Selain itu ada lagi yang disebut sebagai kelompok
petani kecil yang terbentuk melalui Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan
Nelayan Kecil (P4K) dan lain-lainnya.
Kotak 3.
Pengertian Kelompok
1. Kelompok adalah kumpulan orang-orang yang merupakan kesatuan sosial
yang mengadakan interaksi yang intensif dan mempunyai tujuan bersama.
2. Menurut DeVito (1997) kelompok merupakan sekumpulan individu yang
cukup kecil bagi semua anggota untuk berkomunikasi secara relatif mudah.
Para anggota saling berhubungan satu
sama lain dengan beberapa tujuan yang sama dan memiliki semacam organisasi
atau struktur diantara mereka. Kelompok mengembangkan norma-norma, atau
peraturan yang mengidentifikasi tentang apa yang dianggap sebagai perilaku
yang diinginkan bagi semua anggotanya.
3. Kelompok mempunyai karakteristik sebagai berikut : (1) Terdiri dari
dua orang atau lebih, (2) Berinteraksi satu sama lain, (3) Saling membagi
beberapa tujuan yang sama, (4) Melihat dirinya sebagai suatu kelompok.
4. Kesimpulan dari berbagai pendapat ahli tentang pengertian kelompok
adalah kelompok tidak terlepas dari elemen keberadaan dua orang atau lebih
yang melakukan interaksi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
|
Kelompok tidak sekedar instrumen untuk
implementasi kebijakan, tetapi merupakan wadah pemberdayaan masyarakat
pedesaan. Menilik pada konsep Ife (1995) dimana pemberdayaan sebagai suatu
proses untuk meningkatkan kekuatan pihak-pihak yang kurang beruntung, hanya
dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan yang mampu melibatkan mereka
dalam proses pengembangan kebijakan, perencanaan, aksi sosial politik, dan
proses pendidikan. Esensi proses pemberdayaan yang digarikan oleh Ife (1995)
tersebut menjadi argumentasi bahwa upaya revitalisasi peran kelompok hanya
dapat dilakukan melalui proses-proses
yang partisipatif, dari tahap pembentukan atau inisiasi, perencanaan, aksi,
pengawasan atau evaluasi, hingga pada berbagi hasil yang diperoleh kelompok.
Chamala (1995) dengan konsepnya tentang Participative
Action Management (PAM) menggaris bawahi bahwa suatu kelompok yang efektif
terbentuk minimal dalam waktu enam bulan, sejak tahap Inisiasi hingga
tahap pengembangan fungsi kelompok. Pada tahap inisiasi misalnya,
diperlukan suatu kesadaran bersama akan eksistensi masalah dan kebutuhan.
Melibatkan anggota dan pengurus kelompok dalam proses inisiasi hingga pengembangan
fungsi kelompok, menurut Chamala (1995) menjadi bagian sentral dari proses
pemberdayaan kelompok, yang pada gilirannya munculnya kepercayaan akan
kemampuan diri (self-empowerment), tanggung jawab, dan komitmen.
Kotak 4. Fase Proses
Pembentukan Kelompok
Fase-fase berikut memberikan satu
ilustrasi praktis tentang proses pembentukan
kelompok dalam pemberdayaan masyarakat
(Chamala, 1995).
FASE 1: INISIASI
Tahap
1: Kesadaran
tentang adanya masalah internal & external (oleh pemimpim
lokal, warga, petugas atau pihak-pihak lainnya).
Tahap
2: Penyatuan
perhatian terhadap masalah (diskusi informal diantara pihak-pihak
yang sadar akan adanya masalah).
Tahap
3: Testing tentang adanya perhatian yang
lebih luas (diskusi informal dengan tokoh masyarakat atau instansi
terkait).
Tahap 4: Mencari
dukungan lebih lanjut (khususnya dari tokoh masyarakat, agen pembaharu,
dinas, dll).
FASE 2: PEMBENTUKAN
Tahap
1: Undang untuk
pertemuan (meliputi
staf dari instansi terkait dan tokohmasyarakat. Hal yang pokok yang ingin
dicapai dalam tahap ini adalah pemilihan panitia pengarah, yang kemudian
bertugas menyusun draf rencana umum dan struktur kelompok).
Tahap 2: Mengembangkan
struktur kelompok sementara dan rencana umum (dengan
mempertimbangkan kebijakan pemerintah, dan mencari informasi serta bantuan
dari pihak-pihak terkait).
Tahap 3: Pengesahan struktur dan rencana umum
kelompok dalam suatu rapat umum (biasanya panitia pengarah terpilih
sebagai pengurus kelompok).
FASE 3: AKSI
Tahap 1: Memeriksa
rencana umum guna merumuskan tujuan jangka pendek (fokuskan pada
satu proyek yang viable).
Tahap 2: Mengembangkan
rencana kerja dan menetapkan program kerja (misalnya memutuskan apa yang
perlu dilakukan, sumberdaya, waktu, koordinasi, dll).
Tahap 3: Implementasi
rencana kerja (pelatihan,
demonstrasi, dll).
Tahap 4: Evaluasi dan
dokumentasi kemajuan.
FASE 4: PENGEMBANGAN/PEMBUBARAN
ATAU RESTRUKTURISASI
Tahap 1: Mengembangkan
fungsi yang sudah ada (tangani lebih banyak masalah, capai sasaran atau
target yang lebih luas, perbanyak inisitif. Dalam hal kelompok tani,
tingkatkan jumlah penyaluran saprodi, kurangi kredit macet, dll).
Tahap 2: Kembangkan fungsi
baru (tidak
saja memperbanyak pelayanan buat anggota, tetapi juga kembangkan fungsi
"berperan ke atas dan atau ke samping", menjalin hubungan dengan
pihak-pihak yang lebih luas.
Tahap3:
Perluasan
kelompok (mengembangkan
jangkauan lokasi atau membentuk subkelompok baru yang sesuai):Sumber :
Muktasam, 2002
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar