Menurut Jim Ilfe (1995:56) dalam Edi Suharto
(1997:214) menjelaskan bahwa pemberdayaan berasal dari Bahasa Inggris “empowerment” yang secara harafiah bisa
diartikan sebagai “pemberkuasaan” dalam arti pemberian atau peningkatan
kekuasaan (power) kepada masyarakat
yang lemah atau tidak beruntung (disadvantaged).
Pengertian di atas mengandung makna bahwa pemberdayaan
adalah memberikan kewenangan, kekuasaan dan kebebasan untuk melakukan suatu
perubahan pada masyarakat yang lemah dan tidak berdaya.
Loraine Gutierrez (1991:202) menyebutkan bahwa
“seseorang dikatakan berdaya secara personal apabila kebutuhan dasarnya sudah
terpenuhi”. Dari pengertian diatas bahwa pemberdayaan mengandung nilai-nilai ekonomi, dimana dengan adanya
pemenuhan kebutuhan dasar maka keberdayaan dari seseorang akan terwujud.
Menurut Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir, (2000:42)
menyebutkan bahwa “empowerment”
mengandung niat dan isi bahwa yang kuat bukan melemahkan yang lemah melainkan
membantu agar masing-masing dapat menjadi mandiri dan berkembang menuju
keunggulan”.
Dari pengertian diatas mempunyai maksud bahwa dalam
proses pemberdayaan adalah mamberikan bantuan, baik berupa barang, modal, ide,
pemikiran dan lain-lainya kepada mereka yang tidak mampu, baik dalam segi
ekonomi, pengetahuan, maupun sosial sehingga mereka dapat mandiri dan sejajar
dengan yang lainya.
Sedangkan menurut Payne (1997:266) dalam Adi, Isbandi
Rukmionto (2001:32) mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (empowerment)
pada intinya ditujukan guna:
“to help clients gain power of decision and
action over their own lives by reducing the effect of social or personal
blocksto exercising existing power, by increasing capacity and self confdence
to use power and by trans fering power from the environments.”
(membantu
klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang
akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek
hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui
paningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia
miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkunganya.).
Dari pengertian diatas mengandung makna bahwa
pemberdayaan dilakukan oleh orang lain dengan cara membantu untuk memperoleh
kekuatan baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam menentukan tidakan yang
berkaitan dengan diri sendiri. Selain itu juga mengandung makna bahwa
pemberdayaan harus mengoptimalkan segala sumber yang ada dalam lingkungan mereka.
Menurut Oakley dan Marsden,1984 dalam buku
Pemberdayaan, Konsep Kebijakan dan Implementasi ( 1996:56-57 ) menyebutkan
bahwa :
…… proses
pemberdayaan mengandung dua kecenderungan, Pertama, proses pemberdayaan yang
menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan,
kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Proses
ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung
pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi.
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berpendapat
bahwa kecenderungan pemberdayaan yang
pertama dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.
Kecenderungan primer mengandung makna bahwa kekuasaan, kekuatan maupun
kemampuan yang ditransfer pada individu atau kelompok tidak akan mengurangi
kemampuan, kekuasaan maupun kekuatan yang memberi, namun akan sama - sama
memiliki kekuatan, kekuasaan maupun kemammpuan. Sedangkan kecenderungan kedua
disebut sebagai kecenderungan skunder yang menekankan pada pemberian stimulasi,
mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan untuk menentukan
apa yang menjadi pilihan hidupnya.
b.
Strategi Pemberdayaan
Menurut Edi Suharto, (1997: 217-218) menjelaskan bahwa strategi pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:
Menurut Edi Suharto, (1997: 217-218) menjelaskan bahwa strategi pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:
1.
Pendekatan
mikro, pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui
bimbingan, konseling, stress management,
crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien
dalam menjalankan tugas—tugas kehidupanya.
2.
Pendekatan
Mezzo, Pendekatan dilakukan terhadap kelompok klien. Pemberdayaan dilakukan
dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan
dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan
kesadaran, pengetahuan dan ketrampilan dan sikap-sikap klienagar memiliki
kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
3.
Pendekatan
makro, pendekatan ini disebut juga strategi sistem besar (large system strategy), karena sasaran
perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan
kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying,
pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam
pendekatan ini. Pendekatan ini memndang klien sebagai orang yang memiliki kopetensi
untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta
menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.
Dari rumusan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan yang dilakukan untuk melakukan pemberdayaan adalah pendekatan mikro, pendekatan mezzo dan pendekatan makro. Dengan ketiga pendekatan tersebut diatas pemberdayaan dapat menjangkau semua lapisan masyarakat, terutama pada masyarakat yang powerless.
Dari rumusan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan yang dilakukan untuk melakukan pemberdayaan adalah pendekatan mikro, pendekatan mezzo dan pendekatan makro. Dengan ketiga pendekatan tersebut diatas pemberdayaan dapat menjangkau semua lapisan masyarakat, terutama pada masyarakat yang powerless.
c.
Dimensi Pemberdayaan
Pemberdayaan dapat diartikan baik sebagai tujuan maupun sebagai proses. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan adalah suatu keadaan yang ingin di capai, yakni klien yang memiliki kekuasaan atau keberdayaan yang mengarah pada kemandirian. Sedangkan pemberdayaan sebagai proses memuat beberapa dimensi sebagaimana yang dikemukakan oleh Edi Suharto, (1997:218-219) menyebutkan bahwa :
Pemberdayaan dapat diartikan baik sebagai tujuan maupun sebagai proses. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan adalah suatu keadaan yang ingin di capai, yakni klien yang memiliki kekuasaan atau keberdayaan yang mengarah pada kemandirian. Sedangkan pemberdayaan sebagai proses memuat beberapa dimensi sebagaimana yang dikemukakan oleh Edi Suharto, (1997:218-219) menyebutkan bahwa :
………sebagai proses, maka pemberdayaan memuat 5 (lima) dimensi,………
- Pemungkinan (enabling), yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi klien berkembang secara optimal.
- Penguatan (empowering), yaitu memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki klien dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhanya.
- Perlindungan (protecting), yaitu melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan yang lemah dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah.
- Penyokongan (supporting), yaitu memberikan dukungan dan bimbingan agar klien mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupanya.
- Pemeliharaan (fostering), yaitu memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat.
Dengan melihat kelima dimensi diatas maka pemberdayaan
dapat dilaksanakan secara terus menerus sehingga memungkinkan terjadinya suatu
keseimbangan dalam tata kehidupan, kelompok lemah tidak tertindas dan kelompok
kuat pun tidak akan mendikte kelompok yang lemah.
d.
Prinsip-prinsip Pemberdayaan
Menurut Dubois dan Miley (1992:211) dalam Edi Suharto (1997:221) menyebutkan bahwa prinsip – prinsip yang harus dilakukan dalam pemberdayaan adalah :
Menurut Dubois dan Miley (1992:211) dalam Edi Suharto (1997:221) menyebutkan bahwa prinsip – prinsip yang harus dilakukan dalam pemberdayaan adalah :
1.
Membangun relasi pertolongan yang, (a)
merefleksikan respon empati (b) menghargai pilihan dan hak klien menentukan
nasibnya sendiri (self determination);
(c) menghargai keberbedaan dan keunikan individu; (d) menekankan kerja sama
klien (client partnerships).
2.
Membangun komunikasi yang ; (a) menghormati
martabat dan harga diri klien; (b) mempertimbangkan keragaman individu; (c)
berfokus pada klien ; (d) menjaga kerahasiaan klien.
3.
Terlibat dalam pemecahan masalah yang ; (a)
mmemperkuat partisipasi klien dalam semua aspek proses pemecahan masalah; (b)
menghargai hak-hak klien; (c) merangkai tantangan-tantangan sebagai kesempatan
belajar; (d) melibatkan klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi.
4.
Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan
sosial melalui; (a) ketaatan terhadap kode etik profesi; (b) keterlibatan dalam
pengembangan profesional, riset dan perumusan kebijakan; (c) penterjemahan
kesulitan-kesulitan pribadi kedalam isu-isu publik; (d) penghapusan segala
bentuk diskriminasi dan ketidak setaraan kesempatan.
Dari prisip-prinsip pemberdayaan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pemberdayaan, pihak pelaksana harus menciptakan suasana yang dekat dan harmonis dengan klien. Dengan menciptakan suasana yang harmonis akan meningkatkan keberanian klien dalam mengungkapkan keinginan maupun ide-ide dan menentukan sikap terhadap permasalahan yang dialami.
Sumber :
Dari prisip-prinsip pemberdayaan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pemberdayaan, pihak pelaksana harus menciptakan suasana yang dekat dan harmonis dengan klien. Dengan menciptakan suasana yang harmonis akan meningkatkan keberanian klien dalam mengungkapkan keinginan maupun ide-ide dan menentukan sikap terhadap permasalahan yang dialami.
Sumber :
- Suharto, Edi, 2005 , Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Refika Aditama, Bandung
- Suharto, Edi, 2008, kebijakan Sosial: Peran pembangunan Kesejahteraan Sosial dalam Mewujudkan Negara kesejahteraan (Welfare State) di Indonesia, Alfabeta, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar