Selasa, 14 Juni 2016

Pekerjaan Sosial, Pemberdayaan dan Kemiskinan

   
Pemberdayaan (empowerment) mempunyai beberapa pengertian. Menurut Merriam Webster dan Oxford English Dictionary kata empower mengandung dua arti. Pertama adalah pengertian to give ability or to enable, yaitu memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas pada fihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua diartikan sebagai upaya memberi kemampuan dan keberdayaan. Memberi daya dimana daya ini dimaksimalkan sebagai daya hidup mandiri.
Konsep empowerment telah mengubah konsep pembangunan dan sekaligus strategi bagaimana mengentaskan kemiskinan khususnya di pedesaan. Perubahan ini sering disebut orang sebagai perubahan paradigma atau serangkaian perubahan mulai dari tataran konsep, teori, nilai-nilai, metodologi sampai ke tataran pelaksanaannya.
Pemberdayaan menjadi konsep kunci untuk menanggapi kegagalan pelaksanaan pembangunan selama ini. Sejak dicanangkan konsep pembangunan pada akhir masa perang dunia kedua, ternyata pembangunan membuat orang semakin miskin atau jumlah orang miskin semakin banyak, dan gagasan modernisasi tidak mampu meneteskan hasil-hasil pembangunan kepada kelompok masyarakat termiskin.
Dalam profesi pekerjaan sosial pendekatan pemberdayaan merupakan salah satu pendekatan dalam menangani masalah kemiskinan. Pemberdayaan ini lebih ditonjolkan karena didalamnya terkandung dua aspek yakni (1) penentuan nasib sendiri dimana si miskin bebas menentukan solusi pemecahan masalahnya, (2) pekerja sosial hanya menjadi fasilitator sedangkan pelakunya tetap masyarakat. Hal ini sesuai dengan prinsip pekerjaan sosial yang bekerja dengan kelayan (work with client) bukan untuk kelayan (work for client).
Dalam konteks ini, keterberdayaan dapat mencakup : (1). Perubahan sikap; masyarakat miskin didorong, dibimbing dan dibantu ke arah perilaku prososial yang normatif, (2). Peningkatan partisipasi sosial; Masyarakat yang merupakan sasaran kebijakan kesempatan turut berpartisipasi, bukan saja dalam hal mengambil keputusan-keputusan khusus, tetapi juga dalam hal merumuskan definisi situasi yang merupakan dasar dalam pengambilan keputusan. Sehingga arah pembangunan menjadi berpihak pada masyarakat khususnya masyarakat miskin, (3). Solidaritas sosial; pemberdayaan sosial mampu menciptakan suatu kondisi atau keadaan hubungan antara individu/kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama serta diperkuat oleh pengalaman emosional bersama, (4). Peningkatan kondisi ekonomi warga masyarakat; melalui pemberdayaan sosial diharapkan terjadi peningkatan kondisi ekonomi dan peningkatan pendapatan warga, khususnya warga miskin, (5). Peningkatan pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga miskin; Lembaga keluarga miskin adalah juga sasaran pokok dalam pengentasan kemiskinan yang tujuannya untuk mengembalikan fungsi keluarga yang diharapkan, dimana fungsi ini semakin memudar seiring dengan ketidakmampuan menampilkan fungsi sosial warga miskin, dan (6). Perubahan orientasi nilai budaya.
Pemberdayaan sebagai strategi pengentasan kemiskinan harus menjadi proses multidimensi yang memobilisasi sumberdaya dan kapasitas masyasrakat. Dalam hal ini, pemberdayaan tidak lagi menjadi sesuatu yang teoritis melainkan menjadi alat untuk memutar-balikkan proses pemiskinan. Tekanan terbesar dalam proses pembedayaan dalam pembangunan berkelanjutan dan pengetasan kemiskinan adalah pemberdayaan sosio-ekonomi, pemberdayaan politik, pemberdayaan pendidikan, pemberdayaan teknologi dan pemberdayan kebudayaan atau spiritual.
Dalam konteks pekerjaan sosial dengan kemiskinan. Profesi pekerjaan sosial dituntut terlibat dalam penanganan masalah kemiskinan. Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dalam melaksanakan fungsi sosial. Dalam proses pertolongannya, pekerjaan sosial berpijak pada nilai, pengetahuan dan keterampilan profesional yang mengedepankan prinsip keberfungsian sosial (social functioning) (Siporin, 1975; Zastrow, 1982; 1989; Morales, 1989; Suharto, 1997). Konsep keberfungsian sosial pada intinya menunjuk pada “kapabilitas” (capabilities) individu, keluarga atau masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkungannya. Konsepsi ini mengedepankan nilai bahwa klien/kelompok sasaran adalah subyek pembangunan; bahwa klien/kelompok sasaran memiliki kapabilitas dan potensi yang dapat dikembangkan dalam proses pertolongan, bahwa klien/kelompok sasaran  memiliki dan/atau dapat menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumber yang ada di sekitar dirinya.
Secara konseptual pekerjaan sosial memandang bahwa kemiskinan merupakan persoalan-persoalan multidimensional, yang bermatra ekonomi-sosial dan individual-struktural. Berdasarkan perspektif ini, ada tiga kategori kemiskinan yang menjadi pusat perhatian pekerjaan sosial, yaitu:
a.    Kelompok yang paling miskin (destitute) atau yang sering didefinisikan sebagai fakir miskin. Kelompok ini secara absolut memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan (umumnya tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta tidak memiliki akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
b.   Kelompok miskin (poor). Kelompok ini memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan namun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar (misalnya, masih memiliki sumber-sumber finansial, memiliki pendidikan dasar atau tidak buta hurup,).
c.  Kelompok rentan (vulnerable group). Kelompok ini dapat dikategorikan bebas dari kemiskinan, karena memiliki kehidupan yang relatif lebih baik ketimbang kelompok destitute maupun miskin. Namun sebenarnya kelompok yang sering disebut “near poor” (agak miskin) ini masih rentan terhadap berbagai perubahan sosial di sekitarnya. Mereka seringkali berpindah dari status “rentan” menjadi “miskin” dan bahkan “destitute” bila terjadi krisis ekonomi dan tidak mendapat pertolongan sosial. 
Secara tegas, memang sulit mengkategorikan bahwa sasaran garapan pekerjaan sosial adalah salah satu kelompok dari ketiga kelompok di atas. Pekerjaan sosial melihat bahwa kelompok sasaran dalam menangani kemiskinan harus mencakup tiga kelompok miskin secara simultan.
Sesuai dengan konsepsi mengenai keberfungsian sosial, strategi penanganan kemiskinan pekerjaan sosial terfokus pada peningkatan kemampuan orang miskin dalam menjalankan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan statusnya. Karena tugas-tugas kehidupan dan status merupakan konsepsi yang dinamis dan multi-wajah, maka intervensi pekerjaan sosial senantiasa melihat sasaran perubahan (orang miskin) tidak terpisah dari lingkungan dan situasi yang dihadapinya.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar