Latar
Belakang:
Perdagangan orang,
khususnya perempuan dan anak, merupakan tindakan yang bertentangan dengan
harkat dan martabat manusia dan melanggar hak asasi manusia, sehingga harus
diberantas.
Perdagangan orang telah
meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak
terorganisasi, baik bersifat antarnegara maupun dalam negeri, sehingga menjadi
ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan
yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Untuk mencegah dan
menanggulangi tindak pidana perdagangan orang didasarkan pada nilainilai luhur,
komitmen nasional, dan internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak
dini, penindakan terhadap pelaku, perlindungan korban, dan peningkatan kerja
sama.
Berkaitan dengan hal
diatas maka diperlukan seperangkat peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan perdagangan orang belum memberikan landasan hukum yang menyeluruh dan
terpadu bagi upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang
Menurut UU No.21 tahun
2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang disebut
traffiking adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penngunaan
kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau
manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari yang memegang kendali atas orang
lain tersebut, yang yang dilakukan di dalam negeri untuk tujuan ekspolitasi
atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Pasal
2
(1)
Setiap orang yang melakukan perekrutan,
pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang
dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan
utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang
tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 3
Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah
negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara
Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal
4
Setiap orang yang membawa warga
negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk
dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal
5
Setiap orang yang melakukan
pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan
maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal
6
Setiap orang yang melakukan
pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apa pun yang
mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal
7
(1)
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan
korban menderita luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit menular lainnya yang
membahayakan jiwanya, kehamilan, atau terganggu atau hilangnya fungsi
reproduksinya, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
pidana dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(2)
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan
matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama penjara seumur hidup dan pidana denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah).
Pasal
9
Setiap orang yang berusaha
menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana perdagangan orang, dan
tindak pidana itu tidak terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp240.000.000,00
(dua ratus empat puluh juta rupiah).
Pasal
10
Setiap orang
yang membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana
perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6. Pasal 11
Setiap orang yang merencanakan atau
melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang,
dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
Pasal
13
(1)
Tindak pidana perdagangan orang dianggap
dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh
orang-orang yang bertindak untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk
kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain,
bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
(2)
Dalam hal tindak pidana perdagangan
orang dilakukan oleh suatu korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka
penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi dan/atau
pengurusnya.
Pasal
14
Dalam hal panggilan terhadap
korporasi, maka pemanggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan
disampaikan kepada pengurus di tempat pengurus berkantor, di tempat korporasi
itu beroperasi, atau di tempat tinggal pengurus.
Pasal
15
(1)
Dalam hal tindak pidana perdagangan
orang dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana
denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(2)
Selain pidana denda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: a. pencabutan
izin usaha; b. perampasan kekayaan hasil tindak pidana; c. pencabutan status
badan hukum; d. pemecatan pengurus; dan/atau e. pelarangan kepada pengurus
tersebut untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama.
Pasal
16
Dalam hal tindak pidana perdagangan
orang dilakukan oleh kelompok yang terorganisasi, maka setiap pelaku tindak
pidana perdagangan orang dalam kelompok yang terorganisasi tersebut dipidana
dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditambah 1/3
(sepertiga).
Modus:
·
Penculikan (bayi, anak, remaja dan orang
dewasa)
·
Penipuan dan Pemalsuan Identitas dalam
Pengiriman Tenaga Kerja
·
Bujuk rayu oleh atau Teman
·
Jeratan Hutang atau Calo atau Teman
·
Kawin pesanan (mail order bride), kawin
wisata/kawin kontrak.
·
Duta seni/ budaya
Penyebab:
·
Kemiskinan
·
Budaya
·
Pendidikan Rendah
·
Bisnis Buruh Migran Legal
·
Diskriminasi/Persoalan Gender
·
Kerentanan
·
Lapangan Kerja terbatas
·
Ketidakberdayaan
·
Korban Organisasi Kejahatan Lintas Batas
Negara
·
Di jual oleh pacar
Pelaku
:
·
Pengelola Rumah Bordir
·
Calo untuk kawin kontrak
·
Oknum Aparat Pemerintah
·
Perusaahaan Perekerutan TKI
·
Majikan
·
Suami, orangtua, tetangga dan saudara
Data Penanganan Kasus oleh POLRI
tahun 2013 korban Traffiking sebanyak 509 orang, terdiri dari :
·
Korban Laki-laki sebanyak 17 orang
·
Korban Perempuan sebanyak 75 orang
·
Anak laki laki sebanyak 3 bayi
·
Perempuan sebanyak 60 bayi
·
Dewasa laki laki 88 orang
·
Perempuan 55 orang
·
Anak laki laki 1 orang
·
Anak perempuan 3 orang
Kerjasama lintas
sektoral, lintas negara dan lintas
administratif.
Upaya
Sistematis :
·
Meningkatkan penanganan secara
komprehensif , terpadu dan berkelanjutan
·
Pengumpulan dan pertukaran informasi
·
Kerjasama yang memadai antara Pemerintah
lokal, Kota, Propinsi, Nasional, Internasional dan dengan LSM
·
Penguatan Kelembagaan dan optimalisasi
peran Gugus Tugas.
Rekomendasi:
·
Bagian Kesra menindaklanjuti
kegiatan-kegiatan yang terkait dengan traffiking termasuk berkoordinasi dengan
dinas dinas terkait, antara lain :
o
Bapermasper & KB
o
Bagian Hukum
o
Disospora
o
Dinas Pendidikan
o
Dinaskretrans
o
Kepolisian
o
Pengadilan
o
LSM
o
Seruni (shelter)
o
PJTKI
Sumber :- UU No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
- Hasil Rakor Maret 2015 di Provinsi Jawa Tengah tentang Perdagangan Perempuan dan Anak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar