Di Indonesia Pekerjaan Sosial belum dikenal secara luas dan seringkali terjadi pengertian yang bias, untuk itu perlunya sosialisasi tentang pengertian, fungsi dan wewenang pekerja sosial di Indonesia sebab untuk menjadi Pekerja Sosial yang Profesional harus ditempuh dengan pendidikan secara formal bahkan sampai ke tingkat Magister. Dibawah ini akan dikupas hal hal yang terkait dengan Pekerjaan Sosial, sebagai berikut:
- Pekerjaan sosial adalah profesi yang belum banyak diketahui masyarakat secara luas.
- Jarang sekali ada pembahasan di media massa, karenanya tak perlu heran jika ada sebagian masyarakat menafsirkan secara keliru terhadap profesi pekerjaan sosial ini.
- Sampai saat ini sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa pekerja sosial identik dengan relawan (volunteer). Relawan dikonotasikan sebagai orang yang memberi pertolongan atas dasar belas kasihan (philanthropy) atau karena dorongan amal (charity).
- Padahal antara pekerja sosial dan relawan memiliki perbedaan, yaitu dalam cara kerja dan mekanisme pertolongan yang diberikan kepada para penyandang masalah sosial.
- Pekerja sosial dalam menjalankan aktifitas profesionalnya didasari oleh 3 (tiga) komponen dasar yang secara integratif membentuk profil dan pendekatan dalam pekerjaan sosial, yaitu pengetahuan (body of knowledge), kerangka ketrampilan (body of skills) dan kerangka nilai (body of skills).
- Dalam proses pertolongannya relawan bersumber pada adanya hubungan timbal balik serta didasarkan pada intuisi dan pengalaman hidup, oleh karena itu relawan disebut sebagai penolong alamiah (natural helper).
- Ada kalangan awam yang mengartikan pekerjaan sosial sebagai “kegiatan amal” atau menolong manusia atau aksi sosial yang dapat dilakukan setiap orang dan secara spontanitas seperti kegiatan member beras, mie instan, baju bekas, dan sebagainya kepada kaum papa tak berpunya / kaum miskin.
- Di Indonesia, terlebih di dunia bisnis dan industri jarang sekali melibatkan profesi pekerjaan sosial. Tidak seperti di negara-negara maju seperti AS, Inggris, Australia, dan New Zaeland, pemberian pelayanan sosial dalam perusahaan telah meningkat dramatis belakangan ini. Di Negara-negara tersebut, setting pekerjaan sosial tidak terbatas pada arena tradisional, seperti panti sosial atau lembaga-lembaga rehabilitasi sosial, tetapi telah banyak diterapkan di rumah sakit (menjadi pekerja sosial medis atau medical social worker), di sekolah (menjadi pekerja sosial sekolah atau school social worker), di lembaga-lembaga peradilan (menjadi pekerja sosial koreksional atau correctional social worker) maupun di dunia industri (menjadi pekerja sosial industri atau industrial social worker).
- Bagi kita di Indonesia, pengertian pekerjaan sosial pernah secara eksplisit dirumuskan dalam UU No. 6 Tahun 1974, yaitu “semua ketrampilan teknis yang dijadikan wahana bagi pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial”. Dalam UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial sebagai pengganti UU No. 6 Tahun 1974 tersebut , bahkan belum terdapat secara eksplisit pengertian pekerjaan sosial. Secara implisit, ada pengakuan tentang eksitensi profesi pekerjaan sosial dan tenaga pekerjaan sosial (social worker) yang memiliki ilmu pengetahuan pekerjaan sosial melalui pendidikan formal (pasal 1 ayat 3,4).
- Bagi asosiasi /organisasi profesional atau pendidikan pekerjaan sosial di Indonesia sangatlah perlu merumuskan pengertian pekerjaan sosial secara eksplisit agar tidak menimbulkan interpretasi yang kabur tentang profesi pekerjaan sosial yang dapat dipakai sebagai acuan bagi pihak yang berkepentingan dengan praktik pekerjaan sosial professional
FAKTOR-FAKOR
YANG MEMPENGARUHINYA
- Kurangnya sosialisasi dan action dari para pekerja sosial professional, sehingga wajar kalau orang awam cenderung menyamaratakan kegiatan pelayanan profesional dengan kegiatan-kegiatan amal atau kegiatan-kegiatan sosial pada umumnya.
- Kurangnya pengakuan profesi pekerjaan sosial terhadap masyarakat maupun profesi lain.
- Pengertian para administrator atau para pimpinan lembaga sosial yang cenderung tidak dapat membedakan pelayanan sosial yang dilakukan oleh tenaga terdidik dan tidak terdidi /terlatih.
- Kecenderungan pandangan sebagian orang yang menyempitkan arti pekerjaan sosial yang hanya ditujukan kepada disfungsi atau disorganisasi pribadi (lebih bersifat kuratif saja).
- Pandangan dari para pelaksana pekerjaan sosial sendiri yang masih kabur tentang wilayah atau bidang kerjanya sehingga tidak dapat merumuskannya secara jelas. Hal inilah yang sering kali profesipekerjaan sosial sering terjadi permasalahan dengan profesi lain tentang masalah yang berkaitan peran dan tugasnya.
- Kebijakan pembangunan dari pemerintah Indonesia yang sampai saat masih memprioritskan aspek pembangunan fisik saja, tanpa lebih memprioritaskan juga aspek psikis dari manusianya yang berupa munculnya berbagai macam permasalahan sosial yang sebenarnya merupakan ekses atau akibat dari pembangunan fisik tersebut.
- Karena sasaran garapan atau bidang garapan profesi pekerjaan sosial adalah manusia dan hasil atu outputnya tidak bersifat kongkrit, sedangkan untuk menghasilkan sesuatu perubahan itupun membutuhkan waktu yang tidak singkat, mungkin inilah yang membuat profesi pekerjaan sosial ini kurang begitu diminati oleh masyarakat.
Huraerah,
Abu (2008). Pengorganisaian dan Pengembangan Masyarakat. Bandung,
humaniora.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar