Jumat, 08 November 2013

Tinjuan Tentang Kelompok

  Tinjuan Tentang Kelompok
a.             Pengertian Kelompok
Kelompok dalam pengertian di sini adalah kelompok Bhakti Ibu     yang memiliki masalah kurangnya modal usaha di kalangan para pedagang informal dan sehubungan dengan pengertian tentang kelompok maka dapat dikaitkan dengan pendapat dari beberapa ahli diantaranya adalah :

Pendapat dari Sopiah (2008:25) yang mengatakan bahwa “kelompok sebagai individu atau lebih yang berinteraksi dengan saling bergantung yang saling bergabung untuk mencapai sasaran sasaran tertentu”

Pengertian diatas dapat diartikan bahwa berkumpulnya dua orang atau lebih di suatu tempat yang mengadakan hubungan timbal balik disebut dengan kelompok, hubungan timbal balik dapat berupa kerjasama saling menguntungkan, saling memberi dan menerima, saling mengungkapkan pendapat, saling menghargai perbedaan-perbedaan yang ada, saling menghormati satu sama lain, saling memiliki kesamaan misi/tujuan dalam proses pencapaian tujuan.

Kurt Lewin yang dikutip oleh  Slamet Santoso (1992:4) pengertian kelompok adalah : “Tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh kelompok yang menjadi anggotanya”
 Kelompok akan dapat memperngaruhi tingkah laku individu anggota kelompok yang mengarahkan invidu kepada keinginan memiliki kekuasan atau dapat membawa pengaruh lebih dari orang lain, tujuan pribadi  baik yang positip maupun yang negatif dan status yang dianggap sebagai hal yang  bersifat perstise dianggap dapat menaikkan gengsi seseorang, masing–masing dari individu berbeda merespon hal ini, kelompok yang demikian akan mencerminkan ciri khas sendiri yang tidak sama dengan kelompok lain.

Kelompok dapat juga diidentikkan sebagai sebuah organisasi sebab dalam kelompok terdiri dari beberapa orang yang memiliki solidaritas dan tujuan yang sama. Kelompok yang dimaksud dapat berupa kelompok formal maupun informal (lokal) tergantung dari kebutuhan masyarakat setempat dan dengan bergabung dengan kelompok maka setiap anggota dapat menyampaikan aspirasi dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya seperti kebutuhan sosial, ekonomi, kesehatan dan sangat mungkin juga kebutuhan pendidikan.

Senada dengan hal ini Suharto (1997:335) berpendapat tentang organisasi lokal sbb:
“ organisasi lokal adalah lembaga kelompok atau organisasi yang ada dan terlibat dengan pembangunan di tingkat lokal (setempat) misalnya di desa/kelurahan atau unit unit kecil seperti kampung atau RW yang dibentuk secara sukarela dan mewakili kepentingan para anggotanya dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya baik dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan”

Pendapat tersebut dapat dijelaskan  sebagai berikut kelompok dapat juga diidentikkan sebagai sebuah organisasi sebab dalam kelompok terdiri dari beberapa orang yang memiliki solidaritas dan tujuan yang sama. Kelompok yang dimaksud dapat berupa kelompok formal maupun informal (lokal) tergantung dari kebutuhan masyarakat setempat dan dengan bergabung dengan kelompok maka setiap anggota dapat menyampaikan aspirasi dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya seperti kebutuhan sosial, ekonomi, kesehatan dan sangat mungkin juga kebutuhan pendidikan.

b.             Tugas dan Fungsi Kelompok
Kelompok dapat pula diartikan sebagai organisasi lokal sebab kelompok terbentuk dari lebih satu orang yang membentuk organisasi baik formal maupun non formal (lokal) yang masing-masing memiliki fungsi dan kegiatan-kegiatan organisasi dan terkait dengan hal ini   Soemardhi (1996:39) berpendapat tentang fungsi dan kegiatan organisasi sbb:
“fungsi organisasi sosial adalah membantu pemerintah atau  berpartisipasi dalam melaksanakan pembangunan nasional dalam bidang kesejahteraan social yang memiliki kegiatan-kegiatan:

  1.  menggali dan menghimpun sumber potensi lingkungan dan sumber dana masyarakat untuk menanggulangi dan mengatasi atau memecahkan permasalahan-permasalahn sosial di masyarakat;
  2. sebagai penggerak masyarakat (sebagai dinamisator masyarakat) dalam melaksanakan pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial sehingga mampu mendorong dan menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat serta mampu mendorong rasa kesetiakawanan sosial dan kepedulian sosial dengan kemampuan masyarakat sendiri;
  3. Sebagai wadah penyalur aspirasi dan kegiatan-kegiatan masyarakat dalam melaksanakan usaha kesejahteraan sosial dan dalam melaksanakan partisipasi dalam hal ini masyarakat mempunyai pandangan, harapan dan keinginan-keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan berkeinginan untuk kemgatasi masalahnya dan memecahkan masalahnya;
  4. Mempersatukan dan menghimpun segala potensi yang ada di dalam masyarakat untuk modal/dana untuk mewujudkan aspirasi, keinginan-keinginan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat;
  5.  Fungsi motivasi atau member dorongan/bimbingan dan pemberian penyuluhan serta binaan sosial kepada masyarakat agar masyarakat dapat menerima perubahan, meningkatkan partisipasi menggali sumber dana dan fasilitas serta kesetiakawanan
Pendapat diatas dapat dijabarkan sebagai berikut, bahawa yang dimaksud dengan m enggali dan menghimpun sumber potensi lingkungan dan sumber dana masyarakat ditujukan untuk menanggulangi dan mengatasi atau memecahkan permasalahan-permasalahn sosial di masyarakat

Sedangkan sebagai penggerak masyarakat (sebagai dinamisator masyarakat) yang dimaksukan adalah kelompok dalam melaksanakan tugasnya dapat dipergunakan sebagai proses pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial sehingga mampu mendorong dan menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat serta mampu mendorong rasa kesetiakawanan sosial dan kepedulian sosial dengan kemampuan masyarakat sendiri;

Sebagai wadah penyalur aspirasi dan kegiatan-kegiatan masyarakat dalam melaksanakan usaha kesejahteraan sosial dan dalam melaksanakan partisipasi dalam hal ini yang dimaksudkan adalah masyarakat mempunyai pandangan, harapan dan keinginan-keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan berkeinginan untuk kemgatasi masalahnya dan memecahkan masalahnya;

Sedangkan yang dimaksudkan dengan mempersatukan dan menghimpun segala potensi yang ada di dalam masyarakat untuk modal/dana untuk mewujudkan aspirasi, keinginan-keinginan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat;

Fungsi motivasi atau member dorongan/bimbingan dan pemberian penyuluhan serta binaan sosial kepada masyarakat ditujukan agar masyarakat dapat menerima perubahan, meningkatkan partisipasi menggali sumber dana dan fasilitas serta kesetiakawanan
c.              Dinamika Kelompok
Menurut Slamet Santoso (2004:7) bahwa yang dimaksud dengan dinamika kelompok adalah sbb:
“berbagai pihak menyadari pentingnya mempelajari dinamika kelompok karena beberapa alasan : 1) individu tidak mungkin hidup sendiri di dalam masyarakat; 2) individu tidak dapat berkarya sendiri dalam memenuhi kebutuhannya; 3) dalam masyarakat yang besar perlu adanya pembagian kerja agar pekerjaan dapat terlaksana dengan baik. Hal ini dapat terlaksana apabila dikerjakan dalam kelompok keci; 4) masyarakat yang demokratis dapat berjalan baik apabila lembaga sosial dapat bekerja dengan efektif; 5) semakin banyak diakui manfaat dan penyelidikan yang ditujukan kepada kelompok-kelompok”

Pendapat diatas dapat disimpulkan sebagai berikut bahwa sejalan dengan waktu dan kebutuhan para anggotanya maka sebuah kelompok akan mengalami situasi yang yang berbeda yakni situasi dinamis dimana setiap anggotanya mulai menyadari tentang kesadaran akan pentingnya hidup secara berkelompok dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan individunya dan pengembangan kreasi dan karyanya, selain itu dalam hidup banyak tugas-tugas kehidupan yang tidak dapat dilakukan sendiri sehingga membutuhkan bantuan orang lain (pembagian tugas) dan dalam melakukan hal tersbut perlu sebuah wadah yang dapat dipergunakan untuk terjadi distribusi yang merata baik dalam pelaksaan tugas, pembagian tugas, menjalan peran dan fungsi secara adil (demokratis) dan wadah atau sebuah organisasi secara nyata telah diakui memberikan manfaat yang luas bagi seluruh anggota  kelompok.

Tinjauan Tentang Keserasian Sosial

           Tinjauan Tentang Keserasian Sosial
a.                  Pengertian
Menurut Departemen Sosial  (2006) yang dimaksud dengan keserasian sosial adalah tata kehidupan sosial yang dilandasi semangat saling menghargai, saling menghormati antar warga dan antar komunitas masyarakat lokal. Keserasian sosial merupakan proses hubungan sosial yang bersifat mutualisme dan berkelanjutan yang dilakukan antara korban bencana sosial dengan warga setempat untuk mewujudkan kehidupan berdampingan secara damai, adil, selaras, harmonis dan seimbang.
Pendapat diatas dapat dismpulkan bahwa keserasian sosial sosial berlandaskan pada hubungan mutulaisme yang saling membutuhkan, saling bergantung, saling menerima dan member serta berintraksi secara secara rutin dan terus menerus dan hidup berdampingan secara rukun tanpa adanya konflik dengan meletakkan nilai saling menghargai dan saling menghormati sebagai landasan pijakan dalam menerapkan kehidupan hidup bermasyarakat.
b.                 Nilai Dasar Keserasian Sosial
Menurut Departemen Sosial (2006:11) ada sejumlah nilai dasar yang menjadi pijakan dalam menyelenggarakan keserasian sosial di daerah yaitu:1) keseimbangan, keselarasan dan keharmonisan, 2)mutialisme, 3) kesetraan, 4) kesepakatan bersama, inisiatif bersama dan berkenjutan.
Keseimbanagan, keselarasan dan keharmonisan artinya bahwa kegiatan keserasian sosial dilakukan untuk mewujudkan sebuah kehidupan bersama yang selaras, seimbang dan harmonis sehingga terwujud masyarakat tanpa konflik.
Mutuliasme artinya bahwa keselarasan sosial akan terpelihara apabila kegiatan yang diusulkan merupakan kesepakatan bersama, tidak merugikan salah satu pihak dan saling menguntungkan.
Kesetaraan artinya bahwa setiap kegiatan keserasian sosial didasarkan pada non diskriminasi, tidak berprasangka dan menghindarkan diri untuk memberikan labeling kepada kelompok lain. Setiap pihak yang terlibat memiliki kedudukan yang sama pada setiap proses.
Kesepakatan bersama artinya bahwa setiap kegiatan keserasian sosial dilandasi oleh konsesus atau kesepakatan bersama.
Inisiatif bersama artinya bahwa keserasian sosial yang dikembangkan di lingkungan komunitas didasarkan pada prakrasa dari bawah dengan inisiatif bersama.
Berkelanjutan artinya bahwa kegiatan keserasian sosial dilakukan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiyaan dari keswadayaan masyarakat setempat.
c.                  Hakekat Keserasian Sosial
Menurut Departemen Sosial (2006:7)  hakekat keserasian sosial adalah memulihkan kemantapan kembali kehidupan bersama (livehood) antara korban bencana sosial dengan komunikasi di lokasi domisili, persaudaraan sejati (brotherhood), kebersamaan (togetherness), sentiment sosial (rasa senasib spenanggunan), saling setia satu sama lain dan solidaritas.
d.                 Tujuan Keserasian Sosial
Menurut Departemen Sosial (2006:7) tujuan dari keserasian sosial adalah mewujudkan intregrasi sosial dan penerimaan sosial (social acceptance) dalam tatanan hidup berdampingan secara damai melalui system dan mekanisme kerukunan sosial antara korban bencana sosial dengan masyarakat setempat.
e.                  Fungsi Keserasian Sosial
Menurut Departemen Sosial (2006:8) fungsi dari keserasian sosial adalah membaurkan kembali korban bencana sosial dalam system kehidupan bersama, mempercepat pencapaian tujuan bersama yaitu hidup dalam system kerukunan dan berdampingan secara damai, mempercepat proses adaptasi serta memelihara dan memantapkan keharmonisan sosial yang bertumpu pada semangat non diskriminasi, kesamaan hak dan kewajiban, kesepakatan bersama, non prasangka dan berkelanjutan
f.                   Ikrar Keserasian Sosial
  Menurut Konvensi Nasional Keserasian Sosial (2009) yang dipelopori oleh  Dinas/Instansi Sosial dan Badan/instansi KesbangLinmas serta instansi terkait lainnya yang terdiri dari 33 (tiga puluh tiga) provinsi menhasilkan ikrar sebagai berikut:
        1.  Dengan jiwa dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, kami menghargai dan menjunjung tinggi kemajemukan sebagai kekayaan bangsa dan negara .
        2.  Mendukung sepenuhnya upaya-upaya memperkuat keserasian sosial berbasis kearifan lokal, sebagai wujud nyata pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam menyelesaikan berbagai persoalan bencana sosial yang terjadi, dengan keterlibatan seluruh komponen bangsa lintas agama, suku, ras dan etnis diseluruh persada nusantara.
        3.   Menumbuhkembangkan kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat dan membangun keserasian sosial sebagai upaya untuk kerukunan sosial nasional lintas warga.
        4. Mewujudkan keserasian sosial dalam berbagai aspek kehidupan melalui ; komunikasi yang saling menghargai dan mempercayai
        5. Memfasilitasi pembentukan Forum Komunikasi Keserasian Sosial, mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi serta nasional.
g.                  Penguatan Keserasian Sosial

Menurut DepSos (2012) tentang penguatan Keserasian Sosial (KS)  dilakukan dengan bekerja bersama stakeholder merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari para stakeholder daerah terhadap program Keserasian Sosial ada beberapa tujuan utama mengapa penguatan ini perlu dilakukan antara lain yaitu (1) mengidentifikasi tingkat pemahaman daerah atas penguatan Keserasian Sosial, (2) mengidentifikasi mekanisme penguatan keserasian sosial di daerah, (3) mengidentifikasi dukungan yang dilakukan pemangku kepentingan dan (4) mengidentifikasi peranan media massa dalam mensosialisasikan program Keserasian Sosial Berbasis Masyarakat

Jumat, 25 Oktober 2013

SOLDIER NEVER DIE...


SOLDIER NEVER DIE...


PERANG BINTANG DI PILPRES 2014....Pilpres 2014 akan diramaikan dengan kembalinya para JENDERAL di panggung politik...tentara adalah tentara dan memiliki dogma tersendiri dengan warganegara sipil dan di sisi lain Indonesia masih tetap membutuhkan sosok dari kubu militer untuk duduk di kursi singgasana RI-1 atau RI-2...

sejarah telah mencatat dan membuktikan bahwa warga negara sipil terbukti belum mampu memimpin negeri ini....

pasca reformasi hanya meninggalkan luka di hati rakyat dalam bentuk kesengsaraan, kemiskinan multidensial, perpecahan antar suku, hilangnya kewibawaan negara, kemacetan distribusi sumber bahan pokok, mahalnya transportasi, pertikaian antar aparat dan rendahnya nilai supremasi hukum di Indonesia yang mengakibatkan para tentara kembali ke panggung politik....

bagaimanapun situasi negara yang kacau membuat para Jenderal merasa terpanggil untuk tetap mengabdi pada Indonesia meski mereka telah purna tugas...

dan sekarang tinggal bagaimana sikap rakyat ...akankah mereka akan menyambut mereka atau menolaknya...???

hasil berbagai survey telah dilakukan dan para Jenderal masih menduduki hati rakyat....

dan berikut adalah 5 Jenderal yang Diisukan Ramaikan 'Perang Bintang' Pilpres 2014

1. Prabowo Subianto
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto sudah dipastikan akan berlaga di Pilpres 2014. Meskipun deklarasi pencapresan yang dijadwalkan bulan Oktober ini ditunda, namun Prabowo masih memuncaki sejumlah survei capres yang digelar beragam lembaga survei.

Pilpres 2014 adalah Pilpres kedua bagi Prabowo. Pada Pemilu 2009 lalu Prabowo mendampingi capres PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai cawapresnya.

Prabowo yang bernama lengkap Prabowo Subianto Djojohadikusumo lahir di Jakarta, 17 Oktober 1951. Saat ini Prabowo berusia 60 tahun. Pangkat terakhir Prabowo di TNI sebagai Letnan Jenderal (Purn). Prabowo adalah mantan Danjen Kopassus, pengusaha dan politisi.

Namun pencapresan Prabowo dihantui isu penjegalan oleh parpol besar. Sejumlah parpol yang tak ridho Prabowo nyapres tengah menolak revisi UU Pilpres untuk memasang Presidential Threshold (PT) sebesar 25 persen suara sah nasional dan 20 persen kursi DPR untuk menghalangi pencapresan Prabowo. Gerindra saat ini mengajukan uji materi UU Pilpres ke MK.

2. Wiranto
Ketua Umum Partai Hanura Wiranto juga diisukan akan kembali berlaga di Pilpres 2014 baik sebagai capres maupun cawapres. Partai Hanura saat ini sedang mencari-cari kandidat cawapres untuk Wiranto, namun pencapresan Wiranto sangat tergantung kesuksesan Partai Hanura di Pileg 2014.

Sebelum di Hanura, Wiranto adalah tokoh senior Partai Golkar. Di Pilpres 2009 lalu Wiranto mendampingi Jusuf Kalla sebagai cawapresnya.

Wiranto dilahirkan di Yogyakarta pada 4 April 1947. Usia Wiranto saat ini 65 tahun.

Wiranto adalah purnawirawan jenderal bintang empat di TNI. Jenderal (Purn) Wiranto pernah menjabat Panglima TNI periode 1998-1999.

3. Djoko Suyanto
Marsekal TNI (Purn.) Djoko Suyanto saat ini menjabat sebagai Menko Polhukam. Djoko yang disebut-sebut orang terdekat Presiden SBY ini sering disebut sebagai salah satu dari 10 capres yang sedang disiapkan SBY. Namun Djoko masih membantah.

Djoko Suyanto lahir di Madiun, Jawa Timur, pada 2 Desember 1950. Usia Djoko saat ini 61 tahun.

Sebelum menjadi Menko Polhukam, Djoko pernah menjabat Panglima Tentara Nasional Indonesia dari 13 Februari 2006 sampai 28 Desember 2007. Ia kemudian digantikan oleh Jenderal TNI Djoko Santoso. Djoko merupakan Panglima TNI pertama yang berasal dari kesatuan TNI-AU sepanjang sejarah Indonesia.

4. Endriartono Sutarto
Kabar majunya Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto ke Pilpres 2014 mencuat seiring masuknya Sutarto ke Partai Nasional Demokrat.

Selama menjabat sebagai Panglima TNI, Endriartono dikenal tegas dan berintegritas. NasDem merekrut Endriartono, untuk memperkuat basis. Namun pencapresan Ednriartono sangat tergantung dua bos NasDem yakni Surya Paloh dan Harry Tanoesoedibjo.

Endriartono Sutarto lahir Purworejo, Jawa Tengah, 29 April 1947. Usia Sutarto saat ini 65 tahun. Endriartono adalah mantan Panglima TNI periode 2002-2006, sebelum digantikan oleh Djoko Suyanto.

Masa vakum Endriartono sejak pensiun dari Panglima TNI banyak diisi untuk berjuang bersama LSM antikorupsi untuk mendukung penguatan KPK.

Namun Endriartono pernah mendapat tempat khusus di depan Megawati Soekarnoputri. Dia dilantik oleh Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 7 Juni 2002 sebagai Panglima TNI.

5. Pramono Edhie Wibowo
Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo saat ini adalah masih aktif menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Pramono Edhie adalah adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Meskipun masih perwira aktif, namun Pramono Edhie termasuk yang santer diberitakan akan maju di Pilpres 2014. Pramono Edhie yang lahir di Magelang, Jawa Tengah, pada 5 Mei 1955 ini saat ini sudah berusia 57 tahun.

Partai Demokrat menyebut Pramono Edhie sebagai salah satu capres potensial, hal ini diamini oleh sejumlah partai besar seperti Golkar. Peluang pencapresan Pramono dinilai terbuka, apalagi dia akan segera memasuki usia pensiun.

Namun dalam beberapa kesempatan Pramono Edhie selalu membantah berencana maju Pilpres 2014. Presiden SBY juga secara khusus telah menyampaikan tidak ada anggota keluarganya yang maju di Pilpers 2014. Namun di politik, menurut sejumlah elite PD, segala hal masih bisa terjadi....berbgai sumber...

Minggu, 29 September 2013

KARAKTERISTIK TIGA MODEL PERUBAHAN MASYARAKAT



KARAKTERISTIK TIGA MODEL PERUBAHAN MASYARAKAT
 
NO
KARAKTERISTIK
PENGEMBANGAN LOKALITAS
PERENCANAAN SOSIAL

TINDAKAN SOSIAL
1
TUJUAN
Pertolongan diri ; memperbaiki kehidupan masyarakat; menekankan pada proses.

Gunakan pendekatan pemecahan masalah untuk menyelesaikan permasalahan di masyarakat; menekankan pada tugas.

Hubungan pergantian kekuaasaan dan sumber daya terhadap suatu kelompok yang ditindas; menciptakan perubahan institusi dasar; menekankan pada proses dan tugas
2
MASYARAKAT YANG MENGUNAKAN ASUMSI
Setiap orang menginginkan kehidupan masyarakat meningkat dan bersedia memberikan kontribusi untuk peningkatan tersebut.


Permasalahan social dalam masyarakat bias diselesaikan melalui usaha ahli perencanaan
Masyarakat tersebut memiliki kekuatan struktur dan satu atau lebih kelompok tertindas, sehingga ketidakadilan sosial menjadi masalah utama
3
STRATEGI PERUBAHAN DASAR
Banyaknya orang yang terlibat dalam mengenali dan menyelesaikan masalah.

Para ahli menggunakan pendekatan pengumpulan-fakta dan pemecahan masalah


Anggota kelompok yang tertindas menyusun rencana untuk melawan kelompok yang kuat misalnya musuh

4
TAKTIK DAN TEKNIK PERUBAHAN KARAKTERISTIK
Konsensus : komunikasi antara kelompok masyarakat dan minat ; diskusi kelompok


Konsensus atau konflik
Konflik atau kontes ; konfrontasi; tindakan langsung; negosiasi
NO
KARAKTERISTIK
PENGEMBANGAN LOKALITAS
PERENCANAAN SOSIAL

TINDAKAN SOSIAL
5
PERAN PRAKTISI
Katalis; fasilitator; coordinator; guru keahlian menyelesaikan masalah



Ahli perencanaan pengumpul fakta analisis; pengembangan program; dan pelaksana

Aktivis; penggerak advokasi; makelar; negosiator; pengaman
6
PANDANGAN KEKUATAN
Anggota struktur kekuatan bergabung dalam resiko yang sama


Struktur kekuatan berupa perusahaan dan sponsor
Struktur kekuatan merupakan target aksi eksternal, penindas yang harus dilawan dan diubah
7
PANDANGAN POPULASI KLIEN
Warga Negara



Konsumen
Korban
8
PANDANGAN PERAN KLIEN
Peserta dalam proses penyelesaian masalah



Konsumen atau penerima
Perusahaan atau konstituen

Sumber :
Netting, 2001, Social Work Makro Practice, Logman, Australia

PENGERTIAN KEMISKINAN




Robert Chambers ( 1983:111) mengatakan bahwa kemiskinan disebabkan oleh deprivation trap yang terdiri dari lima faktor, yakni kemiskinan itu sendiri, kerentanan, ketidakberdayaan, kesenjangan, keterasingan dan kelemahan fisik.

Menurut Kuncoro (1997 : 102-103) bahwa kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan standar hidup minimum.

Sedangkan Kartasasmita (1997 : 234) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan.

Namun menurut Brendley (dalam Ala, 1981 : 4) kemiskinan adalah ketidak-sanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas.

Hal ini diperkuat oleh Salim yang mengatakan bahwa kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memperoleh kebutuhan hidup yang pokok  ( Salim dalam Ala, 1981: 1)

Sementara itu menurut Sunyoto Usman (Roesmidi & Risyanti,2006:95-96) mengatakan bahwa :
”paling tidak ada tiga macam konsep kemiskinan, antara lain : (1) kemiskinan absolut, dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang konkret dimana ukuran itu lazimnya berorientasi pada kebutuhan hidup dasar minimum anggota masyarakat seperti sandang, pangan dan papan; (2) kemiskinan relatif, yang dirumuskan berdasarkan ”the idea of relative standard”, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Dasar asumsinya adalah kemiskinan disuatu daerah berbeda dengan daerah lainnya, dan kemiskinan pada suatu waktu berbeda dengan waktu yang lain; (3) kemiskinan subyektif, dimana dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri”.

Menurut pendapat Geertz dirujuk oleh Suparlan (1984:30) khususnya kemiskinan yang menimpa masyarakat jawa bahwa “ mereka itu miskin bukanya karena malas. Sebaliknya mereka malas karena miskin”. Penyebab eksternal kemisikinan biasaanya dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, birokrasi atau peraturan-peraturan resmi ang dapat menghampat seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya. Kemiskinan ini sering diistilahkan dengan kemskinan struktural.

Meurut Heru Nugroho (1995:38) kemiskinan adalah hasil produk dari konstruksi social, sehngga yang dilakukan justru menimbulkan dominasi baru atau terjadinya dialektika pembangunan. Sialektika pembangunan yang terjadi antara lain:

  1. Pembangunan yang diharapakan terjadi trikle down effect, justru menimbulkan trikle up effect karena daya sedot akumulasi capital lebih kuat ke pusat dibandingkan dengan pemertaan pembangunan melalui program-program anti kemiskinan;
  2. Pembangunan yang dilakukan hanya membebaskan “orang dari”, belum membebaskan”oang untuk”. Hal ini berarti bahwa pembangunan tersebut baru membebaskan didi dari rasa lapar, dan elum membebaskan diri untuk mengekspresikan kemmapuan diri dan mengoreksi pembangunan itu sendiri;
  3. Para akademisi terjebak dalam penelitian yang teknis sehingga rekomendasi bagi pengentasan kemiskinan hanya mencapai sasaran teknis, yang berupa dimensi kemiskinan yang bias diukur (material well being), dan tidak memperdayakan masyarakat itu sendiri, yang berupa social well being.
Menurut  Karseno dan Edy Suandi Hamid (1995:39) tentang kemisikinan bahwa:
”Tolok ukur kemiskinan adalah relatif dan tidak pernah selesai, karena kemajuan tehnologi yang terus menerus. Kemajuan tehnologi tersebut mengakibatkan ukuran kemiskinan juga berkembang. Pada saat ini, mungkin orang dikatakan tidak miskin atau merasa tidak miskin, jika orang tersebut  hidup yang layatelah mempunyai mobil. Ini berarti bahwa kemiskinan (relatif) selalu ada. Maka untuk itu, perubahan tolok ukur time saving. Orang yang tidak dikatakan miskin apabila orang tersebut mempunyai waktu untuk tidak bekerja atau menikmati hasil pendapatan hasil pendapatan yang diperolehnya.

Pendapat dari Levitan yang di kutip oleh Sutandyo Wignjosoebroto (2005:1)  kemisknan sebagai kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.

Menurut Schliller yang dikutip oleh Sutandyo Wignjosoebroto (2005:1) sebagai berikut : “Kemiskinan adalah ketidak sanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan mendapatkan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan social yang terbatas.

Pendapat Karseno (1995:40) mengatakan bahwa masalah kemisknan bersumber pada pergeseran aspirasi.Pembangunan ini membuat aspirasi berkembang cepat.Sayangnya, perkembangan aspirasi tersebut tidak seiring dengan kemampuan dan kesempatan mengeksperikan. Menurut pengamatan, pergeseran aspirasi ini berkembang ke arah kota. Ini berarti bahwa orang-orang desa mempergunakan symbol-simbol orang kota.

Menurut Supardi Suparlan (Dalam Malo:2006:8-17) sbb:“ Kemiskinan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah: yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan umum berlaku dalam masyaakat yang bersangkutan”

Menurut pendapat Friedman dalam Suharto dkk (2004:6) kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi:

  1. modal produktif atau asset (tanah,perumahan, alat produksi, kesehatan),
  2. sumber keuangan (pekerjaan, kridit),
  3. organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial),
  4. jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa,
  5.  pengetahuan dan ketrampilan dan
  6. informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.
Oscar Lewis dalam Edi Suharto (2008:18) mengatakan bahwa “Orang miskin memiliki sub-sub kultur aau kebiasaan tersendiri yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan seperti malas, fatalism dan kurang menghormati etos kerja”\

Sedangkan kemiskinan struktural menurut Edi Suharto (2008:18) adalah : “Menunjuk pada struktur atau system yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau kelompok orang menjadi miskin”

Berdasarkan Study SMERU, Soeharto (2006:132) menunjukan Sembilan criteria yang menandai kemiskinan:

  1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan komsumsi dasar (pangan, sandang dan papan);
  2. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental;
  3. Ketidakmampuan dan keberunungan social (anak telantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda msikin, eklompok marjinal dan terpencil);
  4. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia (buta huruf, rendahnya pendidikan dan ketrampilan, sakit-sakitan) dan keterbatasan sumber alam (tanah tidak subur, lokasi terpencil, ketiadaan infrastruktur jalan, listrik,air);
  5. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual (rendahnya pendapatan dan asset), maupun missal (rendahnya modal social, ketiadaan fasilitas umum);
  6. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai dan berkesimbungan;
  7.  Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi);
  8. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga atau tidak adanya perlindungan social dari Negara dan masyarakat);
  9. Ketidakterlibatan dalam kegiatan social masyarakat.

Menurut Grifin (1980:545)  “kemiskinan pada  umumnya menunjukkan pada kelaparan, kekurangan gizi, ditambah pakaian dan perumahan yang tidak memadai, tingkat pendidikan yang rendah, tidak ada atau sedikit sekali kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang elementer”.

Oscar Lewis dalam Malo 2006 menyatakan “ kemiskinan muncul karena sekelompok masyarakat tidak terintregrasi dengan masyarakat luas, apatis, cenderung menyerah pada nasib, tingkat pendidikan yang rendah serta tidak mempunyai daya juang dan emmapuan untuk memikirkan masa depan

Selaras dengan pendapat diatas Nasikun (1995) juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kemiskinan adalah
“ sebuah fenomenal asset, multidemensial dan terpadu, Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan dan papan. Hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dan asset produktif yang sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling dasar tersebut, antara lain: informasi, ilmu pengetahuan, tehnologi dan capital. Lebih dari itu hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti hidup dalam alienasi, akses yang rendah dalam kekuasaan, dan oleh karena pilihan-pilihan hidup yang sempit dan pengap”

Penjelasan Irlan (1996) tentang kemiskinan sbb: “ Kemiskinan merupakan kondisi dimana tingakt kehidupan dan kesehatan tidak layak yang ditandai tidak terpenuhinya kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian dan perumahan”

Seperti pendapat Myer yang mengatakan bahwa” Kemiskinan merupakan hasil dari hubungan-hubungan yang tidak berjalan dengan baik, tidak adil, hubungan yang tidak berorientasi kehidupan, tidak harmoni atau tidak nyaman”.

Fakir miskin adalah orang-orang yang sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusian atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusian (DEPSOS, 2001)

Menurut Prof Sutanyo Wignjosoebroto,MPA (2005:4) ciri-ciri kemiskinan sebagai berikut :

  1. Mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi, sendiri: tanah yang cukup, modal ataupun ketampilan. Faktor produksi yang dimiliki umumnya sedikit, sehingga untuk memperoleh pendapat menjadi sangat terbatas.
  2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan yang diperoleh tidak cukup memperoleh tanah gararapan atau pun modal usaha. Sementara mereka pun tidak memiliki syarat untuk terpenuhunya kredit perbankan, seperti jaminan kredit dan lain-lain, yang mengakibatkan mereka berpaling ke lintah darat yang biasanya untuk  pelunasannya meminta syarat-syarat berat dan bunga yang amat tinggi.
  3. Waktu untuk mencari makan sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar. Demikian juga dengan anak-anak mereka, tak dapat meyelesaikan sekolah karena harus membantu orang tuanya mencari nafkah tambahan.
  4. Banyak diantara mereka yang tinggal di daerah pedesaan dan tidak mempunyai tanah garapan, atau kalaupun ada relative kecil sekali. Pada umumnya mereka menjadi, karena bekerja di pertanian berdasarkan musiman, maka kesinambungan pekerjaan mereka menjadi kurang terjamin. Banyak antara mereka lalu menjadi pekerja bebas (self employed) yang berusaha apa saja. Akibat di dalam situasi penawaran tenaga tenaga kerja yang besar, maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung mereka selalu hidup dibawah garis kemiskinan. Didorong oleh kesulitan hidup di desa, maka banyak di antara mereka mencoba berusaha ke ota (urbanisasi) untuk mengadu nasib.
  5. Banyak di antara mereka yang yang hidup di kota masih muda dan tidak mempunyai ketrampilan atau skill da pendidikan. Sedangkan kta sendiri terutama di Negara sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa itu. Apabila di Negara maju pertumbuhan industry menyertai urbanisasi dan pertmbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota, proses urbanisasi di Negara sedang berkembang tidak sertai proses penyerapan enaga kerja dalam perkembangan industry. Bahkan, sebaliknya, perkembangan tekhnologi di kota-kota Negara berkembang justru menampik penyerapan tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah ke kota terdampak dalam kantong-kantong kemelartan (slumps).
Sumber :
  1. Depsos dan Kopma STKS Bandung,2003, Hasil Penelitian Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial, Kopma STKS, Bandung.
  2. ICMI Pusat, ICMI ORWIL DIY dan PPSK Jogjakarta,1995, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Aditya media, Jogjakarta
  3. Sutandyo, 2005, Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial, Ketika Pembangunan Tak Berpihak Kepada Rakyat Miskin, Airlangga University Press, Surabaya.
  4. Suharto, Edi, 2009, Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia, Menggagas Model jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan, Alfabeta, Bandung.